Bab 21

17K 867 92
                                    

Boleh lah ya sekali-kali publis sehari sekali 😁😁

Aku keluar dari mobil jeep yang aku kendarai setelah aku memarkirkan kendaraan roda empat milikku itu tepat di belakang mobil Pak Lik Raharjo.

Tujuan utamaku ke rumah besar selain menjemput Laras juga ingin mencari keberadaan Lingga. Aku ingin menuntut penjelasan dari pria itu tentang rekayasa foto yang ia buat untuk menuduh perselingkuhan Wilu.

Namun ayunan langkahku kuhentikan paksa saat aku mendengar obrolan Budhe Galuh, Pak Lik Raharjo, Lingga, dan juga Laras yang sedang membicarakan tentang keluarga Wilu. Aku berhenti tepat di ambang pintu.

"Budhe iki seneng banget saiki awakmu dadi mantu neng keluarga iki. Untung awakke dewe uwes iso nyingkirne bocah mlarat ga nduwe pendidikan sing ora pantes dadi bagian keluarga Ahmodjo (Budhe itu seneng banget sekarang kamu jadi menantu di keluarga ini. Untung kita bisa menyingkirkan perempuan miskin ga berpendidikan yang ga pantes jadi bagian keluarga Ahmodjo)"

Aku meyakini Budhe Galuh sedang berbicara dengan Laras. Karena perempuan itu menanggapi apa yang di katakan oleh Budhe Galuh.

"Sama Budhe. Laras juga seneng jadi bagian dari keluarga Ahmodjo. Apalagi jadi istri Mas Jendra. Udah dari dulu Laras cintanya cuma sama Mas Jendra"

"Lulusan SMA kok arep dibandingke karo lulusan dokter yo genah ga patut (Lulusan SMA kok mau dibandingkan dengan lulusan dokter ya pasti ga masuk)"

Ucapan Pak Lik Rahajo membuat derai tawa seisi ruangan menggema. Tapi tidak denganku. Dadaku serasa ditusuk sembilu mendengar Wilu diperolok-olok oleh keluarga besarku termasuk Laras.

"Wingi aku krungu-krungu soko tonggone Sawiji nak Wilu diusir soko ngomah. Mesakke jane, opo meneh dheweke lagi meteng (Kemarin aku denger-denger dari tetangganya Sawiji kalau Wilu diusir dari rumah. Kasihan sebenarnya, apa lagi dia lagi hamil)"

Nama Sawiji yang disebut Pak Lik Raharjo adalah nama bapak mertuaku.

"Halah ga usah di mesakke. Keluargane Sawiji yo dadi benalu ngeruk duite Rajendra mergo awake dewe potangan budi ginjale Sawiji dinggo eyang kakung. (Udah ga usah di kasihani. Keluarganya Sawiji juga sudah jadi benalu mengeruk uangnya Rajendra karena kita hutang budi ginjalnya Sawiji buat eyang kakung)"

Aku mengepalkan tangan. Menahan gejolak amarah yang kapan saja bisa meledak setelah mendengar ucapan Budhe Galuh.

"Untung awakke dewe ndang iso misahke Wilu soko Rajendra. Dadi keluarga lintah kuwi uwes ora meneh ngeruk duite Rajendra. Lagian keluargane Sawiji yo ora sak level yen besanan karo keluarga Ahmodjo (Untung kita bisa cepet-cepet memisahkan Wilu dari Rajendra. Jadi keluarga lintah itu ga bisa lagi mengeruk uangnya Rajendra. Lagian keluarga Sawiji ya ga selevel kalau besanan dengan keluarga Ahmodjo)"

Amarahku sudah mencapai ubun-ubun. Jahat sekali Budhe Galuh meyebut keluarga Wilu sebagai lintah yang mengeruk uangku. Aku tahu Budhe Galuh dan Pak Lik Raharjo tidak menyukai Wilu. Tapi aku tidak menyangka jika mereka bisa merendahkan Wilu dan keluarganya sekasar ini.

"Untung Laras nduwe ide moto Wilu karo mantan pacare, dadi Rajendra percoyo nak Wilu iku beneran selingkuh. (Untung Laras punya ide buat foto Wilu sama mantan pacarnya, jadi Rajendra percaya kalau Wilu itu beneran selingkuh)" ucap Budhe Galuh.

Ternyata dugaan Riana benar. Keluarga besarkulah yang merekayasa foto-foto perselingkuhan Wilu dengan Djati agar membuatku berpisah. Dan otak dibalik foto-foto itu adalah Laras.

"Tapi meyakinkan Rajendra kalau Wilu selingkuh ya ga mudah lho buk. Buktinya hampir satu tahun Rajendra mempertahankan Wilu tanpa menceraikannya" Itu suara Lingga.

Lingga benar-benar keterlaluan. Aku sering menceritakan masalah rumah tanggaku dengannya, namun ternyata ia juga orang yang mengingankan rumah tanggaku dengan Wilu segera berakhir.

Serpihan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang