Bab 5

14.2K 654 20
                                    

Sudah lima hotel yang kami kunjungi namun sepertinya tidak ada satupun yang cocok menurut Riana. Bukan karena gedungnya jelek atau sudah full booking. Tapi harga yang tidak sesuai dengan kantong Riana dan Djati yang menjadikan mereka urung menyewa gedung pernikahan di kelima hotel tersebut.

Sekarang kami dalam perjalanan menuju ke rumah kedua orang tuaku setelah menjemput Riana dari bandara. Aku meminta Djati untuk mengantarkanku kesana. Aku tidak sepenuhnya berbohong kepada Rajendra. Aku selalu mampir ke rumah kedua orang tuaku setelah pergi dengan Djati atau Riana meskipun hanya sebentar.

Perjalanan dari bandara ke tempat orang tuaku memakan waktu satu jam. Riana memilih duduk di jok belakang bersamaku. Sedangkan Djati berada di balik kemudi sendirian tanpa ada yang menemani. Terlihat muka Djati yang ditekuk masam karena gagal membujuk Riana untuk duduk di sampingnya.

"Lihat deh Lu, riasanya bagus ga?" Saat ini Riana menunjukkan riasan pengantin adat jawa yang ada di gawainya. Riana mengarahkan layar gawainya ke hadapanku.

"Bagus, cocok sama kamu Ri apa lagi kalau pakai dodot jawa bakalan cantik dan pas" Pujiku tak tangggung- tanggung sengaja membuat Riana besar kepala.

Pakaian dodot jawa adalah busana pengantin khas daerah jawa tengah yang mana pengantin putri hanya mengenakan kemben dan jarit untuk bawahannya. Sedangkan pengantin laki-laki menggunakan celana yang dihiasai dengan jarit yang melingkar di area pinggang dan bertelanjang dada pada bagian atas.

"Kalau aku sih jangan ditanya. Pakai gaun pengantin apapun juga bakalan cocok" Congkaknya sambil mengibaskan rambut yang nangkring di bahunya membuatku terkekeh geli melihat tingkah Riana.

Kulit Riana kuning langsat seperti wanita jawa pada umumnya. Riasan yang ditunjukan Riana di ponselnya menurutku sangat cocok  bila diaplikasikan di wajah ayu Riana.

Namun tidak beberapa lama, Riana menghela nafas berat "Sebenarnya sih aku pengen pakai pakaian dodot jawa. Tapi kalau Djati ga bakalan cocok. Mau dibuang kemana buntelen lemak di perutnya?"

"Yang.... jangan ngomong gitu dong. Aku kan jadi insecure...." Djati merajuk bahkan mukanya semakin ditekuk masam mendengar keluhan Riana.

Djati yang aku temui sekarang memang sangat berbeda dengan Djati yang dahulu. Djati yang dulu hitam dan kurus sekarang berubah berkulit cerah dan sedikit berisi. Riana-lah yang mempunyai peran merubah penampilan Djati seperti sekarang ini.

"Makanya diet!" Seloroh Riana.

Mengabaikan Djati, Riana menoleh ke arahku "Lu, ntar kamu ya yang make up -in aku waktu nikah" Riana menjeda ucapannya kemudian mengulas senyum mencurigakan "Biasa, harga temen...." ia lalu menaik turunkan alisnya.

"Baru kali ini ada calon pengantin ga modal!" Ucapku dengan nada bercanda yang diikuti kekehan oleh Riana.

"Mending kamu cari MUA aja deh. Aku belum pernah make up pengantin. Takutnya jelek..." Aku memang pernah bekerja sebagai asisten MUA sebelum menikah dengan Rajendra. Sedikit banyak aku bisa merias namun tidak seahli MUA. Aku belum percaya diri jika Riana memintaku merias wajahnya untuk acara pernikahannya dengan Djati.

Riana berdecak "Ah dasar medit (pelit) kamu Lu, ngomong aja ga mau..."

"Bukanya medit.... Aku belum bisa tehniknya Ri. Bisa-bisa make up kamu luntur di tengah-tengah acara terus muka kamu jadi kayak gerandong, emang mau?" Aku menekan beberapa kata di akhir kalimatku untuk mayakinkannya jika aku memang belum seahli dugaannya.

"Makanya kamu belajar lebih keras lagi dong Lu. Biar riasanmu nanti bisa aku rekomendasiin ke beberapa temenku. Aku untung dapet geratisan, kamu untung dapet sponsor dari aku, deal?" Riana mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

Serpihan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang