XV. Weight Anchor and Hoist the Mizzen

79 16 19
                                    

Dua hari yang sibuk tidak berakhir sia-sia. Para kru armada lain mudah diajak berkoordinasi selama mereka diberi uang lebih. Lebih baik dihujani bonus dibandingkan bersikeras mencari tahu soal keadaan Kapten Ilona. Tapi, Kapten Alfonso dan Kapten Trench berbaik hati mengirimkan parsel buah sebelum kepergian mereka sehari sebelum keberangkatan Red Plague, disertai harapan agar Kapten Ilona cepat sembuh.

Ketika sudah tiba waktunya kembali ke kapal, Delja merasa tidak terlalu tenang. Perjalanan menggunakan sekoci terasa menyesakkan karena membawa beberapa orang sekaligus.

Delja lebih waswas ketika hendak menaiki kapal. Keberadannya yang dekat dengan laut, ditambah ketakutan akan perjalanan mendatang menambah kekhawatirannya. Tetapi, para awak menanggapi identitas aslinya dengan baik. Mereka menyerukan agar Delja berhati-hati, serta bersiaga penuh sewaktu Delja meraih tangga tali dan mulai memanjat ke atas. Terlepas dari kepedulian yang ditunjukkan, Delja yakin mereka tidak akan segan melemparnya ke laut kalau sampai dia berbohong soal bantuannya kepada sang kapten.

Elijah menarik napas panjang dan mengembuskannya keras-keras begitu menginjakkan kaki di geladak utama. "Senangnya kembali ke Red Plague!"

"Awak kapalmu tidak bertanya apa-apa?" tanya Namar.

"Kubilang kapten memerlukanku untuk misi penting. Itu sudah cukup mendiamkan mereka, ditambah sedikit wajah galak. Jadi, siapa yang memberi perintah?"

Namar menggerakkan tangan ke arah geladak penggal. "Ingin mencoba memimpin, Kapten Elijah?"

Pemuda itu menyeringai sambil menarik sebatang rokok dari sakunya. "Aku suka kalau kau memanggilku kapten."

Namar mengacungkan jari tengahnya.

"Tapi, aku akan menjadi awak kali ini." Pemuda itu menyalakan rokok dan mengisapnya. "Salah rasanya melangkahi posisimu sebagai intendan."

Maka Namar tidak bertanya dua kali dan segera bergegas ke geladak penggal. Delja menepuk bahu Elijah yang masih berdiri di sebelahnya, kemudian mengacungkan jari tengahnya juga, hendak bertanya apa artinya. Tapi Elijah malah buru-buru mengatupkan tangan Delja dengan muka panik. "Kau jangan ikuti Namar," tegur pemuda itu. "Jadilah anak baik."

Delja menyusul Namar ke kemudi, kemudian mengamati ke bawah. Dari jauh dilihatnya Elijah serta beberapa kru memanjat jalinan tali untuk melepas pengikat layar. Gerak mereka lincah dan cekatan, sebab telah berkali-kali melakukan hal yang sama. Ketika semua layar telah dilonggarkan, barulah para kru turun dan mulai membentangkan layar satu per satu.

Eryk pernah mengajari Delja beberapa hal soal tiang dan layar kapal. Di kapal layar seperti ini, kedua komponan itu adalah yang terpenting dan memengaruhi pergerakan kapal di lautan. Delja bangga pada dirinya yang masih mengingat nama-nama layar di depannya, bahkan berkesempatan menyaksikan langsung proses keberangkatan mereka. Mungkin, jatuh cinta tidak seburuk itu. Ingatannya pada hal-hal yang Eryk sukai malah amat tajam.

Mula-mula, para awak menurunkan layar sabur bawah pada ketiga tiang kapal, diikuti dengan layar sabur atas. Keduanya berada di posisi tengah. Setelahnya, dua layar di puncak ikut dijatuhkan sebelum para kru mulai menarik jangkar.

"Sisi kanan!" Namar mulai berseru. "Tiang depan, utama, dan penyorong!"

Seluruh kru bergegas sesuai perintah dan mulai berkumpul di sisi kanan kapal. Semuanya bahu-membahu menarik tali disertai seruan kompak yang ikut membuat Delja bersemangat. Tiang utama dan penyorong—yang berada di tengah dan belakang—diserongkan berlawanan arah dengan tiang depan. Kapal mulai bergerak mundur dengan bantuan angin, menjauh dari perairan pelabuhan Sisilia.

Namar terus mengawasi posisi mereka sambil menggerakkan kemudi perlahan, bagai tengah menunggu momentum yang tepat. Beberapa menit setelahnya, perintah berikutnya diberikan. "Layar haluan!"

A Heart for A HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang