XIV. Sink or Swim Together

90 20 9
                                    

Delja masih memikirkan mimpi itu setiap beberapa detik sekali. Tapi Elijah tidak memberinya waktu untuk melamun.

Pemuda itu sibuk mengisi ulang perbekalan kapal bersama awaknya. Marius turut melakukan hal serupa untuk Red Plague. Mereka sudah mengunjungi toko-toko kayu, alat pembersih, makanan, kain, bahkan tempat penjualan senjata. Setiap hal remeh menarik perhatian Delja, entah itu sikat kapal model terbaru yang ditawarkan pedagang, kayu yang ternyata punya berbagai jenis dengan beragam fungsi, hingga hal sesepele kain bersih-bersih berbulu halus yang bisa mengangkat debu lebih maksimal.

Selain itu, Elijah lebih dermawan dibandingkan Namar. Dia membeli tanpa menawar, menghadiahi Delja pakaian baru dan sebuah bandana merah tua berbordir benang keemasan untuk mengikat rambutnya. Pemuda itu turut melengkapi sabuk senjata Delja dengan beberapa belati yang jauh lebih ringan dibanding belati pemberian kelima kakaknya.

Ketika menerima senjata itu, Delja teringat sesuatu. Dia mengangkat ibu jari beserta telunjuk dan jari tengahnya, membentuk pistol.

"Kau mau revolver seperti Namar?"

Delja mengangguk semangat. Dia masih ingat betapa efektifnya senjata api dibandingkan belati yang amat merepotkan. Seharusnya Penyihir Laut memberinya pistol saja. Segalanya akan lebih mudah.

Di toko senjata yang sedang mereka kunjungi, Elijah mengamati deretan pistol di dinding, mulai dari yang besar dan panjang, hingga yang berukuran cukup kecil untuk dipegang satu tangan. Dia menjentikkan jemari dan menunjuk satu pistol. Sang pemilik toko mengambilkannya dan Elijah mempersilakan Delja untuk memegang senjata tersebut.

Rupanya senjata api begitu berat! Bahkan yang ukurannya kecil dan bermoncong pendek seperti yang Delja pegang sekarang. Dia mengacungkannya dan Elijah langsung tersentak.

"Jangan ke arahku." Dia menggeser moncong pistol Delja ke arah lain. "Untunglah tidak ada pelurunya."

Delja berjingkrak-jingkrak senang sambil memegangi pistol itu seperti benda berharga. Dengan begitu saja Elijah sudah luluh dan langsung membayar senjata untuknya. Dia turut mengajari cara mengisi peluru dan mengunci pistol saat tidak digunakan. Benda itu kini terkait di sabuk Delja dan selalu dilihat setiap beberapa detik sekali oleh pemilik barunya.

"Kau harus minta Namar mengajari," suruh Elijah. "Dan kalau dia tanya kenapa aku membelikanmu, bilang saja kau merengek. Aku tidak peduli bagaimana caramu menjelaskan, tapi jangan bilang aku membelikan dengan sukarela. Paham?"

Delja cuma mengiyakan sekilas dan sudah tertarik pada kedai lain yang menjual buah-buahan. Dia melambai ke arah Elijah, menunjuk buah dengan bentuk agak lonjong dengan permukaan hijau.

"Kau pernah makan mangga?"

Delja mengedikkan bahu. Kalaupun pernah, dia tidak akan ingat yang seperti apa mangga itu, kecuali jika sudah memakannya barangkali dia akan ingat dengan rasanya. Delja menunjuk lagi ke arah buah-buahan. Beli, dia menyuruh. Untuk kapal.

"Ini semua tidak akan bertahan lama di kapal," jawab Elijah. "Tapi, makan buah akan baik bagi para kru. Akan kujamu mereka dengan makanan sehat malam ini."

Pembahasan soal pertemuan malam nanti membuat Delja sedikit gugup. Elijah tidak menampakkan ketegangannya sama sekali terkait pertemuan nanti. Dia sudah menyampaikannya pada Marius agar mengumpulkan semua awak utama Red Plague dan mengosongkan La Guarida del Diablo. Akan tetapi pria itu belum tahu apa yang hendak Elijah sampaikan.

"Khawatir soal nanti malam?"

Pertanyaan Elijah yang tepat sasaran menuai anggukan Delja.

Namar ikut?

A Heart for A HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang