Bab 4: Gagal Drumband

86 7 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Dua bulan kemudian, akan diadakan sebuah acara besar di kecamatan Ana. Sekolah Ana diminta untuk menampilkan pertunjukan berupa drumband. Sebagai anak yang sudah berpengalaman di bidang marching band sejak SMP, Ana pun akhirnya dipanggil untuk ikut bagian marching bell.

Meskipun Ana belum pernah bermain alat musik karena ia hanya menjadi Color Guard, namun ia tak takut untuk mencoba. Ia juga ingin belajar musik. Akhirnya dengan senang hati ia pun menyetujui tawaran dari guru-gurunya.

Beberapa puluh siswa telah dikumpulkan di aula untuk pengenalan dan juga rapat awal. Setelah selesai, barulah semua ke ruangan penyimpanan alat untuk mengambil alat-alat drumband, lalu berbaris di lapangan guna latihan karena acara akan dilaksanakan satu minggu lagi.

Ana pun berlatih dengan giat selama beberapa hari. Ia sengaja tak memberitahu Mukhlis karena ia tahu pasti akhirnya akan dilarang. Ia berharap jika ia memberitahu secara mendadak akan ada kesempatan untuk dia diizinkan.

Namun ternyata dugaannya salah. Setelah beberapa hari berlatih dan ia sudah paham tentang not lagu, ia pun memberitahu kepada Mukhlis bahwa ia telah ditunjuk untuk ikut serta dalam pertunjukan marching band yang ada di adakan dua hari lagi.

Bukannya mendukung, Mukhlis justru marah-marah karena Ana langsung berlatih tanpa izin pada dia terlebih dahulu. Dalam hati Ana, tak mungkin juga ia meminta izin, karena ia tahu jawabannya pasti tidak boleh.

Akhirnya Mukhlis kembali menyuruh Ana untuk pergi ke rumahnya. Ana yang pasrah tak tau harus berbuat apa pun terpaksa menurutinya.

Sampainya di rumah Mukhlis, ia sama sekali tak menggubris kehadiran Ana. Ia hanya diam saja, dan Ana pun juga ikut diam.

Lalu Mukhlis membuka obrolan. "Udah dibilangin berapa kali, kok masih aja ngeyel, sih? Aku udah pernah bilang ke kamu buat ngelarang hal-hal yang sekiranya kamu tuh berbaur sama banyak orang. Kenapa kamu sampai berlatih berapa hari tanpa izin aku dulu? Apa sekarang aku udah nggak pernah kamu anggap lagi? Emang ya, kamu sekarang udah berubah, udah mulai berani sama aku!" bentak Mukhlis dengan nada tinggi saat ia dan Ana duduk di ruang tamu.

"Ya bukannya gitu. Kan sekolah tahu aku punya pengalaman di bidang marching band sejak SMP. Jadi mereka butuh anak yang benar-benar bisa di bidang ini," bela Ana dengan menunduk.

"Udahlah, aku gak terima alasan. Mau sekuat apapun kamu mencoba buat ikut kalau aku udah bilang nggak ya nggak! Kalau kamu tetap ngeyel, kamu tahu kan akibatnya apa?" ancam Mukhlis dengan tatapan tajam.

Ana kembali terdiam. Kali ini hatinya sudah benar-benar hancur. Paskibra sudah ia relakan, berkemah juga telah ia relakan. Sedangkan kali ini, hobinya ikut marching band juga harus direlakan lagi.

Padahal, ini adalah kesempatan terakhir ia bisa ikut karena sudah kelas 3 SMA. Saat kuliah pun juga tidak ada lagi kegiatan seperti ini. Namun, ia juga masih memikirkan ulang tentang masa depannya. Akhirnya, dengan berat hati Ana pun kembali menuruti permintaan Mukhlis untuk tidak jadi ikut.

"Oke, oke, aku bakal nurut kamu. Tapi aku tolong bantu aku nyari alasan," pinta Ana dengan memohon.

"Nggak, itu bukan urusan aku! Kamu sendiri udah nyari masalah dengan ikut-ikut gituan, jadi kamu cari alasan sendiri. Aku nggak mau tahu, pokok gimana caranya kamu mengundurkan diri," sarkas Mukhlis dengan cuek.

Akhirnya Ana pun kembali menangis. Ia merasakan nasibnya kini kian tersiksa. Bahkan, ia pun juga tak tahu harus apa.

"Ya udah iya, aku bakal nyari alasan. Besok aku akan langsung bilang ke pelatihnya untuk ngundurin diri," ucap Ana sambil masih menangis.

"Oke pinter, itu baru pacarku. Udah gak usah nangis, lemah banget jadi cewek!" sarkas Mukhlis lagi.

Mendengar omongan Muklis yang pedas pun membuat Ana semakin menangis menjadi-jadi.

"Kenapa sih kamu nggak bisa diam? Ya udah, karena kamu juga udah melanggar larangan aku sebelum-sebelumnya, dan kamu juga tetap nangis nggak mau diam, sekarang aku bakal kasih kamu hukuman. Kamu harus nurutin aku," ucap Mukhlis dengan senyum smirk-nya.

"Apalagi, sih? Kamu mau apa?" tanya Ana dengan lemah.

Tanpa menunggu, saat di ruang tamu, Mukhlis langsung menarik Ana dan kembali melancarkan aksinya untuk menikmati tubuh Ana. Ana yang tak mampu berbuat apa-apa pun hanya bisa menurut saja. Ia pasrah.

Mengapa hidupku sekarang menjadi hancur? batin Ana sambil masih tetap menangis.

***

Atas permintaan Mukhlis, keesokan harinya Ana pun langsung bergegas menemui pelatih dan meminta maaf. Ia mengundurkan diri dan masih dengan alasan yang sama, yaitu perihal penyakit darah tingginya yang kambuh.

Karena berhubungan dengan kesehatan, sehingga tidak ada satupun orang yang berani membantahnya. Akhirnya dengan berat hati pelatih menuruti kemauan Ana untuk mengundurkan diri dan langsung mencari penggantinya.

Mungkin Ana memang lega karena rencananya untuk mengundurkan diri berhasil. Namun di hatinya masih sangat sakit hati. Bagaimana tidak? Paskibra, pramuka, dan juga drumband hal yang sangat ia sukai sejak SD kini sudah di depan mata, harus ia relakan begitu saja, yang mungkin tak semua orang bisa seberuntung dia dan bisa mendapatkan kesempatan sebaik itu.

Ia dipaksa harus mengikhlaskan begitu saja. Namun apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Terlihat penyesalan begitu mendalam di hati Ana.

Seandainya malam itu ia masih bisa memberontak supaya tidak melepaskan kesuciannya, mungkin hingga detik ini ia tak masalah jika harus putus dengan Mukhlis dan mengejar karirnya. Namun sayangnya, semua telah sirna karena kesalahan di masa lalu. Ancaman tentang video itu juga membuat Ana sudah tak bisa macam-macam lagi. Kini, hidupnya bagaikan buah simalakama.

╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...

Salam
Eryun Nita

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang