Bab 5: Kecelakaan

74 8 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Satu bulan kemudian, Mukhlis bermaksud akan melamar kerja. Namun, ia tidak paham cara membuat CV dan juga apa berkas apa saja yang diperlukan. Sehingga, Ana pun membantunya.

Suatu hari, Mukhlis bermaksud pergi ke rumah Ana karena ia sudah tak bisa menahan kembali napsunya yang terus menggebu-gebu.

Ana memberitahu bahwa di rumahnya masih ada omnya yang sedang berkunjung. Namun, Mukhlis tetap tidak terima dengan keadaan.

Akhirnya beberapa jam Setelah om Ana pulang, Mukhlis nekat pergi ke rumah Ana meskipun kondisinya hujan deras. Ia berkata kepada kedua orang tuanya bahwa ingin mengurusi berkas untuk melamar kerja.

Dalam hati Ana, ia sebenarnya sudah sangat sedih dan terpukul. Ia merasa bahwa selama ini ia hanya dijadikan boneka dan dimanfaatkan saja oleh Mukhlis. Ia harus melayani kapan pun Mukhlis mengajak, termasuk hari ini.

Setelah Mukhlis berangkat, Ana justru menangis di rumah. Entah kenapa hati kecilnya berkata seolah ia ingin sekali membalas perbuatan Mukhlis, tetapi iia tak berdaya. Entah bagaimana caranya, ia pun juga tak tahu.

Empat puluh menit kemudian, Ana menjadi gelisah karena Mukhlis tak kunjung datang. Kondisi saat itu masih hujan deras disertai petir.

Ana telah menyiapkan handuk dan juga pakaian ganti untuk Mukhlis. Karena ia tahu, Mukhlis tidak memakai mantel. Ia hanya mengenakan jaket dan sudah pasti basah kuyup.

Saat Ana benar-benar panik, tiba-tiba ponselnya pun berdering. Ia segera mengangkatnya dan ternyata telepon dari Mukhlis.

“Aku kecelakaan ... jatuh dari motor,” ucap Mukhlis dengan suara lemah tak berdaya.

Mendengar itu pun Ana rasanya syok. Entahlah ... tangisannya tadi seolah ingin membalas perbuatan Mukhlis, tetapi mengapa justru sekarang Mukhlis kecelakaan. Apakah Sang Kuasa mendengar doanya kemudian membalaskan semuanya karena Ana merasa terzalimi? Mungkin saja.

“Kamu kecelakaan di mana?” tanya Ana dengan panik.

“Ini aku udah di daerah kamu, di daerah kuburan rumah barat jalan. Aku ditolong orang dan sekarang aku sedang dirawat di rumah orang ini,” ucap Mukhlis lagi dengan pelan.

“Ya udah, kalau gitu aku ke sana sekarang, ya. Kamu tunggu aku,” ucap Ana berusaha menenangkan Mukhlis.

Setelah telepon mati, Ana langsung menangis. Namun ia juga panik. Ia langsung segera bersiap-siap dan juga mengenakan mantel. Ia berpamitan kepada kedua orang tuanya.

“Bu, aku mau pergi dulu nyusul Mukhlis. Tadi dia nelpon aku katanya dia kecelakaan di dekat kuburan di daerah sekolah aku SMP dulu,” pamit Ana dengan panik.

“Loh, kapan kecelakaannya?” tanya ibu Ana yang bernama Nia.

“Baru aja. Aku mau ke sana sekarang,” ucap Ana sambil berjalan menuju motornya.

“Ya udah hati-hati,” ucap Nia terlihat ikut syok.

Saat Ana baru saja hendak menaiki motor, ia mendengar bahwa ibunya menyuruh ayah Ana untuk ikut bersama Ana, karena dulunya saat Ana kecelakaan sepulang sekolah pun Mukhlis juga menolong dan mengantar Ana hingga rumah. Akhirnya ayah Ana pun ikut bersama Ana untuk menuju ke tempat Mukhlis kecelakaan.

Beberapa menit kemudian, Ana berhasil menemukan lokasi Mukhlis sekarang, yaitu berada di sebuah rumah tepat seperti yang Mukhlis katakan tadi.

Ana langsung masuk ke dalam rumah itu yang sudah ramai sekali orang. Ana melihat bahwa di tangan dan juga di kaki Mukhlis penuh dengan luka dan juga darah. Ia begitu iba melihatny. Ia khawatir, panik, dan juga kasihan. Apa yang akan ia katakan kepada kedua orang tua Mukhlis nanti?

Setelah mengobrol lama sekali dengan orang-orang di sana sambil menceritakan kejadian sebenarnya, ayah Ana menawarkan Mukhlis diantara pulang ke rumah mana? Ternyata Mukhlis mengatakan bahwa ia pulang ke rumah Ana saja.

Akhirnya Ana membonceng Mukhlis menggunakan motor milik Mukhlis, sedangkan ayah Ana mengikuti dari belakang menggunakan motornya.

Namun sesampainya di rumah, Mukhlis justru malah disuruh untuk ke rumah nenek Ana yang letaknya di sebelah rumah Ana. Di sana lebih mudah karena ada tempat tidur di depan TV.

Kaluarga Ana pun turut iba melihat Mukhlis. Karena selama ini, yang mereka tahu yaitu Mukhlis sangat baik pada Ana dan juga keluarga Ana. Tanpa mereka tahu bahwa selama ini Ana telah dirusakkan habis-habisan dan juga menahan sakit yang luar biasa akibat perlakuan Mukhlis.

Setelah mengobati luka Mukhlis, mengambilkan selimut, dan juga bantal, ibu Ana pun mengambilkan makan dan menyuruh Ana untuk menyuapinya. Ia juga membuatkan teh.

Tak lama kemudian, Ana menelepon orang tua Mukhlis dan memberitahu tentang kabar Mukhlis sekarang. Setelah itu, ayah Mukhlis beserta temannya pun segera bersiap untuk pergi ke rumah nenek Ana untuk menjemput Mukhlis.

Setengah jam kemudian, ayah Mukhlis telah sampai di daerah Ana. Ana pun menjemputnya di depan gang. Sesampainya di rumah nenek Ana, ayah Mukhlis langsung mengobrol bersama orang tua Ana dan menanyakan keadaan Mukhlis.

Ana yang baru saja selesai menyuapi Muklis pun dengan pelan mengatakan, “Gini, ya, bukannya apa-apa. Sekarang kamu udah tahu sendiri kejadiannya tadi. Kamu bersikeras banget pengen ke sini cuma karena pengen minta jatah, padahal kondisinya nggak memungkinkan. Aku udah bilang dari awal ke kamu, kalau nggak memungkinkan jangan dipaksa berangkat, besok 'kan masih ada hari. Ini akibatnya kalau kamu itu nggak dengerin aku, jadinya gini. Kalau kayak gini gimana? Kamu udah nggak bisa ngelamar kerja, kamu malah kecelakaan gini,” ucap Ana sambil duduk di samping Mukhlis.

“Iya, aku sadar. Bahkan aku merasa sejak aku berangkat dari rumah tadi aku ngerasa bahwa ini bukan diri aku yang sesungguhnya. Aku terlalu dikuasai oleh emosi dan juga napsu yang benar-benar seakan nyuruh aku buat harus berangkat,” jawab Mukhlis dengan nada lembut dan raut muka penyesalan.

“Ya udah nggak papa. Aku cuma minta supaya kedepannya kamu lebih dengerin aku lagi, ya. Kalau aku bilang jangan ya jangan. Takut kalau kejadian gini terulang lagi. Kamu mau nurut, 'kan?” pinta Ana dengan wajah penuh harap.

“Iya sayang, aku nurut kamu. Maafin aku, ya, karena terlalu dikuasai emosi dan juga napsu. Buat kedepannya aku akan jadi lebih baik lagi. Aku anggap kejadian hari ini sebagai pelajaran buat aku supaya lebih baik lagi ke kamu,” sesal Mukhlis serasa mengusap tangan Ana pelan.

Ana pun tersenyum lega, karena menurutnya Mukhlis mau berubah semenjak kejadian hari ini. Ia pun mengusap kepala Mukhlis dengan lembut di tempat tidur depan TV, sedangkan keluarganya sedang mengobrol bersama ayah Mukhlis dan temannya di sebelah tempat tidur itu.

Semoga kejadian hari ini benar-benar membuat Mukhlis sadar, bahwa apa yang ia lakukan selama ini salah, batin Ana penuh harap.

╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...

Salam
Eryun Nita

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang