Bab 20: Rencana Kabur

31 7 0
                                    

╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
~ HAPPY READING ~
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝


≪━─━─━─━─=== • ✠ • ====─━─━─━─━≫

Sesuai hari yang ditentukan, Ana pun sudah bersiap untuk kabur. Malam harinya ia bermaksud untuk mengemasi barang-barangnya, namun ternyata ayahnya masuk ke dalam kamar Ana untuk melihat kondisinya.

Akhirnya anak pun mengurungkan niatnya. Ia takut jika ketahuan, sehingga ia pun menunggu semua orang untuk tidur baru ia akan berkemas.

Pukul tiga pagi Ana terbangun dan langsung mengemasi semua pakaian dan juga barang-barang yang ia perlukan di dalam tasnya. Tak ada satu pun orang yang tahu soal itu karena semua masih tertidur. Setelah selesai, Ana pun lanjut untuk tidur.

Pagi harinya pukul 06.00, tiba-tiba Vina datang ke rumah Ana dan mengatakan sesuatu padanya. Ana langsung keluar kamar supaya tidak ketahuan Vina jika ia hendak kabur dan telah mengemasi barang-barang.

Sayang, Tante cuma mau pesan sama kamu, ya. Selama Tante pergi, kamu jangan keluar-keluar rumah, takut ada apa-apa. Jangan sampai perjuangan kita sampai selama ini melawan Muklis berakhir sia-sia, ucap Vina dengan senyum manisnya.

Loh, emangnya Tante mau ke mana? tanya Ana dengan terkejut.

Tante mau ke Probolinggo ke saudara Tante yang ada di sana. Saudara Tante ada yang bisa membantu menyelesaikan masalah ini karena dia orang penting di sana, ucap Vina.

Gila! Mendadak banget. Emang seserius ini masalahnya? Sampai dia keluar kota dan jauh banget itu. Dia punya rencana apa lagi? batin Ana menahan rasa penasarannya.

Oh ya udah kalau gitu, Tan. Hati-hati, ya, di jalan. Semoga selamat sampai tujuan, ucap Ana sambil bersandiwara.

Oke, Sayang. Thank you. Vina pun kembali ke rumah nenek Ana yang bernama Nenek Ami.

Secara tak sengaja, Ana mendengar orang tuanya membicarakan masalah uang, lalu memberikannya kepada Vina beberapa lembar uang seratusan ribu.

Dalam hati kecilnya ia berkata, Lah kok uang segitu banyaknya mudah banget, sih, ngasih ke Tante Vina? Sedangkan gue yang anaknya sekedar minta dibeliin bakso aja susah banget mintanya. Minta buat beli Freshcare aja kayak nggak ikhlas. Kok makin jadi kayak gini, sih? Kayaknya pilihan gue untuk kabur adalah pilihan terbaik, batin Ana sambil melihat dari jendela ruang tamu ke arah luar.

Tak lama kemudian Vina bersama Purnawan pun akhirnya pergi menaiki motor sambil membawa barang bawaan yang lumayan banyak.

Setelah itu, sesuai rencana Ana pun pamit kepada ibunya. Ia mengatakan bahwa semalam ia mendapatkan mimpi dari almarhumah neneknya, nenek dari ayahnya yang mengatakan bahwa situasinya sudah tidak benar dan menyuruh Ana untuk pergi ke rumah kakeknya di desa sebelah untuk menenangkan pikiran sejenak.

Bukannya mendukung, justru ibu Ana malah menyalahkan Ana.

Kamu itu gimana, sih? Kenapa nggak bilang dari tadi sebelum tante berangkat? Sekarang baru ngomong kok pas tante udah berangkat?

Ya kan aku baru ingat, ucap Ana mencari alasan.

Ya udah, izin aja sana coba sama ayahmu! suruh Nia dengan raut muka ketus.

Pelan-pelan Ana pun izin kepada ayahnya yang bernama Anto. Namun, Anto dengan sangat dingin dan nada yang menusuk menolak mentah-mentah permintaan izin Ana.

Gak usah! Tunggu aja nanti sampai tante sampai di rumah saudaranya. Kalau dia udah sampai, baru telepon dia boleh apa nggak,

Kamu itu loh, jadi orang jangan buru-buru. Seenaknya sendiri aja. Kalau ada apa-apa itu yang susah keluarga, yang dipentingin juga harus keluarga dulu. Mana langsung ngeluarin motor nggak bilang dulu,

Anjir! Kok ini jadi gue yang disalahin? Bambang banget itu tante gila, batin Ana.

Akhirnya Ana pun tak berkutik dan langsung pergi ke kamarnya, sementara Anto mengantarkan Nia dan adiknya yang bernama Rizki yang masih TK B pergi ke sekolah yang terletak di daerah mereka. Jaraknya tidaklah jauh, hanya 2 km.

Sementara itu di rumah, Ana langsung mengabari Wawan bahwa rencana pertama telah gagal. Akhirnya mereka membuat rencana cadangan yang akan mereka jalankan.Wawan menyuruh Ana untuk tenang, karena setelah ini ia akan datang untuk membantunya.

Sesaat kemudian, terlihat Anto telah pulang. Ia tampak memeriksa kamar Ana dan melihat barang-barang Ana telah dikemasi. Tasnya terlihat sudah penuh, namun Anto tidak melihat isi lemari yang hampir kosong.

Bahkan Anto juga tak curiga sedikit pun bahwa anak perempuannya ini benar-benar akan kabur.

Setelah ayahnya kembali ke belakang, Ana pun kembali mengirim pesan pada mmnya dan merencanakan langkah selanjutnya.

Ya! Sudah hampir satu bulan ini lamanya ayah Ana sama sekali tidak bekerja, karena Vina benar-benar mensugesti bahwa Ana benar-benar dalam keadaan tak baik-baik saja. Sehingga, butuh pengawasan khusus dan takut jika Muklis tiba-tiba datang ke rumah sewaktu-waktu dan berbuat nekat. Tentu saja semua keluarga Ana percaya saja.

Tak lama kemudian, Wawan yang ternyata merupakan seorang operator wi-fi pun datang. Ia pergi ke rumah Ana dan beralasan bahwa wi-fi di rumah Ana sedang error. Lalu ia menuju belakang untuk mengalihkan perhatian ayah Ana sambil mengotak-atik router dan juga ponselnya untuk menyeting ulang.

Sebelum pergi, Ana meletakkan selembar kertas yang berisi surat untuk ibunya yang ia letakkan di ruang tengah depan TV yang telah ia tulis sebelumnya.

Ayah, Ibu, sebelumnya maaf, ya. Aku tetap berangkat ke rumah kakek. Selama ini aku juga tidak diam, aku juga terus berdoa. Alhamdulillah Yang Kuasa telah memberikan jalan, mana yang benar dan mana yang salah. Ini niatku sudah mantap. Aku percaya dengan keyakinanku, bahwa Allah selalu menyertai keyakinan hamba-Nya. Aku yakin ini adalah jalan yang terbaik. Ibu sama Ayah tidak usah bingung, aku di rumah kakek ya sama keluargaku di sana. Aku ke sana ingin nenangin hati sama pikiran. Kalau aku udah tenang, aku bakal kembali ke rumah. Ibu sama Ayah tetap jalani aktivitas sehari-hari seperti biasanya aja. Aku di rumah kakek tidak akan ada apa-apa, kok. Aku pesan, selama aku ke rumah kakek jangan sampai ada yang masuk ke kamarku. Kalau sampai ada barangku yang hilang, orang rumah yang akan aku anggap mencurinya. Maaf Ayah, Ibu, aku nekat berangkat. Yang penting pagi tadi aku sudah pamit. Aku begini karena aku sudah tahu semuanya. Sama Allah udah diberi jalan. Ayah, Ibu, jangan mikirin aku. Aku di rumah kakek tidak apa-apa. Aku cuma minta doanya ke Ibu, semoga aku selalu diberi keselamatan oleh Allah. Aku pamit, Ayah, Ibu. Assalamualaikum....

Jujur sambil meletakkan kertas tersebut, Ana juga sambil menangis. Ia tak kuasa menahan sedih karena ia tak percaya bahwa ia benar-benar akan melakukan hal seperti ini, yang mungkin akan membuat orang tuanya sedih, kecewa, sekaligus panik.

Namun bagaimana lagi? Hanya ini cara satu-satunya untuk menyelamatkan keluarga Ana. Hanya ia sendiri yang bisa menyelamatkan keluarganya. Sehingga, mau tak mau ia harus melakukannya meskipun berat ia rasakan.

Merasa bahwa sudah aman, akhirnya Ana pun langsung mengambil tasnya. Sebelumnya ia telah mengambil sandal dan ia letakkan di kamarnya, sehingga saat ia kabur ia sudah sambil memakai sandal.

Ana membuka jendela kamarnya, lalu pergi secara diam-diam. Ia berlari menuju gang sebelah rumahnya dan mencari tempat yang sepi.

╔═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╗
• • B E R S A M B U N G • •
╚═════ ▓▓ ࿇ ▓▓ ═════╝

Sampai di sini dulu yaa...
Gimana ceritanya? Kalau bagus, jangan lupa untuk vote, comment, and share yaa.... Karena itu gratis.
See you next part😍...

Salam
Eryun Nita

ALANA: Bad Girl VS Bad Boy [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang