Hangyeom menatap rumah dua tingkat di sebrangnya dengan termenung.
Pasalnya, ini sudah pukul 23:00, dan satu-satunya balkon yang menghadap ke arahnya di lantai dua masih terlihat gelap gulita seperti beberapa jam lalu saat ia mengeceknya.
"Apa dia belum pulang?" batinnya, gusar.
Hangyeom masuk ke dalam kamar, dan mengambil teropong kecil hitam yang sudah usang, yang baru satu bulanan ini digunakannya hampir setiap hari untuk memata-matai rumah di sebrangnya.
Mengambil posisi persis seperti terakhir kali, Hangyeom mengangkat teropong itu dan di arahkannya ke depan.
Tidak ada pergerakan. Kamar itu masih kosong.
Hangyeom menghela napas. Ia baru akan menurunkan teropong miliknya saat kamar didepan sana mengeluarkan cahaya. Membuat Hangyeom terkejut, karena bersamaan dengan itu, sesosok pria dengan badan kekar yang di tunjukkannya lewat kaus oblong yang sudah sering kali di pakainya, tiba-tiba saja menyibak gorden yang juga bernuansa gelap itu. Menatap langsung kepada Hangyeom yang terpaku.
Tak lama, seseorang itu mengeluarkan sesuatu dari saku celana pendeknya. Sebuah pointer kecil yang Hangyeom tau sekali fungsinya untuk apa, di arahkan ke rumahnya. Atau, tepatnya, kepada dirinya.
Sepersekian detik setelah itu, Hangyeom benar-benar menurunkan teropongnya dan berlari memasuki kamar.
Dengan terburu-buru menutup jendela besar itu dengan kencang secara tidak sadar, yang langsung membuatnya meringis, karena takut membangunkan Hyungnya yang berada tepat di sebelah kamarnya.
Setelah di rasa sudah aman karena ini sudah lebih dari lima menit, Hangyeom mengintip dari balik gorden yang dibukanya sedikit, dan langsung agak menunduk agar tidak ketahuan saat ternyata seseorang disebrang masih berdiri disana. Dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana, dan wajah menghadap ke atas, menatap langit.
Hangyeom mengerjap beberapa kali. Baru menyadari bahwa rambut itu terlihat basah, mungkin habis keramas, di lihat dari handuk yang tersampir di lehernya.
Meneguk ludah susah payah, dengan kurang ajar Hangyeom menatap leher jenjang dengan jakun yang naik turun yang disajikan di sebrangnya.
Pose tubuh yang sudah sering kali di lihatnya, tapi tidak juga bisa bernapas dengan tenang saat melihatnya lagi dan lagi.
Hangyeom mengernyit, saat kepala itu sekarang menunduk, dengan tangan kiri yang tidak memegang pointer, yang baru Hangyeom sadari tengah memegang sesuatu, yang tak lain adalah ponsel.
"Bagaimana rasanya mendengar suara berat itu dari ponsel?"
Hangyeom tersadar dari lamunan gilanya saat di atas ranjang, ponselnya membunyikan suara tanda ada pesan masuk. Membuatnya menoleh.
Saat ponsel itu kembali diam, Hangyeom mengabaikannya dan kembali mengintip.
Menghela napas dengan lesu saat seseorang itu sudah kembali menutup jendela, dan kembali mematikan lampu. Menyisakan penerangan kecil yang Hangyeom tau berasal dari dekat ranjangnya.
"Bagaimana rasanya jika tidur di atas ranjang yang sama dengannya?"
Baiklah, baiklah, mungkin Hangyeom memang sudah gila.
Jadi daripada memikirkan yang tidak-tidak, walaupun esok adalah weekend, lebih baik Hangyeom bermain game di laptopnya.
Ia menghampiri meja nya dan kembali membuka permainan yang terakhir kali ditinggalkannya karena oknum beberapa menit yang lalu.
Satu jam kemudian, saat Hangyeom frustasi karena seluruh permainan nya kalah, Hangyeom menyudahinya dengan sumpah serapah yang pelan. Masih dengan tidak ingin membangunkan Hyungnya yang sensitif jika saat tidur.
Hangyeom bangkit, dan berjalan ke ranjang. Membanting tubuhnya disana. Ia menatap langit-langit kamarnya, sebelum memejamkan mata.
Hangyeom mengubah posisi nya menjadi miring. Ia baru akan tidur saat teringat ponsel nya yang tadi berdering.
Dengan malas, ia meraba seluruh kasurnya. Mendapati bahwa benda pipih itu ada di dekat kakinya.
Dengan mata setengah mengantuk, Hangyeom menatap ponselnya. Mengernyit saat menemukan nomor baru yang tertera disana. Membukanya, Hangyeom terkejut dan segera duduk. Ia bahkan hampir membuang ponselnya.
Bangkit berdiri, masih dengan ponsel di tangannya, Hangyeom berjalan ke arah jendela dan membuka sedikit gordennya. Menemukan bahwa hanya gelap malam yang menyambutnya.
Sekali lagi, dengan mengerjapkan mata, Hangyeom kembali membaca satu-satunya pesan yang tertera disana. Masih dengan jantung berdegup dengan kencang.
Aku tidak tau bahwa aku mempunyai tetangga baru penguntit sepertimu.
tbc.
kemarin pernah janji, bukan ke kalian kok, tp ke diri sendiri, kalo aku bakal bikin hyuk gyeom, bbrp chapter doang. tdnya mau oneshot, tp kayanya kependekan.
aku ga maksa kalian buat baca ya, karna emg ini bukan yechanjaehan. tp kl mau baca jg gpp, ku sangat berterimakasi wkwk.
lucu ya? ARGH
KAMU SEDANG MEMBACA
Selenophile (Hyuk x Hangyeom)
RomanceBerawal dari Hangyeom yang sadar bahwa rumah di sebrangnya sudah kembali di huni setelah satu tahun lebih dan bagaimana kisah di baliknya, yang penasaran bagaimana seseorang bisa hidup hanya saat malam hari. Hyuk dan bekerja adalah satu kata yang ti...