"Hyuk-ah?"
Hyuk menoleh, pada Hangyeom yang sekarang duduk di pinggiran ranjang miliknya, dengan vanilla latte yang ada dalam genggaman tangannya. Matanya mengarah pada laci di samping ranjang.
"Hm? Ada apa?" Hyuk melepaskan kausnya, dan berjalan menuju lemari, membelakangi Hangyeom. "Apa tidak enak?"
"Enak-AH!" Hangyeom menatap punggung lebar Hyuk, dan menegang seketika. Minuman yang ada di tangannya terlepas, menyebabkannya berteriak, karena panas yang membasahi tangan dan paha nya.
Hyuk menoleh saat itu juga, membiarkan lemari pakaiannya terbuka lebar tanpa mengambil suatu apapun dari sana. Ia menghampiri Hangyeom, menggenggam kedua tangannya yang memerah, dan meniupnya. Mengecupnya berkali-kali untuk mengurangi rasa panas disana. Wajahnya terlihat khawatir.
"Ada apa?" ia menahan geramannya. "Kenapa bisa tumpah?"
"Kau..." Hangyeom menunduk, menatap Hyuk yang berjongkok didepannya. "Apa yang ada di punggungmu, Hyuk-ah?"
Punggung itu menegak, untuk beberapa saat. Ketakutan itu menyeruak, membuat mulutnya terkatup rapat, dan lidahnya kelu.
"Hyuk-"
"Ah, tidak apa-apa." Hyuk kembali meniup kedua tangan Hangyeom yang masih memerah. "Itu hanya bekas luka yang aku dapat saat masih kecil."
"Sepanjang itu?"
"Ya." lalu Hyuk mendongak, menyunggingkan senyumnya. "Keren, kan?"
Tapi Hangyeom tidak ikut tersenyum. "Apakah sakit?"
Hyuk mengecup tangan kanan Hangyeom. "Sekarang tidak lagi."
"Dulu sakit?"
"Ya, sedikit." Hyuk melepaskan tangan Hangyeom, hanya untuk menepuk celananya yang juga basah. "Kita harus melepaskan celana mu, Hyung."
"Untuk?"
"Paha mu pasti juga merah." Hyuk melirik tangan Hangyeom yang untungnya tidak melepuh. "Kita harus mengeceknya. Lalu mempertimbangkan apakah harus dibawa ke rumah sakit atau tidak."
Hyuk baru akan menaikkan kaus Hangyeom, untuk membuka celananya, saat yang lebih tua justru memeluk Hyuk, erat.
Kedua lengannya mengalung di leher Hyuk, dengan kepala yang berada di atas lengannya sendiri.
Hyuk hampir limbung, jika saja kekuatan kakinya kurang dari ini.
Agak tercekat, namun Hyuk membiarkan Hangyeom melakukannya. Tangannya menepuk-nepuk punggung Hangyeom. "Hyung baik-baik saja?"
Hangyeom menggeleng. Lengannya ia panjangkan, untuk menyentuh bekas luka yang ada disana, tepat di tengah-tengah punggungnya. Panjang, dan lebar. Mengingatkan Hangyeom akan sesuatu.
"Apa ini sebuah pisau?"
Tepat sasaran.
Hyuk bahkan benar-benar limbung, jika Hangyeom tak menahannya.
Luka-luka yang selama ini coba ia simpan, kembali datang. Bersamaan dengan banyaknya ketakutan yang ia rasakan.
Seakan kejadiannya baru saja terjadi.
Seakan Hyuk masih terjebak dalam masa lalunya yang pahit.
Seakan.... Hyuk tidak bisa keluar dari lubang hitam itu.
"Siapa yang melakukannya padamu?" pertanyaan itu, Hangyeom lontarkan dengan jari yang mengelus di atas luka dengan sangat pelan, dan lembut, seakan tidak ingin menyakiti. "Apakah orangnya masih hidup?"
"Ya."
"Kau ketakutan?"
Hyuk mengeratkan pelukan nya pada tubuh kecil Hangyeom. Tiba-tiba saja... perasaan ingin di lindungi muncul dalam sekejap. "Ya."
"Kau tidak bisa berteriak?"
"Ya."
"Maaf," gumam Hangyeom. Pelan, dan bergetar. "Karena tidak pernah ada disana saat kau ketakutan."
•selenophile•
Setelah perceraian kedua orang tuanya satu bulan lalu, Hyuk dan Nuna di paksa untuk ikut tinggal bersama Ayah.
Awalnya, itu baik-baik saja.
Sampai dua tahun kemudian, Ayahnya menunjukkan gejala-gejala tidak baik yang membuat Hyuk kecil dan Nuna nya ketakutan.
Pulang malam hari, dalam keadaan mabuk.
Bahkan tidak jarang ia pulang bersama perempuan yang berbeda setiap harinya, dengan pakaian seksi, yang menatap Hyuk dengan wajah mencemooh.
Lambat laun, semua keburukan itu terjadi. Ia dan Nuna yang jarang di beri makan oleh Ayah, baik karena alasan pekerjaan ataupun mabuk. Hidup setiap hari dengan bahan-bahan pokok yang ada di lemari pendingin dan air putih di rumah, mereka semakin kurus. Tidak terawat, dan mudah sakit.
Terutama untuk fisik Nuna yang lebih lemah dari Hyuk.
Satu minggu kemudian, Hyuk baru tau alasan Ayahnya berubah.
Trauma yang di alaminya setelah divorce, membuat mentalnya agak sedikit goyah. Seperti banyak berkhayal, tertawa berlebihan, dan kurangnya interaksi ia dengan dunia luar.
Sesuatu yang sangat di setujui Hyuk, saat Pamannya, adik kembar dari Ayahnya, datang bertamu seorang diri.
Menolak untuk di periksa lebih lanjut karena tidak ingin di anggap gila, akhirnya Ayah tak pernah kembali datang untuk di periksa. Membuatnya sekarang jarang terkontrol. Baik secara emosi dan kejiwaannya.
"Hyuk-ah," waktu itu, Pamannya memegang tangan kecil Hyuk, dengan sorot mata yang mampu membuat Hyuk merasa di lihat, setelah di abaikan sekian lama. "Ayo tinggal bersama Paman, untuk kesehatan mental kalian."
Yang menjadi awal dari segala macam trauma dan ketakutan yang terjadi pada hidup Hyuk, dan Nuna nya.
Sesuatu yang Hyuk lihat awal sebagai pertolongan, justru membuatnya hampir gila.
Hampir dua tahun, dan hidup Hyuk terasa seperti di neraka.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selenophile (Hyuk x Hangyeom)
RomanceBerawal dari Hangyeom yang sadar bahwa rumah di sebrangnya sudah kembali di huni setelah satu tahun lebih dan bagaimana kisah di baliknya, yang penasaran bagaimana seseorang bisa hidup hanya saat malam hari. Hyuk dan bekerja adalah satu kata yang ti...