Selenophile (17)

210 46 13
                                    

Jaehan memasuki ruangannya setelah sambungan ponselnya terputus.

Ia berdehem, untuk mengontrol suaranya yang sekarang agaknya terdengar mencicit hanya karena Yechan mengatakan bahwa ia merindukan Jaehan dan menunggu Jaehan di apartemen nya.

Jaehan memang jarang sekali mengunjungi Yechan bahkan sedari dulu saat pria yang lebih muda itu memutuskan untuk tinggal sendiri menjauh dari orang tua.

Alasan pertamanya adalah karena Jaehan menganggap Yechan hanya anak Ibu yang tidak bisa hidup sendiri. Terlebih, usia ia dan Yechan memang jauh.

Satu minggu setelahnya, setelah Jaehan mengatakan itu beberapa tahun silam, Yechan langsung pindah dan menjauh dari kedua orang tuanya.

Awalnya, Ayah dan Ibu Yechan bahkan sampai meminta tolong pada Jaehan untuk menasihati Yechan untuk kembali ke rumah. Dunia luar itu keras, kata Ibu Yechan. Dan Jaehan mengangguk penuh. Buktinya, Jaehan masih betah untuk tinggal bersama kedua orang tuanya.

Tapi alih-alih membantu, Jaehan justru mengabaikan. Berpura-pura mengiyakan, padahal, ia bahkan tak pernah membahas itu pada Yechan.

Bukannya Yechan akan terbiasa hidup susah jika tak bergantung pada orang tua?

Maksudnya, Yechan hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri.

Dan terbukti, dari bagaimana Yechan bersikap dan menanggapi masalah-masalah yang datang padanya. Membuat Jaehan tidak bisa untuk tidak terpesona.

"SONG HANGYEOM, APA YANG KAU LAKUKAN?!"

Suara itu menggema saat Jaehan membuka pintu ruangan, dan melihat adik satu-satunya tengah duduk di balik meja kerjanya, dengan cermin kecil di tangan kiri, sedangkan cutter kecil di tangan kanan yang secara terang-terangan ia goreskan di pipi kirinya dengan perlahan.

Tetesan-tetesan darah mengucur dari sana. Membuat Jaehan berlari dengan cepat dan menepuk kuat kedua tangan Hangyeom. Membuat dua benda di tangannya terlempar jauh dan menghantam dinding putih disana.

Dengan tangan bergetar, Jaehan membuka laci meja nya yang paling atas, menemukan sapu tangan yang selalu ia taruh disana jika ia membutuhkan. Dan benar saja, benda itu berguna untuk menutupi tetesan darah yang terus menetes dari pipi kiri Hangyeom.

Sementara Jaehan mati-matian menahan diri untuk tidak terjatuh dan berpegang teguh pada pinggiran meja, Hangyeom justru menatap Jaehan dengan kedua matanya yang kosong.

Jaehan bahkan tak menyadari bahwa dibalik jendela dan pintu yang terbuka sedikit itu, banyak sekali telinga-telinga yang terpasang seakan ingin mendengar percakapan mereka. Tapi karena ini Jaehan, mereka memilih untuk tau diri dan kembali ke ruangan masing-masing, tanpa adanya kasak kusuk perbincangan.

Setelah hening yang agak lama, sampai Jaehan bisa menghembuskan napasnya dengan lebih tenang, Jaehan bersuara. Kali ini ia berdiri dengan kedua lututnya, mensejajarkan dirinya dengan Hangyeom. Ia berkata pelan, dan bergetar. "Ada apa, Gyeomie? Kenapa kau berbuat seperti ini?"

Ini bukan kali pertama untuk Jaehan menangani kegilaan Hangyeom. Alih-alih memarahi dan langsung membawa ke rumah sakit, Jaehan lebih memilih untuk bertanya, dan menatap. Seakan mengatakan bahwa ia salah satu orang yang bisa Hangyeom percaya.

"Gyeomie?" lagi, Jaehan memanggil, lembut. Sementara tangannya yang tadi masih menahan sapu tangan di pipi Hangyeom.

Seakan tersadar, Hangyeom menatap Jaehan didepannya. Walaupun tatapannya kosong, tapi Jaehan bersyukur ia bisa mengambil alih pikiran Hangyeom. "Oh, Jaehanie Hyung?"

"Ya, ini aku." Jaehan mengangguk, tersenyum tipis. "Ada apa? Kau sedang apa?"

Seakan terhipnotis senyum Jaehan, Hangyeom ikut tersenyum. "Aku sedang mencoba hal baru, Hyung."

"Mm?" Jaehan menggigit bibirnya, dan menahan napas saat mengatakan hal selanjutnya. "Apa hal baru yang kau coba sekarang?"

"Katanya," Hangyeom menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi Jaehan, membuat tangan Jaehan mengikuti. "Kulit pipiku terlalu lembut dan seperti bayi."

Alis Jaehan terangkat. Terlebih, kedua mata Hangyeom kembali terlihat kosong. "Siapa yang mengatakannya?"

Seakan tidak mendengar, Hangyeom melanjutkan. "Dan itu agak sedikit membuatnya tidak nyaman."

Hening.

"Apa sekarang pipi ku tidak akan selembut bayi lagi, Hyung?" Jaehan agak terkejut saat Hangyeom menatapnya tepat di mata. Dengan bibir yang sekarang melengkung lebar ke atas. "Ya, benar. Aku yakin setelah ini ia akan nyaman saat berada di dekatku. Iya, kan, Hyung?"

Di balik pintu putih yang menjulang tinggi, ada Hyuk dengan kedua tangan mengepal di kedua sisi tubuhnya. Giginya bergemelatuk. Dan kedua matanya bersinar dengan terang, dan tajam.

Satu yang ia sadari.

Bahwa ia hampir saja membunuh seseorang yang sangat di cintainya di dunia ini, selain Ibu nya yang sudah tiada.

















tbc.

Selenophile (Hyuk x Hangyeom)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang