Anak itu menyandarkan punggungnya ke salah satu pohon yang berada di ujung lorong, dengan kegelapan yang mampu membutakan mata siapapun. Yang tentu saja tidak termasuk dirinya, karena sekarang, ia bahkan bisa menatap apapun yang ada di hadapannya. Dengan mata nyalang dan telinga yang seakan melebar menangkap suara sekecil apapun.
Tubuhnya yang tinggi, bahkan untuk orang seusianya, tentu tak menyulitkannya untuk melihat ke manapun.
Menegakkan tubuh nya, dengan menahan napas, ia membuang puntung rokok nya asal, dan menginjaknya, saat menangkap suara yang muncul dari belakangnya, terpisahkan oleh tembok tinggi dan juga pohon yang masih menjadi sandarannya.
"Apa kau menemukan pria keparat itu?" suara itu menusuk telinganya, dengan keras, dan seakan memekakan.
Terdengar hembusan napas yang panjang dan sumpah serapah yang jadi balasannya. "Kedua anaknya?"
Hening.
"Aku tidak menemukan siapapun dirumahnya." sahut suara yang lain. Ia pikir, suara itu terdengar dari dua orang yang berbeda. Dan kedua suara itu jelas sudah sangat dikenalnya. "Kau yakin pria keparat itu tak membawa salah satu anaknya?"
Anak itu merasa ia melihat yang lainnya menggeleng dengan emosi yang memuncak. "Anak laki-lakinya yang sekarang sudah besar itu... sudah bisa melindungi Kakak perempuannya yang gila."
Sepatu nya yang tadi masi menginjak puntung rokok dibawahnya, ia tekan. Semakin dalam dengan rahangnya yang ikut mengeras. Bibirnya terkatup rapat, namun kepalan tangan di sisi kiri-kanannya terasa menyempitkan udara di sekelilingnya.
"Jika kita tidak bisa menangkap nya, kita harus menangkap salah satu dari anaknya, atau bahkan keduanya, untuk di serahkan pada Bos. Jika kita tidak ingin mati dengan konyol."
Setelah sumpah serapah yang kembali di lontarkan, sahut-sahutan, akhirnya langkah kaki itu bergerak menjauh. Semakin lama, suara itu semakin mengecil, sampai ia tak mendengar apapun lagi.
Anak itu terduduk, dengan kedua tangan yang sekarang berada di kepala, menjambak helai pendek rambutnya, tanpa menimbulkan suara.
Sampai terdengar bunyi daun yang gemerisik, dari arah belakangnya, ia langsung menoleh, dan berjalan mendekat, mengendap.
"Nuna sudah bangun?" tangannya yang besar mengusap poni yang hampir menusuk kedua mata indahnya. Lalu bergerak membuka lembaran kain yang tadi ia pakai untuk membekap mulut Kakak nya. Perasaan bersalah itu datang dengan cepat. "Mian, aku terpaksa membekap Nuna agar tak menimbulkan suara apapun. Apakah ada yang sakit?"
Tubuh kurus dengan kulit pucat yang terang di tengah kegelapan malam ini menunjukkan reaksinya. Menggenggam lengan nya yang kokoh, dengan wajah polos yang kini menatapnya. "Kita ada dimana?"
Suara itu terdengar pelan, dan sangat lembut. Agak parau karena efek tidur.
"Di tempat yang aman." genggaman itu berbalas. "Sebentar lagi kita akan keluar dari sini agar Nuna bisa melihat dengan jelas."
Anak itu berdiri, dengan mengangkat tubuh kurus dalam pelukannya, menempatkannya di sampingnya. Menjaga nya. Mengukungnya dari dunia yang jahat. "Apakah tidak apa-apa kita berjalan? Aku janji tidak akan lama. Jika Nuna lelah, Nuna bisa mengatakannya. Dan aku akan menggendong Nuna."
"Hyuk-ah?"
"Ya?"
"Kali ini, apa kita tidak akan tertangkap oleh mereka? Kau tau, Nuna tidak mau bertemu mereka lagi."
tbc.
hai, aku mau jawab komen sebelum part ini. hangyeom kecelakaan waktu masi kecil, aku ceritain di chapter berapa gitu lupa. mungkin kalian lupa ehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Selenophile (Hyuk x Hangyeom)
Roman d'amourBerawal dari Hangyeom yang sadar bahwa rumah di sebrangnya sudah kembali di huni setelah satu tahun lebih dan bagaimana kisah di baliknya, yang penasaran bagaimana seseorang bisa hidup hanya saat malam hari. Hyuk dan bekerja adalah satu kata yang ti...