8.Panti Asuhan

15 6 0
                                    


“Iya, iya.Maaf aku lupa ngabarin kemarin.”

Ervin terdiam kembali, kala manajernya menasehatinya dengan panjang lebar dari seberang telepon.

“Oke, makasih banyak ya Kak.” Ucapnya beberapa saat kemudian, dan kemudian mengakhiri panggilan tersebut.

‘’Siapa Vin ? ‘’ Ucap Awan yang tengah fokus mencuci alat masak dan alat makan sehabis mereka sarapan tadi.

“Manajer gue, dia khawatir karena gue ngga pulang ke asrama tadi malam, terlebih ibu gue ngehubungin dia, jadinya bikin makin khawatir dia pas tau gue ngga ada di sana juga, jadilah gue dapet pencerahan panjang lebar pagi ini.”

Awan yang mendengarnya hanya mengangguk, kemudian segera menyelesaikan kegiatan mencucinya.Ervin melirik sosok Awan yang sedang fokus dengan kegiatannya, dirinya meneguk ludahnya, kala ingin mencoba tuk menjelaskan perihal kejadian semalam kemarin.

"Wa...wan, kemarin malam..., lidahnya kembali kelu, kala ingin menjelaskan hal yang sebelumnya belum pernah ia bagi ke siapapun, tanpa sadar tangannya mengepal erat.

"Kalau kamu belum siap jangan Vin, tunggu hatimu sama pikiranmu tenang dulu, biar otakmu bisa milah mana yang perlu kamu ceritain, dan mana yang ngga.Tenang aja ngga usah buru-buru, aku siap ngedengerin kapanpun kamu siap." Ujarnya sembari berlalu meninggalkan Ervin setelah dirinya menyelesaikan kegiatan mencucinya.

Kembali perkataan Awan seakan mencoba tuk memahaminya, yang semakin membuat Ervin ingin mencoba percaya padanya dengan menceritakan rasa sakit yang selama ini ia pendam seorang diri, tapi apa ini tepat, bagaimana kalau hasilnya akan sama saja? Lamunannya buyar, kala terdengar suara Awan yang menanyakan sesuatu padanya.

"Hari ini, kamu jadwalnya kosong ngga Vin?" 

"Kosong sih, gue lagi ngga ada proyek series, job modelling sama iklan buat hari ini ngga ada, jadwal undangan juga ngga ada, terus kursus-kursus buat persiapan film hari ini juga libur, ya, jadinya gue kosong."

Awan yang mendengarnya hanya bisa mengangguk, mendengar penuturan Ervin.

"Banyak banget, apa ngga capek ya?"

Kira-kira begitulah seruan suara isi hati Awan.

"Emang kenapa, Wan?" 

"Ngga, aku mau ngajak kamu ke suatu tempat.Kamu mau?"

"Nga...ngapain ajak gue?Kan kalau lo mau pergi bisa ajak teman lo." Ucapnya dengan sedikit terbata-bata berusaha menetralisir rasa kegugupannya akibat debaran jantung aneh yang dirasakannya seperti waktu akting pura-pura di kafe, dan sedikit perasaan senang menyelimuti hatinya.

"Loh, emang sekarang aku sama kamu bukan temen?"

Skak.

Ervin bingung harus menjawab apa.

"Ohh jadi minta bantuan ke orang asing bagi kamu wajar ya Vin?"

Ervin terkejut kala dirinya disindir secara terang-terangan oleh Awan.

"Hhh, ya udah aku pergi sendiri aja kalau gitu." Ucap Awan dan segera bersiap-siap.

"Tunggu, Wan.Gue ikut."  

"Wan, kita mau kemana sih?" Ujar Ervin dengan tatapan yang fokus mengarah pada jalan sembari tangannya yang setia memegang kendali mobil.

Susah hampir empat puluh lima menit, keduanya melakukan perjalanan, hingga sekarang Awan belum memberitahukan kemana tujuan mereka.

"Nanti juga kamu tahu,Vin."

"Setidaknya, kasih tahu gue, kalau lo cuma ngarah-ngarahin terus, gue berasa jadi sopir lo, tau ngga?"

Awan hanya terkekeh kecil, dan setelahnya mengucapkan kalimat yang membuat Ervin terkejut sekaligus merasa malu.

"Kupikir dulu kamu itu cool, ternyata kalau udah deket kayaknya kamu lebih cerewet dari aku." Kata Awan seraya tersenyum mengejek ke arah Ervin yang dilihat langsung olehnya.

"Gue ngga ngerti ama nih anak."

Tiba-tiba terlintas ide jahil di benak Ervin, dia melirik Awan yang memainkan handphone-nya di kursi samping kursi kemudi, dan kebetulan sepertinya mereka akan terjebak macet sesaat,nice timing sekali menurutnya.

Ervin melantas mengambil handphone milik Awan, dan kala Awan mendongak tuk mendapatkan kembali hp miliknya dari tangan Ervin, seketika bulu kuduknya meremang, kala tangan Ervin melingkupi area pinggang atasnya dan kemudian dirinya mendekat dan membisikkan sesuatu yang membuat Awan tak dapat menahan warna merah itu untuk menjalar di wajahnya. 

"ERVINN." Kata Awan kemudian, sedangkan Ervin yang mendengarnya hanya terkekeh.

Mereka pun tiba di tempat tujuan mereka, keduanya pun turun dari mobil. Ervin sedikit terkejut kala melihat tempat yang ingin Awan datangi bersamanya, tempat dengan tulisan papan nama "Panti Asuhan Pelita Harapan".

"Yuk masuk Vin." Ajak Awan dan kemudian berjalan mendahuluinya.

Merasa aneh, karena ternyata Ervin tidak mengikutinya, dirinya membalikkan badannya, dan terkejut kala Ervin terlihat seperti orang yang sedang menghapus air matanya sesaat setelah menangis, Awan yang khawatir lantas mulai berjalan mendekatinya, kemudian dengan lembut dia memegang salah satu lengan Ervin dan berdiri di hadapannya.

"Hei, what's wrong?" Tanya Awan dengan raut khawatir.

"Eh, Awan udah dateng.Wah, sekarang bawa pacarnya ya?" Ujar seorang wanita paruh baya sembari berjalan menghampiri keduanya, Awan pun menyalami sembari memberi pelukan hangat kepadanya.

"Eh, bukan Bu, dia teman aku aja kok." Ujar Awan menjelaskan supaya tidak terjadi kesalahpahaman.

"Teman apa teman?" Ujar wanita itu dengan nada menggoda.

"Ibuuu." Rengek Awan yang merasa malu.

Ervin berusaha untuk terlihat normal kembali, dan dirinya segera menyalami yang ia yakini sebagai ibu pengurus panti asuhan ini.

"Kenalin, Bu.Saya Ervin, seperti yang Awan bilang tadi, saya temannya."

"Semoga nanti lebih dari temennya ya Nak, kamu ngga akan rugi kalau punya pasangan kayak Awan." Ucap ibu pengurus panti asuhan kepada Ervin.

"IBU." Kini, Awan tak dapat lagi menahan rasa malunya, sedangkan Ervin yang melihat itu hanya terkekeh.

"Oh, iya.Kenalin nama ibu Sari, kamu bisa panggil Bu Sari atau Bu Ari." Ujar Bu Sari seraya tersenyum hangat kepada Ervin.

"Saya Ervin Bu, salam kenal juga Bu Sari." Ujar Ervin sembari membungkukkan sedikit tubuhnya dan tersenyum, yang dibalas dengan senyuman kembali oleh  Bu Sari.

"Kalau begitu, ayo Awan,Ervin silakan masuk.Anak-anak pasti senang banget pas tau kamu ke sini Wan, apalagi bareng pacar, pasti mereka pengen tahu banget siapa calon pasangan 'kakak bersama' mereka."

"IBU." Entah sudah berapa kali dirinya dibuat merasa malu oleh wanita yang sudah ia anggap seperti ibunya di Jakarta.

"Kalau digodain gini terus, Awan duluan aja." Ujarnya dengan raut muka kesal dan berjalan meninggalkan Ervin beserta Bu Sari.

Bu Sari yang melihat itu hanya terkekeh kecil, sedangkan Ervin hanya memasang muka datarnya.

"Nak Ervin, terima kasih ya." Suara Bu Sari berhasil menarik atensi Ervin.

"Terima kasih?Terima kasih untuk apa, Bu?" Tanya Ervin yang tidak mengerti maksud dari perkataan Bu Sari.

"Terima kasih, karena telah berteman dengan Awan, karena karakternya yang pendiam, dia jadi sulit mencari teman, teman dekat apalagi, ditambah, Awan sebenarnya terlalu memikirkan sekitarnya, sampai kadang lupa dengan dirinya sendiri, jadi tolong ingati dia ya, kalau suatu saat dia menyakiti dirinya demi kebahagiaan orang sekitarnya."

Ervin hanya terdiam mendengar pernyataan Bu Sari, walau kini dalam pikirannya telah dipenuhi dengan berbagai hal.

















AccidentallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang