17. Deep talk and Sorry

12 3 0
                                    

Seorang wanita paruh baya sedang merenungkan sesuatu dalam benaknya.Sang suami yang melihat istrinya sedang memikirkan sesuatu, segera berjalan mendekati sofa dan duduk di sampingnya.

"Lagi, mikirin apa Ma?" Tanya sang suami lembut.

Sang istri tak langsung menjawab, dirinya masih terdiam dalam beberapa saat setelah sang suami bertanya padanya.

"Waktu aku tahu kabar kalau Arum ilang dan ternyata dia udah ngga ada, duniaku seakan runtuh."

Sang suami tahu kemana pembicaraan ini akan dibahas, dengan segera ia membawa sang istri ke dalam pelukannya.

"Dia anak kita satu-satunya, anak yang lahir dari rahimku, hati ibu mana yang ngga hancur pas tau anaknya dibunuh dan ngga bisa melihat mayatnya terakhir kali."

Perlahan, air mata itu mengalir di atas kedua pipinya, dan tak lama dirinya terisak di dalam dekapan sang suami.

"A...aku se...lalu ber...berha....rap ini se...mua mim...pi.Cu...ma...mim...pi."

Tangannya bergerak mengusap lembut kepala sang istri yang semakin kejar tangisannya.

"Aku harus gimana Pah?Aku juga mau nganggep Arum masih hidup tapi, kalau terus-menerus kayak gitu, aku akan tetap hidup di masa lalu."

Sang suami yang mendengar istrinya berkata dengan nada penuh lirih, tanpa sadar matanya ikut berkaca-kaca.

"Ervin Pah, Ervin.Dia sayang banget sama Arum, dia pasti terpukul banget sampe sekarang, Mamah harus gimana, Pah?"

Sang suami yang mendengarnya lantas mengecup kepala istrinya.

"Kita sama-sama berjuang ya, Ma.Papa yakin kita semua bakal bisa kembali seperti dulu." Ucapnya dengan air mata yang mulai berlinang membasahi pipinya.

Tepat setelah sang suami mengatakan itu, terdengar suara lirih sang anak.

"Mah, Pah." Ucapnya dengan memandang keduanya berkaca-kaca.

Kedua sosok itu menolehkan pandangannya ke arah sang suara, dan terkejut kala mendapati sang anak dengan matanya yang berkaca-kaca, dan keterkejutan mereka semakin bertambah saat dirinya menghampiri sang ibu dan berlutut kemudian menjatuhkan kepalanya di atas kedua pahanya.

"Maaf, maafin Ervin." Ucap Ervin dengan air mata yang senantiasa turun dari pelupuk matanya.Dirinya sungguh menyesali keegoisannya selama ini, tanpa menyadari sosok malaikatnya juga sama terlukanya.

Sang ibu yang melihat putranya dalam keadaan kacau, bergegas mengusap kepala yang berada dalam pangkuan itu lembut, dan mencium pucuk kepalanya, dan ketika mendengar isakan pilu sang putra, tanpa sadar air matanya kembali mengalir, dan pada akhirnya kedua sosok itu menangis bersama, sang kepala keluarga yang melihat momen itu hanya menyunggingkan senyumnya.

Setelah suasana mengharu biru itu selesai, dengan Ervin yang masih menyamankan kepalanya dalam pangkuan sang ibu, mulai mengatakan apa yang ingin disampaikannya, yang menjadi alasan utamanya dirinya datang ke sini.

"Waktu Ervin pertama kali dateng di keluarga Papa, Mama, sama Arum, Ervin bahagia banget, bisa punya keluarga lengkap dan harmonis, hal sederhana yang ngga Ervin punya sebelumnya."

Ucapan Ervin terhenti sesaat, dirinya memejamkan mata, menikmati sapuan lembut tangan sang ibu pada kepalanya.

"Dalam hati, Ervin berjanji akan ngebuat kebahagiaan dalam keluarga ini bertahan lama, makanya pas kejadian Arum, Ervin kecewa sama diri Ervin sendiri karena ngelanggar janji yang Ervin buat, ditambah Ervin ngga bisa percaya dengan mudah kalau Arum dah pergi tanpa ngelihat mayatnya terakhir kali, malam itu, kalau Ervin ngga ngebolehin Awan buat pergi, kalau waktu itu-

Suaranya tertahan dan semakin membenamkan kepalanya dalam pangkuan sang ibu, dirinya kembali menangis mengingat-ngingat kenyataaan bahwa dia merupakan salah satu alasan mengapa kejadian nahas ini terjadi. Sang ibu yang melihat putranya seperti itu, hanya kembali mengusap-ngusap kepalanya pelan.

"Jangan terus menyalahkan diri kamu ya, Sayang.Arum pasti sedih liat kakak kesayangannya selalu terbayang-bayang masa lalunya, maafin Mama dan Papa yang selalu ngehalangin kamu nyari keberadaan Arum, tapi kami ngga mau kamu selalu terbayang-bayang masa lalu dan pada akhirnya ragu untuk melangkah ke depan."

Perkataan lembut mamanya, membuat Ervin mengangkat kepalanya kemudian menyeka air matanya, dibawanya lembut tangan sang ibu untuk dirinya genggam dan menatap orang yang telah menjadi malaikat tanpa sayapnya yang kedua, kemudian menoleh kepada sosok di sampingnya, yang tidak ia punya sebelumnya, sosok pria pengayom dan penyayang yang dikenal dengan sebutan ayah.

Sembari menggengam tangan sang Mama, Ervin menyampaikan hal yang ingin disampaikannya pada kedua sosok kesayangannya ini.

"Ervin tahu, Mama sama Papa ngelarang Ervin ngelakuin hal itu, buat ngelindungin Ervin, tapi selama Arum belum ditemukan mayatnya, Ervin ngga bisa percaya, ditambah lagi selama pengusutan kasus Arum ada beberapa hal janggal yang nguatin kalau apa yang Ervin yakinin bahwa Arum masih hidup itu masih mungkin, Mama sama Papa inget kan, waktu itu kita yang denger dari polisi hasil interogasinya, polisi bilang kalau pelaku bersikeras ngga membunuh Arum, tapi ketika di persidangan dia ngaku dan bahkan bilang kalau mayat Arum udah dia buang ke laut, kalau misalkan dia pelakunya dari awal, dia ngga mungkin bersikeras bahwa dia bukan pelakunya sebelum adanya sidang di pengadilan, pasti ada yang ngga beres, kan?" Ujarnya seraya memandang kedua orang tuanya bergantian.

Baru sang ibu ingin mengeluarkan suaranya, suara sang ayah sudah terlebih dahulu mendahuluinya.

"Kecurigaan apapun itu kalau tidak ada bukti yang menyertainya, sama saja dengan prasangka, apa yang membuat kamu begitu yakin kalau Arum masih hidup Vin?" Ujar sang kepala keluarga itu lugas, yang diakhiri nada tanya di akhir kalimatnya.

"Sebenernya, setelah kejadian Arum, kadang Ervin selalu ngeliat Arum minta tolong dalam mimpi, tapi setiap Ervin deketin, pasti dia langsung berubah jadi kerangka...,

Ervin menjeda kalimatnya, sedangkan kedua orang tuanya masih setia mendengarkannya.

"Kalau masih satu, dua kali, Ervin rasa itu wajar, tapi dalam 4 tahun terakhir, Ervin dah ngga bisa hitung lagi.Dia selalu minta tolong, tapi begitu Ervin deketin dia langsung berubah jadi kerangka, seolah bilang ke Ervin, kalau Ervin ngga lebih cepet nemuin dia, semuanya udah terlambat."

Sang ibu yang mendengarnya tak urung berkaca-kaca matanya, berarti apa di malam-malam setelah kejadian itu?, putranya tak bisa lagi memejamkan matanya dengan tenang, sungguh malang sekali nasib putranya, segera ia melepaskan tangannya yang digenggam sang putra, dan mengusap kepala Ervin lembut.

"Kenapa, gak cerita sama papa sama mama, Sayang?Pasti ngga enak kan mimpi buruk pas tidur, 4 tahun lagi, ke depannya, cerita sama papa sama mama ya Sayang."

Ervin yang mendengar itu hanya menatap haru sosok ibu keduanya itu, kemudian tersenyum hangat.

"Makasih banyak, Ma, Pa." Ujarnya sembari menatap kedua sosok di hadapannya bergantian, yang hanya di balas senyuman hangat oleh keduanya.

"Tapi, Vin, sekedar mimpi buruk ngga akan bisa ngenuntun kita pada kenyataaan bahwa Arum masih hidup." Ujar sang ayah kemudian.

"Tenang Pa, Ervin ketemu sama orang-orang yang sekiranya bisa bantu Ervin, kok Ma, Pa, dan kebetulan dia kenal sama orang kepolisian."

AccidentallyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang