Ervin terdiam sesaat setelah mendengar pertanyaan Awan, tak lama dirinya pun terkekeh kecil."Wan, lo nyadar ngga sih, dari pertama kita kenal satu sama lain, sikap lo itu ngga kayak orang yang baru pertama kali kenal.Sikap lo yang berusaha mahamin gue dalam segala kondisi tuh kayak bukan sikap orang yang baru kenal 1,5 bulan lebih, apalagi gue ngga pernah denger lo ngungkit tentang pertemuan kita di taman malam itu."
Awan sedikit terkejut kala Ervin mengingat pertemuan pertama mereka, dirinya pikir Ervin tidak ingat dikarenakan dirinya tidak sepenuhnya sadar saat itu, tapi bukan hal yang itu yang paling mengejutkannya, melainkan,
"Gue hampir ngebunuh lo, lo seolah bersikap seperti ngga terjadi apa-apa, gue yang notabene-nya orang asing di mata lo, bisa dengan mudahnya lo ajak buat nginep di tempat pribadi lo.Sampe sekarang gue ngga ngerti jalan pikiran lo, lo itu kenapa? Apa alasan yang bikin lo kayak gini ke gue?"
Hal paling mengejutkan bagi Awan ialah di saat 'keanehannya' terbaca olehnya dan meminta penjelasan logis atas dasar apa maksudnya dia melakukan suatu hal seperti itu.Awan yang mendengar itu hanya terdiam.
"Wan." Panggil Ervin lembut ketika menyadari keterdiaman Awan.
"A...aku-,
"Kak Awan aku sama yang lain udah buat yang Kakak minta." Seorang anak perempuan berusia 5,5 tahun datang menghampiri Awan dan menyerahkan sebuah totebag mini kepadanya, yang membuat Awan tidak jadi mengeluarkan kalimat yang ingin dibicarakannya.
"Udah selesai Mit?Coba kasih tasnya ke om yang duduk di sebelah Kakak"
Dengan malu-malu anak yang bernama Mita itu menyerahkannya kepada Ervin dan berlarian kecil ke dalam rumah. Ervin yang sedikit heran dengan maksud totebag mini yang diberikan kepadanya.
"Buka aja, itu buat kamu." Ucap Awan
Ervin pun membukanya, dan dirinya terkejut kala mendapati kartu-kartu ucapan yang berisi kata-kata menyentuh dari anak-anak itu.
"Om Ervin semangat, Om ngga sendiri ada kita di sini."
"Om kalau mau Rara peluk, bilang aja ya Om."
"Om main bolanya jelek, tapi aku seneng banget bisa tanding sama Om, kapan-kapan kita main bola lagi ya Om."
"Main bola kaki udah, nanti main basket sama kita ya Om."
"Semangat Om, jangan kalah ama kita yang udah punya masa kecil yang berat dari lahir."
Dan, masih banyak lainnya yang Ervin baca, hanya kata-kata di atas sebuah kertas biasa yang dipenuhi dengan coret-coret krayon, namun mampu menggetarkan hatinya, membuat maniknya tanpa sadar berkaca-kaca dan dengan segera ia menghapus kasar air mata yang mulai mengalir di atas kedua pipinya.
"Aku bakalan ngasih jawaban atas pernyataan kamu, tapi jangan di sini ya, aku takut nanti sampe nangis tanpa sadar, terus diliat anak-anak. Jadi sekarang, kita pergi dulu ya dari sini." Ucap Awan kemudian.
Para anak-anak yang didampingi Bu Sari pun mengantarkan kepergian mereka.Awan menatap para anak tersebut, dan dirinya tersenyum.
"Oke semuanya, kalau gitu Kakak sama temen Kakak pergi dulu ya.Inget jaga kesehatan ya semuanya, kan kita mau nonton bioskop, kalau ada yang sakit berkurang dong nanti orangnya, Oke semua?"
"Oke Kak, siap." Ujar mereka kompak dengan wajah sumringah.Awan hanya tersenyum mendengarnya, namun maniknya menangkap salah seorang dari mereka yang seperti bersembunyi dan memegang erat rok yang dikenakan Bu Sari, dengan segera Awan berjalan mendekatinya dan menjongkokkan dirinya.
"Talia, kamu kenapa sayang?" Ujarnya lembut seraya mengusap kepala itu lembut, namun Talia hanya semakin menyembunyikan dirinya, membuat Awan sedikit heran menyadari sikap anak itu yang tidak seperti biasanya.Tangan Bu Sari terulur mengusap lembut kepala Talia, yang membuatnya mendongak, dengan kode anggukan Bu Sari, dirinya mulai mendekati Awan dan membisikkan sesuatu padanya, Awan hanya tersenyum setelah mendengarnya.
"Boleh banget dong sayang, tapi harus Talia sendiri ya yang ngomong.Tenang ada Kakak, kalau kamu diapa-apain nanti Kakak kasih hukuman ke dia, oke?" Ucap Awan sembari mengulurkan tangannya ke Talia.
Meski ragu-ragu, dia pun menyambut uluran tangan Awan, dan keduanya pun berjalan mendekati satu-satunya sosok lelaki dewasa di sini.Ervin yang baru saja selesai mengirimkan pesannya melalui handphone-nya sedikit bingung kala Awan berjalan bersama dengan anak kecil dalam gandengannya.
"Dia mau ngomong sama kamu." Ujar Awan yang menyadari raut wajah bingung Ervin, dirinya mundur beberapa langkah untuk memberikan ruang kepada keduanya.
Ervin menatap anak dengan tinggi selututnya itu, dengan segera dia menurunkan tubuhnya untuk menyamankan tinggi mereka.
"Kamu mau ngomong apa?" Ujar Ervin dengan nada lembut.
"A...aku mau dipeluk Om, karena ngga pernah ngerasain dipeluk sama Ayah, aku pengen ngerasain dipeluk ama orang-orang tinggi kayak Ayah, boleh ngga Om?"
Tatkala permintaan anak itu terdengar, Ervin hanya termangu, maniknya berkaca-kaca tapi ia tidak boleh menangis di hadapan anak kecil satu ini, dengan segera dia menggantinya dengan senyuman hangat.
"Boleh."
Talia yang mendengarnya langsung mendekap leher Ervin, Ervin yang melihat itu hanya tersenyum dan dengan pelan tangannya mulai bergerak untuk mendekap sosok mungil itu, Talia semakin senang tatkala Ervin mendirikan kakinya hingga sekarang dirinya telah nyaman dalam gendongan Ervin dan melihat dunia dari sudut yang lebih tinggi,
"Gimana, seru kan ngeliat dari ketinggian kayak gini?"
"Iya Om, aku suka." Ujarnya dengan senyum sumringah menghiasi wajahnya.
"Mau lebih tinggi ngga?"
"Emang bisa Om?" Ujar Talia menatap Ervin bingung.
"Bisa, lihat nih."
Kegembiraan Talia bertambah tatkala Ervin menaruhnya di atas kedua pundaknya dan memegang kedua tangannya kemudian berjalan ke sana dan ke mari, membuat Awan dan Bu Sari tersenyum mendengarnya.
Beberapa anak lain mulai mendekati keduanya dan meminta Ervin untuk melakukan hal yang sama terhadap mereka,Awan dan Bu Sari mencoba untuk menenangkan mereka dengan mengatakan bahwa keduanya harus pulang karena hari sudah mulai sore.Awan dan Ervin sudah memasuki mobil, Ervin membuka kaca mobil itu sebelum melaju.
"Dadah semuanya, nanti Awan sama aku main ke sini lagi ya."
"Inget kalian mau nonton, jaga kesehatan jangan sampe sakit." Awan yang duduk di samping Ervin berbicara dengan agak keras agar suaranya terdengar dan ditangkap oleh telinga mereka.
"Oke Kak Awan siap." Ujar anak-anak itu kompak dengan nada riang.
Mobil Ervin pun melaju meninggalkan panti asuhan itu.
Pada akhirnya keduanya memutuskan untuk kembali ke tempat Awan, hanya itu tempat yang menurut keduanya, mereka bisa saling bebas bicara dan menyalurkan emosi tanpa harus mengganggu privasi orang lain. Setelah Awan menyiapkan teh hangat dan camilan untuknya dan Ervin, keduanya mulai duduk bersampingan di sofa pada ruang tamu.
"Kamu mau tau kan kenapa aku kayak gini, dan alesan semua hal yang aku lakuin ke kamu?" Ucap Awan memulai pembicaraan.
Ervin hanya terdiam, pandangannya fokus pada meja di depannya,namun telinganya tetap terpasang untuk mendengarkan apa yang akan Awan katakan.
"Karena aku rasa kamu sama aku memiliki kemiripan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Accidentally
Genç Kız Edebiyatı"해안이 보이지 않는 것을 이겨낼 용기가 없다면 절대로 바다를 건널 수 없다." Haeani boiji anneun geoseul igyeonael yonggiga eopdamyeon jeoldaero badareul geonneol su eopda. "Kamu tidak akan pernah bisa menyeberangi lautan luas sampai kamu memiliki keberanian melupakan pantai."