18. Ayah

853 66 10
                                    

Bulir air mata tanpa izin mulai jatuh membasahi punggung tangan kekar milik pria yang kini berdiri di sebelah cribe dimana si bayi, Marc sedang tertidur lelap.

Nanon juga baru saja terlelap beberapa menit yang lalu sebelum pria itu datang, hanya ada Nanon, Marc dan pria itu di ruang inap Nanon.

"Maaf." Kata itu keluar dari mulut laki laki bertubuh kekar dengan mata teduh mirip seperti nyonya Jongcheveevat.

Ia raih tubuh mungil si bayi yang memiliki paras mirip dengannya untuk ia gendong penuh kasih sayang.

"Ini ayah, nak. Maafin ayah."

Ia kecup berulang kali kening si kecil dengan rasa sedih bercampur bahagia.

Si kecil mulai merengek karena pria itu menghujani wajah mungilnya dengan kecupan kasih sayangnya.

"Sssstt...Jangan berisik, nak. Papa lagi tidur." Ujarnya.

Nanon mulai terbangun karena tangis si bayi. Ia mengerjapkan matanya berkali kali berusaha mengenali siapa pria yang tengah berdiri membelakanginya sambil menggendong Marc.

Sesaat kemudian Nanon tersentak, tubuhnya bergetar hebat melihat siapa yang kini berbalik menghadap kearahnya.

"O-ohm?"

Ohm terdiam, kedua matanya beradu tatap dengan laki laki manis yang ia ajak bertukar cincin kurang dari satu tahun lalu itu.

"Nanon."

Nanon buru buru beranjak dari ranjangnya hendak mengambil kembali Marc dalam gendongan Ohm namun belum satu kali ia melangkah rasa nyeri pasca operasi membuat Nanon meringis hampir terjatuh jika saja Ohm tak meraihnya.

"Hati hati. Bekas operasi kamu belum pulih total, Non."

"Jangan sentuh gue ataupun anak gue!" Sarkas Nanon.

Nanon menepis tangan Ohm dari pinggangnya kemudian berusaha mengambil alih Marc dari tangan Ohm namun Nanon tak punya cukup tenaga untuk melawan Ohm yang jauh lebih kuat darinya.

"Akh!" Ohm mendorong sedikit keras tubuh Nanon dari dekat Marc.

"Dia juga anak gue! Gue berhak nyentuh dia, Non!"

"Dia bukan anak lo! Marc cuma anak gue! Jangan sekalipun lo mengakui Marc sebagai anak lo setelah apa yang lo perbuat selama ini!" Nanon berteriak cukup keras hingga membuat Marc menangis semakin kencang.

Nanon meringis, ia menahan rasa sakit di bekas jahitan perutnya demi mengambil kembali Marc dari tangan pria bejat itu.

Nanon tak memperdulikan perban yang membungkus lukanya yang mulai mengeluarkan darah segar. Ia hanya peduli akan anaknya, hanya Marc.

"Pergi Ohm! Balikin Marc ke tangan gue!"

"Jangan egois, Non. Marc adalah darah daging gue. Marc pewaris Jongcheveevat. Gue gak mungkin bisa jauh dari dia."

"LALU KEMANA LO SAAT GUE BERJUANG MATI MATIAN UNTUK SEMBUH DAN MELAWAN SEMUANYA SETAHUN BELAKANGAN INI, TUAN JONGCHEVEEVAT?!"

"KEMANA LO SAAT GUE BUTUH SOSOK PENDAMPING DI MASA KEHAMILAN GUE?!"

"Lo memilih menikah dan melanjutkan garis keturunan Jongcheveevat bersama orang lain yang bukan gue, Ohm! Lo lecehin gue dan lo pergi gitu aja seakan gue cuma jalang pemuas lo aja!"

"BAHKAN DISAAT GUE KETABRAK BUAT NYELAMATIN ANAK LO DENGAN WANITA ITU LO LEBIH MEMILIH PERGI SAMA MEREKA DARIPADA HARUS LARI NYELAMATIN GUE, OHM PAWAT!"

Nafas Nanon menggebu, ia tatap laki laki tak berperasaan itu dengan penuh rasa amarah dan air mata kecewanya,

"Saat gue berperang dengan rasa takut pun gue harus berperang seorang diri, Ohm."

StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang