Bab 1. Pembawa Sial

69 37 27
                                    

" Kamu anak yang kuat, jangan menyerah," Ujar pria yang di selubungi cahaya putih bersih.

" Iya kakak itu wanita terkuat bagi ade," Sahut gadis kecil yang menggandeng tangan pria tadi, ia juga terselebung cahaya putih bersih.

Mairi tersentak, ia terbangun dari tidurnya melirik ke sana kemari, wajahnya terlihat frustasi. Ia masih terduduk di atas ranjangnya, menatap foto yang terpajang di atas nakas. lama menatap foto tanpa berkata-kata akhirnya ia tersenyum pada foto itu.

" Mairi. apa kau masih tidur? bangun!" Teriak seorang wanita dari balik pintu kamar Mairi.

Mairi melirik ke arah pintu kamarnya, ia terdiam. dalam benaknya masih terngiang-ngiang perkataan sang ayah dan adiknya dalam mimpi tadi.

" Hey Mairi! dasar anak sial, apa kau sudah mati!" Teriak wanita itu kesal karena tak kunjung mendapat respon dari Mairi.

Pintu terbuka, Mairi menatap ibunya yang kini menatapnya geram.

" Apa kau tuli? aku memanggilmu dari tadi,"

" Maaf Bu,"

Yunda Almila, itu adalah nama ibu tiri Mairi, dulu wajahnya begitu bersih dan cantik untuk kalangan ibu-ibu yang sudah berumur tiga puluhan. semenjak Kematian suami dan anaknya, Yunda sudah tidak perduli lagi dengan penampilannya.

" Kau harus ingat pekerjaanmu. jangan berlagak seperti seorang putri." Tegas Yunda, lalu pergi meninggalkan Mairi.

Mairi masih terdiam di tempatnya, sesaat kemudian ia kembali masuk ke dalam kamarnya. Beberapa menit kemudian ia kembali keluar dari kamarnya dengan penampilan yang sudah rapi, ia juga sudah mengganti piyama yang ia pakai tadi dengan pakaian rumah yang sederhana namun terlihat sudah tua.

Mairi melangkah ke arah dapur, di sana sang ibu tengah sibuk mengeluarkan loyang yang berisi kue dari oven.

Mairi mengambil secarik kertas yang berisi alamat di atas meja, lalu mengangkat kotak-kotak kue yang sudah di ikat rapi.

" Aku berangkat bu," Pamit Mairi pada Yunda, tapi tidak mendapat jawaban.

Mairi melangkah keluar dari dalam rumah, saat sampai di luar rumah ia meletakkan kotak-kotak kue tersebut pada bagian belakang sepedanya, yang terdapat sebuah keranjang yang sudah terikat mati di situ. Setelah semuanya tersusun rapi ia mulai menaiki sepeda dan mengoes sepedanya keluar.

Hari masih gelap, matahari pagi belum terbit tapi ini memang pekerjaan Mairi setiap pagi, mengantarkan kue pesanan yang di buat oleh Yunda. Ia mengoes sepeda menembus dinginnya pagi.

____

Mairi kembali ke rumah setelah mengantarkan semua pesanan, sekarang matahari sudah terbit.
Mairi masuk ke dalam rumah, lalu menyerahkan uang sisa bayaran kue pada sang ibu.

Yunda yang sedang duduk di meja makan sambil meminum segelas kopi, menerima uang tersebut tanpa berkata apa-apa.

Mairi menatap ibunya sesaat, penuh keberanian akhirnya ia berkata.

" Bu, buku sekolahku sudah rusak, aku boleh minta uang ibu sedikit untuk membeli buku baru," Ucap Mairi pelan sambil menunduk.

" Apa kau bilang? ini uangku. kau juga ada kerja sampingan, pakai uangmu itu," Sahut Yunda sinis.

"Iyah bu maaf," Mairi berbalik dan pergi ke kamarnya.

***

Mairi pergi ke sekolah dengan menumpangi mobil angkut yang membawa sayuran ke pasar. Karena jalan ke pasar searah dengan sekolahnya tapi tidak sampai ke sekolah. karena mobil angkut sayuran akan berbelok dan tidak melewati sekolahnya.

Tentang MairiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang