Bab 17. Zahen ngamuk

4 1 0
                                    

Mobil Pak Budi tiba di rumah sakit. Mereka bergegas mencari perawat agar segera membawa Mairi ke ruang IGD.

Kahem mengeluarkan Mairi. Menggendongnya lalu membaringkan tubuhnya pada brankar yang di bawa oleh dua perawat pria.

"Tolongin teman saya. Saya mohon." Ujar Kahem ketika membaringkan tubuh Mairi.

Mereka pun berjalan mengikuti para perawat yang membawa Mairi ke ruang IGD. Saat tiba di depan ruang IGD, Mairi langsung di bawa masuk ke dalam, dan seorang Dokter datang lalu masuk.

Mereka pun menunggu diluar, karena tidak mungkin mereka akan ikut masuk ke dalam.

"Kahem. Tolong jelasin ke Bapak, apa yang terjadi sama Mairi?" Tanya Pak Budi.

"Saya nggak tau Pak. Saya menemukan Mairi dalam keadaan sudah seperti itu," Kahem menjawab dengan wajah penuh penyesalan.

"Sudah. Kamu yang sabar, ini bukan salah kamu. Bapak paham perasaan kamu. Kamu pasti merasa bersalah, karena dia adalah teman sekelasmu. Tapi jangan menyalahkan diri kamu, atas hal yang tidak kamu perbuat." Pak Budi berusaha menenangkan Kahem.

Tentu Kahem merasa bersalah, karena ia berpikir bahwa ini perbuatan teman sekelasnya. Ia merasa tidak bisa berbuat apa-apa, sebagai seorang pemimpin kelas. Ia juga merasa bersalah pada Zahen. Walaupun menjaga Mairi bukan keinginannya, tapi ia di minta untuk menjaga gadis itu. Tentu itu membuatnya semakin merasa bersalah.

"Kak Kahem yang tenang yah. Ini bukan salah Kakak." Ujar Riri yang duduk bersebelahan dengannya.

***

Zahen bersandar pada tembok kelas XII IPA 1, sambil menunggu jam istirahat selanjutnya. Tepat lonceng berbunyi, baru beberapa langkah guru yang mengajar kelas itu keluar, Zahen langsung menghadang para murid yang akan keluar. Ia berdiri bersandar pada pintu, sambil menatap para murid, yang menatapnya heran.

"Woi, maksud lo apaan? Kita pengen istirahat. Jangan ngehalangin." Sala satu cewek bersuara.

Risa maju ke depan, dan berdiri menghadap Zahen. Keduanya beradu tatapan, hingga akhirnya Risa mengeluarkan suara.

"Minggir!"

"Gue gak bakal minggir, sebelum gue ngasih pelajaran ke lo semua."

Zahen semakin menatap mereka tajam. Hal itu tentu membuat mereka semakin emosi dengan tingkah Zahen.

Mereka tahu, Zahen memang nakal. Sering terkena masalah, dan menjadi langganan guru BK. Tapi terkadang mereka juga muak, dengan kenakalannya. Zahen selalu membuat masalah bahkan dengan alasan yang sepele.

"Lo minggir deh, jangan berlagak nih sekolah kek punya lo." Hendru menimpali. Ia maju ke depan, dan berhadapan dengan Zahen.

"Masalah kita belum kelar. Kio masih di rawat, karena luka yang dia dapat. Lo liat aja pembalasan kita." Lanjutnya.

"Oh yah? Emangnya kalian bisa lawan gue? Kemarin aja bertiga tapi kalah." Ejek Zahen.

"Kita lihat aja nanti,"

"Minggir!" Hendru berusaha menyingkirkan Zahen dari pintu.

Zahen yang kesal pun, menghempaskan tangan Hendru yang mencoba mendorong dadanya. Dan seketika melayangkan pukulan pada Hendru.

"Maksud lo apaan?" Geram Hendru.

Ruang kelas seketika heboh, dan itu mengundang para murid dari kelas lain untuk datang melihat, apa yang terjadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tentang MairiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang