Mampir ke cafe langganan, Chelsea yang masih kelihatan shock hanya bisa diam dan terduduk lemas. Dia shock karena tak menduga atas kebohongan Ben dan juga kemarahan Agatha yang nyaris mempermalukannya. Gadis itu menghela nafas berat, ia terima secangkir teh dari Ben, lalu dia teguk sampai setengah. Wajahnya terlihat agak pucat.
Menyadari itu, Ben angkat suara. "Maafin saya ya?"
"Bapak gak perlu minta maaf," kata Chelsea. "Emang dasar sayanya aja yang gak tahu diri. Harusnya saya nolak ajakan Bapak dari awal kan? Toh, Bapak sendiri juga sudah bilang mau ketemu Bu Agatha. Tapi—"
"Jangan begitu. Saya yang salah," potong Ben.
"Tapi wajar kok kalau Bu Agatha marah. Lagian perempuan mana yang gak marah, lihat calon tunangannya jalan sama perempuan lain?" Chelsea tersenyum masam—mencoba sadar diri. "Sudah, Pak. Gak usah dibahas lagi. Setelah teh ini habis, saya pamit ya?" Chelsea jelas tidak enak hati. Bukan sungkan, tapi moodnya mendadak kacau gara-gara amukan Agatha tadi.
Ben menghela nafas. "Saya minta maaf."
"Pak—"
"Saya harus minta maaf ke kamu, Chel. Karena mungkin, ini akan jadi yang pertama," lanjut Ben.
Chelsea mengernyit bingung. "Maksudnya, Pak?"
"Kalau ini saya gak bohong." Ben berdehem. "Besok hari anniversary orangtua saya. Dan saya mau ajak kamu ketemu mereka sebagai calon istri saya," ujar Ben, membuat Chelsea semakin bingung. Kenapa harus gue? "Di umur saya yang udah gak muda lagi, orangtua saya, pengen saya cepat-cepat nikah. Padahal menurut saya, menikah itu tentang kemantapan, bukan ajang perlombaan—yang siapa cepat, dia bahagia." Chelsea setuju dengan pendapat Ben. "Tapi masalahnya, menikah bukan goals saya."
"Maaf, Pak." Chelsea meringis sungkan. "Apa karena Bapak pernah gagal?"
"Kabar yang kamu dengar soal Agnita," gumam Ben, "gak seperti itu kenyataannya."
Chelsea mengernyit. "Gak seperti itu gimana, Pak?"
"Agnita bukan mantan istri saya," tegas Ben, menatap Chelsea dengan serius. "Dia mantan tunangan kakak tiri saya. Mas Noah." Chelsea berjengit. Dia baru tahu kalau atasannya punya saudara tiri. "Lebih jelasnya saya gak bisa cerita sekarang," lanjut Ben. Chelsea makin bertanya-tanya. Gak bisa cerita sekarang, itu artinya Pak Ben bakal cerita next time?
"Ya, Pak. Gak semua tentang Bapak harus diceritakan ke saya," balas Chelsea.
"Harus, Chel!" timpal Ben, "Kamu harus tahu tentang saya."
"Hm?" Chelsea mengerutkan alis.
"Karena kamu sudah saya anggap sebagai orang terdekat. Jadi sudah sepantasnya kamu tahu soal saya." Jawaban Ben terdengar agak menggelikan di telinga Chelsea. Bagaimana mungkin Ben menganggapnya orang terdekat? Apa karena setiap hari—bahkan hampir 15 jam dalam sehari mereka selalu dekat?
Huh, entahlah.
"Dan soal Agnita ... saya tidak pernah menikah dengan dia," lanjut Ben. "Cuma pada saat itu—ketika kakak tiri saya kabur dari acara tunangan mereka, para wartawan yang meliput acara Dirgatama dan Brawijaya justru salah fokus ke saya. Terus gak tahu gimana awal mulanya, tiba-tiba mulai bermunculan artikel yang mengatakan saya mantan suami Agnita."
Jadi, Pak Ben masih perjaka ting-ting?
"Tapi, Pak, maaf ..." Chelsea meringis sungkan, "kenapa harus saya yang Bapak ajak? Bukannya sudah ada Bu Agatha calon tunangan Bapak? Maaf, Pak, kalau saya lancang."
Ben mengangguk paham. "Pertama, saya memang dijodohkan dengan Agatha. Tapi saya tidak pernah mengiyakan perjodohan tersebut. Yang artinya saya bebas kencan dengan perempuan manapun, karena saya tidak terikat apapun dengan Agatha. Dan yang kedua, cuma kamu yang bisa saya andalkan, Chel. Jadi, tolong bantu saya sekali lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chelsea; My Sexy Girl [21+] | END ✔️
RomanceChelsea Aurora is fighting for her life. Among the twists and turns she faces, she is confronted by two perverted men who are obsessed with her breasts. But despite all that, Chelsea also feels lucky to have met Benjamin Dirgatama. Dimulai: 30 Janua...