[Selesai]

6.3K 83 1
                                    

Jelang hari pernikahan, Chelsea ngotot diet ala artis Korea—yang mana pagi hanya mengonsumsi satu buah apel, siangnya singkong, dan malamnya susu, padahal tubuhnya sudah sangat proporsional. Tapi entah, sepertinya para perempuan memang memiliki tingkat ketidakpercayadirian melebihi dari rasa syukurnya. Seperti Chelsea yang menginginkan tubuh ideal di hari pernikahannya nanti, sampai calon suaminya uring-uringan karena terus mendapat laporan dari ART yang gak kalah cemas.

"Yang, kamu gak perlu ngurusin badan atau semacamnya. Kamu cantik di mata Mas. Udah ya, jangan diterusin. Mas gak mau kamu sakit, sayang. Nurut dong apa kata Mas."

"Aku baik-baik aja, Mas," kata Chelsea meyakinkan.

Jeff berdecak di seberang sana. "Yang, hari pernikahan kita nanti adalah hari spesial untuk kita. Dan kamu gak perlu merubah penampilan—atau apapun itu, oke? Cukup jadi dirimu sendiri. To be beautiful means to be yourself, you don't to need be accepted by others."

"Aku pengen kamu bahagia, yang," balas Chelsea, lirih.

"I am always happy, even just seeing your eyes and smile," timpal Jeff.

Hati Chelsea langsung luluh, ia memang mudah sekali luluh. Dan sebenarnya alasan Chelsea diet, karena dia takut mantan pacar Jeff yang diundang ke pernikahannya nanti, jauh lebih cantik. Makanya Chelsea bersikeras menurunkan berat badan, agar bentuk tubuhnya jadi lebih bagus. Tapi ternyata dia malah mendapat penolakan keras dari Jeff—juga Yeni yang semalaman panjang mengomelinya lewat telepon.

Chelsea menggersah. Begitu panggilan terputus, dia langkahkan kakinya menuju kamar. Dua hari lagi, dia akan melepas masa lajang. Dan tentunya drama LDR ini akan segera berakhir karena Chelsea bakal ikut suaminya—dimanapun pria itu singgah. Tapi, sebentar. Chelsea merasakan matanya berkunang-kunang. Gadis itu menjatuhkan diri di tepi ranjang, duduk sambil memijat pelipis yang terasa ngilu.

"Bik!" seru Chelsea, memanggil ART.

Tak lama Bik Atun datang. "Ya, Non?"

"Tolong hubungi Dokter Chitra," pinta Chelsea, meminta Bik Atun menghubungi dokter pribadinya. "Dari kemaren saya gak enak badan, terus kepala rasanya pusing banget, apalagi kemaren cuma makan satu buah apel sama minum air putih aja, soalnya mau saya ganjel pakai menu lain, gak ada yang bisa masuk," keluhnya. Memang kemarin—terhitung tiga hari dari planning dietnya, Chelsea hanya mengonsumsi apel dan air putih saja.

"Aduh, Non, ini kayaknya efek diet itu deh," simpul Bik Atun. "Udahlah, gak usah dilanjut. Lagian badan Non tuh udah bagus. Non juga cantik banget. Mau cantik yang kayak gimana lagi sih, Non?"

Chelsea mengedikkan bahu.

Bik Atun segera menghubungi Dokter Chitra.

Selagi menunggu Dokter Chitra datang, Chelsea mengirim pesan ke nomor Jeff.

Sayang, aku lagi ngga enak badan
Badanku lemes semua
Apa gara-gara diet ini ya, yang?
Kepalaku juga pusing banget

Tuh kan!!
Selesai meeting, Mas kesana

Ngga usah, yang
Aku udah panggil Dokter Chitra

Centang dua abu-abu berganti biru, tapi pesan balasan tak kunjung diterima. Chelsea meletakkan ponselnya ke atas nakas, sejurus dengan itu Dokter Chitra muncul dari balik pintu kamar—lengkap dengan peralatan medisnya. Lalu Chelsea menyapa sang dokter, sedikit berbasa-basi, lalu ia utarakan keluhannya. "Apa karena kemaren saya cuma makan apel aja ya, Dok?"

"Buah-buahan memang bagus untuk kesehatan, Mbak. Tapi tubuh manusia juga butuh asupan karbohidrat. Gak apa-apa diet, asal tahu caranya," tutur Dokter Chitra. "Dan yang perlu digarisbawahi, diet itu mengurangi porsi makan—yang dibarengi dengan pola hidup sehat. Gak cuma menghindari makanan ini dan itu."

"Iya sih, Dok. Ini salah saya karena gak riset dulu soal diet atau minimal konsultasi ke ahlinya," aku Chelsea.

Dokter Chitra mengangguk maklum. "Sudah, jangan menyalahkan diri sendiri. Mulai sekarang Mbak Chelsea harus memperhatikan kesehatan Mbak, karena gak cuma Mbak aja yang butuh gizi, tapi ..." Chelsea terdetik. Gak cuma Mbak aja? "Tapi juga janin yang ada di perut Mbak."

"Apa?!" pekik Chelsea, shock.

Ia urut lagi siklus datang bulannya. Dan ... ah, Chelsea baru ingat! Dia telat.

Chelsea menggeleng tak percaya. "Dok ... saya ..."

"Betul, Mbak. Selamat ya," ucap Dokter Chitra, meski Chelsea tahu arti dari tatapan sang dokter.

Menghela nafas, pandangan Chelsea turun ke bagian perut. Ia usap perutnya yang masih tampak rata lalu bergumam dalam hati. "Kamu ... ada di sana? Disaat Mama dan Papa belum menikah." Batinnya teriris nelangsa. Bagaimana kalau keluarga Jeff tahu? Bagaimana kalau tiba-tiba ibu Jeff membatalkan pernikahan mereka? Bagaimana nasib Chelsea dan calon bayinya ke depan?

Gadis—oh, ralat, dia bukan lagi gadis.

Perempuan yang dua hari lagi genap berusia 28 tahun itu menitikkan air mata.

Ia ambil ponselnya, mengetikkan sebuah pesan untuk Jeff.

Mas, aku hamil.

###

Sampai hampir magrib, Jeff tidak juga datang. Bahkan dihubungi pun tidak bisa. Chelsea makin panik sekaligus kesal. Antara pria itu tidak peduli atau memang ingin mundur. Chelsea menghela nafas, pandangannya turun ke perut, ia usap tempat di mana calon bayinya berada. "Sepertinya papamu gak menginginkan kehadiran kamu, tapi Mama juga gak yakin bisa ngerawat kamu." Berbicara dengan calon bayinya, air mata Chelsea mengalir satu persatu. "Tapi Mama sayang kamu, Mama pengen ketemu kamu, dan melewati hari-hari bareng kamu. Cuma ... Mama takut gak bisa ngasih kamu kehidupan yang layak."

Tangan Chelsea bergerak menghapus air mata—berusaha tegar. Tatapannya beralih ke jam dinding. Bunyi detak yang memenuhi ruangan mengiringi kesedihan Chelsea. Bersamaan dengan itu, pinggangnya dipeluk oleh tangan seseorang. Chelsea menoleh ke belakang, mendongak. Jeff ada di belakangnya, menopangkan dagu di sisi pundaknya seraya mengulas senyum. "Kenapa ngomong gitu?"

"Aku pikir Mas gak akan dateng." Rasa lega memeluk erat hati Chelsea.

Jeff menggeleng, masih sambil tersenyum. "Mas gak mungkin ninggalin kamu dan calon anak Mas," bisiknya. "Kan Mas udah janji bakal bahagiain kamu, termasuk anak-anak kita kelak. Dan kalaupun dia hadir lebih dulu, kita harus terima." Menatap manik mata Chelsea dengan sendu. "Dia bukan kesalahan, yang. Dia hadiah di hari pernikahan kita."

"Mas ... terima anak kita?"

"Pasti." Jeff mengangguk tegas.

"Tapi gimana sama Mami?" Ini yang sedari tadi jadi ketakutan Chelsea.

"Nanti kita jelaskan sama-sama ya?" bujuk Jeff lembut, "Mungkin kecewa itu ada, tapi kehadiran dia di tengah-tengah keluarga kecil kita lebih berharga." Jeff melabuhkan kecupan singkat di kening Chelsea. "Sudah ya, jangan terlalu dipikirkan. Sekarang kamu dan calon anak kita harus sehat. Sembilan bulan lagi kita ketemu dia."

Chelsea mengangguk. "Iya."

"I love you, Mama Chesy."

"Love you too, Papa Jeff."



TAMAT

Thank you udah ngikutin kisah Chesy dan Jeff. Gue tahu ini kecepetan, masih banyak kekurangan juga, tapi ini pencapaian terbesar gue. Sekali coba nulis, langsung bisa namatin.

By the way, extra chapternya gue upload di KaryaKarsa yee. Pantengin aja Instagram gue (seladahitam.wp)/follow akun ini biar tahu info-info seputar cerita-cerita gue.

See you next story!

Chelsea; My Sexy Girl [21+] | END ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang