Part 8

9.4K 560 33
                                    

Happy Reading!

Bulan demi bulan berlalu, sejak kejadian di pantai saat itu Lily tidak lagi menunjukkan rasa sukanya. Ia hanya bersikap biasa dan menjalani hari seolah tak pernah terjadi apapun. Max saja merasa heran namun disatu sisi dia merasa lega, mungkin saja Lily sudah berubah pikirnya. Dan karena itu juga Max memutuskan untuk segera menikah dengan kekasihnya.

"Iya, sayang. Aku akan mengundurkan diri setelah kita menikah." ucap Max. Saat ini dia sedang bicara dengan kekasihnya di telpon.

"Apa? Kenapa begitu mendadak. Gaji yang diberikan di sana sangat besar. Jika berhenti aku tidak yakin ada pekerjaan yang lebih baik di sini."

Max tersenyum."Kenapa pikirkan itu. Kita kan punya tabungan, kita bisa membuka usaha baru. Yang penting setelah menikah kita bisa berkumpul."

"Sayang, sebenarnya ada sesuatu yang harus aku katakan."

Max mengernyit. "Apa?" tanya Max. Nada suara kekasihnya terdengar aneh.

"Em_ sebenarnya aku memakai uang tabungan kita untuk usaha baru adikku."

Max melotot terkejut. Karena begitu percaya dengan Aini, dia mengirimkan semua uangnya kepada wanita itu. Dengan catatan harus ditabung untuk pernikahan mereka nanti.

"Kenapa tidak diberitahu aku?"tanya Max dengan nada sedikit tinggi. Dia tak melarang Aini menggunakannya namun uang itu dirinya juga punya hak. Harusnya ada ijin darinya sebelum digunakan.

"Kamu marah ya? Maaf ya sayang. Rizal bilang hanya memakai uangnya sebentar, setelah usahanya sukses akan diganti."

Max mengusap wajahnya kasar."Baiklah. Sekarang tanyakan pada Rizal kapan uangnya akan diganti?"

"Mungkin beberapa bulan lagi."

"Lalu bagaimana dengan pernikahan kita?"tanya Max. Dia sudah menunda cukup lama karena beberapa alasan dan saat siap justru ada masalah seperti ini. Tidak mungkin menikah tanpa uang.

"Kita bisa tunangan dulu, sayang. Nanti jika adikku membayar hutangnya baru kita menikah."

Max menghela napas."Baiklah. Tapi hanya acara biasa tidak ada pesta."ucap Max karena dia memang tidak punya tabungan lagi. Sedang orang tuanya? mereka sudah lama tidak berkomunikasi. Max tidak mengerti kenapa orang tuanya tidak menyukai Aini dan lebih suka membuang putra tunggal mereka.

"Iya, sayang. Kau bisa ijin pulang kan selama beberapa hari?"

"Iya." sahut Max lalu segera mematikan telponnya tanpa salam apapun. Jujur Max merasa sedikit kecewa.

Max melempar ponselnya ke atas kasur lalu menghela napas. Sampai saat ini Max masih bingung kenapa orang tuanya tidak menyukai Aini, padahal menurut Max kekasihnya itu adalah gadis yang sangat baik dan dari keluarga yang baik pula.

Sudah tiga tahun Max tidak pulang. Saat itu dia diusir karena mengajak Aini pulang dan bilang akan menikahinya. Padahal saat itu dia dan Aini sudah pacaran selama dua tahun dan tidak ada masalah. Orang tuanya hanya tidak mau mengenal Aini padahal jika kenal siapapun tidak akan mampu menolak gadis baik itu.

Max menghela napas lalu beranjak dari duduknya. Dia akan menemui tuan Revan dan meminta ijin untuk cuti. Karena uang tabungan dipinjam oleh calon adik iparnya, Max terpaksa harus tetap berkerja. Mengingat dari sekian banyak pekerjaan yang pernah dia lakukan hanya di sini bisa mendapat gaji yang layak.

"Cuti?"tanya Revan lalu menghela napas. Saat ini ada begitu banyak masalah di kantor. Revan bahkan bingung harus mengurus yang mana lebih dulu. Belum lagi menantunya yang masih koma di rumah sakit, keadaan rumah sedang tidak baik-baik saja dan Max malah meminta cuti."Sebenarnya tidak masalah jika ingin mengambil cuti tapi pastikan kau sudah ijin pada putriku."ucap Revan. Dia masih ingat bagaimana Lily merengek karena Max mengambil cuti. Dan Revan tak mau menambah masalah dengan mengijinkan Max mengambil cuti.

Max diam lalu mengangguk."Saya akan bicara dengan nona Lily."

"Sebaiknya begitu, jika putriku memberi ijin maka kau boleh cuti."putus Revan lalu melanjutkan langkahnya memasuki rumah. Max memang menunggu Revan pulang dari kantor untuk bicara.

Max menghela napas. Sekarang bagaimana caranya bicara dengan Lily. Semoga saja apa yang dipikirkan Max benar bahwa putri dari majikannya itu telah berubah.

Meski cuaca tidak mendukung, Lily tetap tersenyum manis. Untuk pertama kalinya Max mengajaknya pergi dan itu membuat Lily sangat senang.

Saat ini mereka sedang ada di pinggir jalan, tepatnya di kedai makan yang berdiri dengan tenda di samping jalan.

"Makanan enak apa yang ada di sini?"tanya Lily semangat sedang Max hanya diam. Sedari tadi dia terus memikirkan cara untuk bicara mengenai cuti.

"Kak Max!"panggil Lily membuat Max mengangguk lalu memesan beberapa makanan.

"Ini adalah makanan paling enak di sini. Nona harus mencobanya."ucap Max membuat Lily tersenyum manis.

Setelah makanan disajikan, Lily langsung saja menyantapnya dengan lahap.

"Aku tidak pernah ke sini tapi ini enak."ucap Lily setelah menelan makanannya sedang Max juga sedang makan. Lily benar makanannya enak tapi Max tidak bisa menikmatinya.

Selesai makan, Max langsung mengatakan keinginannya untuk cuti dan Lily hanya diam tanpa ekspresi.

"Hanya satu minggu, nona."ucap Max lagi membuat Lily mengalihkan tatapannya.

"Cuti untuk apa? Apa yang akan kak Max lakukan?"tanya Lily membuat Max menghela napas. Dia bingung antara jujur atau bohong. Tapi jika bohong bukankah itu bukan hal yang baik.

"Saya akan tunangan, nona."ucap Max jujur membuat Lily melotot.

"Tunangan?"

Max mengangguk."Sudah lama tertunda tapi sekarang_"

"Lakukan saja!"ucap Lily lalu berdiri dengan wajah datar.

"Nona?"kaget Max namun sebelum bisa mengatakan sesuatu, Lily sudah lebih dulu melangkah pergi dan Max hanya bisa mengikuti di belakang.

'Kak Max akan bertunangan, kau tidak boleh egois Lily.' batin Lily. Namun meski begitu tetap saja rasanya sakit. Dia ingin bersikap egois dan memaksa tapi keadaan di rumah juga sedang kacau. Mamanya pasti akan sedih jika ia juga membuat masalah.

Bersambung

My BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang