Part 19

9.5K 713 63
                                    

Happy Reading!

Lily tersenyum manis menatap cincin berlian yang melingkar di jari manisnya. Hari ini benar-benar tidak akan ia lupakan seumur hidup.

"Tidak masalah kan jika kita tidak pergi ke Paris?"tanya Max. Pasalnya setelah akad nikah tadi pagi, sore harinya dia sudah mengajak Lily untuk pindah ke rumah baru.

Lily mengangguk."Tidak masalah. Lagipula di manapun akan menjadi istimewa jika bersama kak Max."

Max menahan senyum lalu mengulurkan tangannya.

"Cincinnya sangat cantik. Terima kasih."ucap Lily lalu menyambut uluran tangan dari pria yang sudah sah menjadi suaminya itu.

Max menggenggam jemari Lily dan satu tangannya lagi menyetir.

'Apa kak Max melakukan ini karena ancaman dari papa tadi ya?' batin Lily. Pasalnya Max tiba-tiba saja menggenggam tangannya dan bersikap seolah pernikahan ini adalah hal yang juga dia inginkan.

'Jangan sampai putriku curiga tentang perjanjian kita. Kau tahu kan? Itu akan menyakitinya jika ia tahu. Dan tujuan perjanjian ini ada adalah untuk membahagiakan Lily.'

Max tersenyum tipis saat mengingat perkataan mertuanya tadi. Ya tentu saja, Lily tidak akan mencurigai apapun.

Setelah tiga jam perjalanan, akhirnya mobil yang dikendarai oleh Max memasuki sebuah halaman. Lily yang tadi sempat tertidur langsung membuka matanya begitu mobil berhenti.

"Kita sudah sampai."ucap Max lalu turun dari mobil.

Sedang Lily langsung sibuk menatap bangunan dua lantai di depannya. Rumah yang tidak besar tapi terlihat sangat nyaman.

Max membantunya membuka pintu mobil membuat Lily tersenyum.

"Terima kasih."ucap Lily lalu keluar.

"Suka dengan rumahnya?"tanya Max membuat Lily mengangguk.

"Ini rumah yang sangat indah."puji Lily lalu melangkah menuju pelataran rumah. Sedang Max di belakang hanya tersenyum kemudian menutup pintu mobil.

Lily langsung berhenti saat tiga orang muncul setelah pintu dibuka.

"Selamat datang, tuan dan nyonya. Dan selamat atas pernikahannya."ucap seorang wanita paruh baya. Sepertinya mereka bertiga adalah pelayan yang dibayar oleh Max.

"Terima kasih."ucap Lily dengan senyum lebar lalu segera merangkul lengan Max.

Lily bisa melihat seorang wanita yang mungkin berusia dua puluh lima tahun. Dan wajahnya benar-benar tidak bersahabat. Sekali lihatpun Lily tahu ia siapa.

"Ini adalah bi Rara, beliau akan memasak untuk kita. Yang itu bi Wati, beliau bertugas membersihkan dan kerapian rumah. Dan yang ini bi Nia, tugasnya hanya membantu bi Rara atau bi Wati."ucap Max memperkenalkan tiga pekerja wanita di rumahnya dan yang terakhir memperkenalkan Aini sebagai wanita bernama Nia.

Lily menyeringai lalu mengusap lengan suaminya."Aku mengerti, sayang. Kita masuk?"tanya Lily dengan mengganti panggilannya pada sang suami.

Max mengangguk lalu mengajak Lily memasuki rumah.

"Ini luar biasa, sayang. Lalu di mana kamar kita?"tanya Lily membuat Max menunjuk ke lantai atas.

Lily tersenyum lalu berlari menaiki tangga.

"Hati-hati!"tegur Max lalu segera berlari mengikuti langkah Lily menuju lantai dua.

Lily membuka pintu kamar dengan senyum lebar namun senyum itu langsung menghilang saat ia melihat isi didalamnya.

Max menutup pintu kamar kemudian menarik lengan Lily untuk bicara.

"Kenapa ada dua tempat tidur?"tanya Lily membuat Max tersenyum manis.

"Itu karena kau masih kuliah, kakak rasa lebih baik kita tidak melakukan itu,"ucap Max."Setidaknya hingga satu tahun ke depan."

Lily mengernyit lalu menggeleng."Aku tidak mau. Kenapa harus menunda melakukan itu disaat kita sudah sah. Itu tidak adil."

Max memegang pundak Lily."Hanya untuk satu tahun. Setelah itu semuanya akan berjalan normal kembali. Lagipula kita lebih baik saling mengenal dulu dan menghabiskan waktu untuk berkencan."

Lily diam.

"Bisa kan? Untuk sementara kita akan tidur di kamar yang sama namun di kasur yang berbeda."tanya Max membuat Lily akhirnya mengangguk.

Max tersenyum lalu mengusap kepala Lily."Bagus. Sekarang istirahatlah! Kakak harus pergi keluar karena ada yang harus diurus."ucap Max lalu melangkah keluar dari kamar. Sedang Lily hanya tertawa.

Yang benar saja? Saling mengenal dan berkencan selama satu tahun.

"Aku harus melakukan sesuatu?"gumam Lily. Dan kali ini rencananya harus berjalan dengan mulus. Kalau bisa satu tembakan untuk membunuh dua target.

Lily memastikan bahwa Max sudah pergi lalu mengambil ponselnya dan jalan-jalan mengelilingi rumah.

'Aku yakin wanita itu pasti mengikutiku.'batin Lily lalu menyeringai saat bayangan seseorang terlihat dari kaca jendela di depannya.

Lily buru-buru menekan nada dering ponselnya hingga berbunyi kemudian bergerak seolah menjawab panggilan.

"Hallo, pah."

"...."

"Iya. Kak Max menyiapkan dua kasur di kamar kami."

"..."

"Lily juga tidak tahu, pah."

"...."

"hiks Lily nggak tahu harus gimana, pah. Papa bisa jemput Lily sekarang?"

"..."

"Untuk apa lagi pernikahan ini dipertahankan hiks lagipula kak Max tidak mau menyentuh Lily."

"..."

"Apa maksud papa?"

"...."

"Jadi papa menawarkan uang sepuluh milyar pada kak Max tapi ditolak?"

"..."

"Kenapa papa harus melakukan itu hiks. Pantas saja kak Max marah tadi. Papa tahukan kak Max tidak bisa dibeli dengan uang."

"...."

"Intinya kak Max menolak tidur dengan Lily, jadi uang sepuluh milyar tidak perlu papa berikan."

"...."

"Iya.. By papa."

Lily menghela napas lalu mulai akting menangis.

Sedang Aini yang sedari tadi mendengar percakapan itu segera melotot.

"Sepuluh milyar."gumam Aini lalu segera berlalu dari sana menuju kamarnya.

Brakk

Aini mengunci pintu kamar lalu mulai berpikir.

"Uang sepuluh milyar sangat banyak. Aku harus memilikinya."gumam Aini lalu berusaha berpikir. Uang itu bisa ia dapatkan jika Max meniduri istrinya. Tapi jika mereka tidur maka perjanjian satu tahun pernikahan akan dibatalkan.

"Tunggu! Bisa saja perjanjiannya sudah berubah dan Max tidak memberitahu diriku,"gumam Aini lalu berdecak."Bisa-bisanya Max menolak uang sepuluh milyar tanpa bicara padaku dulu."

Aini menghela napas lalu mengambil sebuah obat dari lacinya. Obat ini biasanya ia gunakan pada kekasihnya yang lain. Tapi malam ini akan ia gunakan untuk Max.

"Sepuluh milyar, aku datang."gumam Aini bahagia.

Sedang di kamar, Lily sedang membersihkan dirinya. Tentu saja untuk menyambut malam pertamanya yang mungkin akan diawali dengan drama.

Lily menahan senyum. Wanita itu sekarang pasti akan bergerak seperti yang ia inginkan.

Aini tidak akan menaruh curiga pada  apapun dan hanya fokus pada dua kata yaitu sepuluh milyar.

Bersambung

My BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang