Part 12

8.7K 675 34
                                    

Happy Reading!

Grepp

Max kaget lalu berusaha melihat siapa yang memeluk tubuhnya.

"Lepas, nona!"pinta Max membuat Lily berdecak lalu melepas pelukannya.

Max berbalik."Nona tidak boleh memeluk saya seperti tadi."ucap Max membuat Lily mengernyit.

"Kenapa? Kita kan akan menikah sebentar lagi."ucap Lily lalu dengan berani memeluk tubuh Max.

"Nona_"

Lily mengeratkan pelukannya."Kenapa masih panggil nona. Aku kan calon istri kak Max."ucap Lily membuat Max menghela napas. Dia memang sudah setuju untuk menikah tapi sama sekali tak menyangka bahwa Lily akan bersikap seberani ini. Bahkan gadis itu masuk ke kamar dan memeluk dirinya.

"Kenapa nona ke sini? Nona seharusnya tidak datang ke sini apalagi masuk ke kamar saya tanpa ijin."ucap Max sembari berusaha melepas pelukan Lily pada tubuhnya.

Lily tersenyum lalu melepas pelukannya secara sukarela kemudian naik ke atas tempat tidur yang biasa Max gunakan saat beristirahat.

"Nona!"tegur Max tak habis pikir. Sedang Lily hanya tersenyum manis dan mengambil guling kemudian memeluknya.

"hmm.. Aku bisa mencium aroma tubuh kak Max."ucap Lily setelah mencium guling yang ia peluk.

Max hanya bisa diam kemudian melangkah menuju kursi dan duduk di sana. Rasanya kepala Max hampir pecah karena masalah pernikahan ini. Bukan hanya Lily, tapi Aini juga membuatnya pusing dengan tak menjawab telponnya sejak tadi malam.

Lily tersenyum tipis lalu bergerak duduk."Kak Max pusing?"tanya Lily.

Max memijat keningnya."Hm."

"Mau aku pijat?"tawar Lily membuat Max melotot kemudian menggeleng. Namun percuma saja menolak karena Lily sudah turun dari tempat tidur dan menarik lengan Max menuju kasur.

"Nona!"Kaget Max membuat Lily bersikeras menarik lengan pria itu agar berbaring di pahanya.

"Tenang saja, hanya memijat kepala. Tapi nanti jika kita sudah menikah, aku akan membantu kak Max memijat yang lain juga."ucap Lily membuat Max yang sudah berbaring segera bangun kembali.

"Nona, perkataan seperti itu tidak pantas untuk dikatakan."ucap Max membuat Lily memasang wajah polos.

"Aku kan tidak salah. Nanti jika kak Max pegal atau sakit pinggang, aku akan membantu memijatnya."ucap Lily membuat Max menghela napas. Benar juga, hanya dirinya yang berpikir terlalu jauh. Sedang Lily hanyalah seorang gadis berusia dua puluh tahun yang mungkin tidak mengerti apapun.

"Ayo! Aku akan memijat kepala kak Max."ucap Lily sembari menarik lengan Max agar kembali berbaring dan kali ini dia menurut. Max yakin jika menolak juga percuma saja jadi lebih baik diam agar cepat selesai.

Lily menahan senyum saat jari-jarinya kini sudah bergerak dengan lihai di kepala calon suaminya. Sedang Max hanya diam menikmati. Jika boleh jujur, pijatan Lily memang mampu menghalau rasa sakit di kepala Max.

Max memejamkan matanya tanpa sadar hingga Lily bisa dengan mudah menikmati wajah tampan dari calon suaminya.

Kak Max sangat tampan, batin Lily lalu matanya mengarah ke tubuh dan kebagian bawah tubuh pria itu. Rasanya benar-banar tidak sabar untuk menikah.

"Kak Max."Panggil Lily.

"Hm?"Max membuka mata lalu terdiam saat melihat wajah Lily begitu dekat.

Max bahkan harus menahan napas. Sungguh tidak akan ada pria manapun yang bisa berbohong tentang hal ini. Dan Max pun begitu. Secara sadar dia akan mengatakan bahwa Lily sangatlah cantik. Bahkan sangat cantik. Wajah terawat tanpa cela dan kulit mulus tanpa noda.

Lily tersenyum membuat Max semakin terpesona. Namun sebelum semuanya menjadi kacau, Max segera bangun.

"Sebaiknya nona segera pergi dari sini."ucap Max setelah berhasil mengendalikan dirinya.

Lily mengangguk."Aku ke sini ingin mengatakan sesuatu."ucap Lily membuat Max menatap curiga.

"Ada apa lagi?"tanya Max.

Lily bergerak turun dari kasur."Kak Max tenang saja, ini bukan hal yang buruk."ucap Lily lalu merapikan rambut Max dengan lembut.

Max mengambil lengan Lily, berniat menjauhkan tangan itu dari kepalanya tapi dia malah kaget saat menyentuh telapak tangan dari putri majikannya.

Kenapa lembut sekali, batin Max. Bahkan sepertinya ini adalah telapak tangan terlembut yang pernah dia rasakan.

Lily menahan senyumnya."Papa sudah mengatur pertemuan keluarga dengan orang tua kak Max."ucap Lily membuat Max yang masih sibuk dengan pikirannya kini dibuat kaget.

"Orang tua siapa?"tanya Max cepat.

"Orang tua kakak, tentu saja. Bukankah pernikahan harus ada pertemuan keluarga."ucap Lily membuat Max menggeleng.

"Percuma saja. Mereka tidak akan datang."ucap Max.

"Kata siapa? Papa bilang sudah sepakat. Bahkan orang tua kakak yang menentukan tempat dan waktunya."ucap Lily membuat Max semakin terkejut.

"Tidak mungkin."gumam Max tak percaya.

Lily tersenyum."Apa kakak tahu di mana makan malamnya?"

"Di mana?"

Lily mendekat dan berjinjit kemudian berbisik tepat di telinga Max.

"Restoran Axim."

Deg

Max hanya bisa membeku. Restoran Axim adalah miliknya sebelum diambil alih oleh orang tuanya.

"Aku tidak tahu kalau keluarga kakak cukup terpandang di daerah Selatan. Tapi aneh sekali, kenapa kakak bekerja di sini."ucap Lily membuat Max bergerak mundur.

"Nona tidak perlu tahu."ucap Max datar.

"Jika kak Max tidak mau beritahu, tidak masalah. Lagipula aku bisa bertanya pada mama Martha."ucap Lily yang membuat Max semakin terkejut, Martha adalah nama mamanya.

"Dari mana nona__"

"Aku punya nomer ponsel mama. Tentu saja karena aku adalah calon menantunya. Kami bahkan sudah janjian akan pergi belanja besok."ucap Lily santai.

"Besok?"

Lily mengangguk.

"Kak Max mau ikut?"tawar Lily yang langsung diangguki oleh Max.

Sungguh Max sangat merindukan orang tuanya terutama sang mama.

Bersambung

My BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang