Happy Reading!
Max hanya diam menyaksikan orang tuanya bicara. Beberapa tahun ini dia bahkan tak punya keberanian untuk pulang tapi hari ini mereka ada dihadapannya dan tertawa bahagia.
Apa yang Max saksikan sekarang sangat berbeda dengan respon orang tuanya dulu ketika dia datang membawa Aini.
Apa ini karena Lily adalah anak orang kaya? Tapi setahu Max orang tuanya bukan tipe yang memandang uang ataupun harta. Sejak kecil dia selalu dididik untuk menghargai semua orang. Baik itu kaya ataupun miskin, tua ataupun muda. Asal mereka semua baik maka kita juga wajib bersikap baik.
'Apa aku melewatkan sesuatu?' batin Max lalu menoleh ke samping saat ada telapak tangan yang begitu lembut menyentuh tangannya.
Lily tersenyum manis membuat Max tertegun.
"Apa kak Max bahagia?"tanya Lily membuat Max diam. Jujur saja Max tidak tahu. Tapi untuk sesaat dia secara tak sengaja sering melupakan Aini. Apalagi melihat orang tuanya, rasanya Max ingin semua yang terjadi saat ini tidak akan pernah berubah.
Max balas tersenyum. Untuk saat ini hanya itu yang bisa dia lakukan.
Setelah pertemuan keluarga, Max ikut pulang ke rumah orang tuanya.
"Mama tidak menduga jika kau akan menikah dengan gadis yang pernah menolong mama dulu."ucap Martha begitu mereka memasuki rumah.
"Maksud mama?"tanya Max.
Hardi duduk di sofa."Mamamu pernah hampir kecelakaan dan gadis itu yang menolong. Papa rasa calon istrimu tidak mengingatnya lagi karena kejadiannya sudah cukup lama."
Martha mengangguk."Sudah dua tahun. Wajar jika Lily tidak mengingat mama. Tapi mama sebagai orang yang ditolong mana mungkin melupakannya."
Max menghela napas lega."Lain kali mama harus hati-hati."ucap Max. Sekarang dia paham kenapa orang tuanya langsung setuju saat tahu tentang Lily.
"Sangat sulit menemukan gadis cantik sebaik itu di zaman seperti ini. Karena itu mama sangat bersyukur ia akan menjadi menantu di rumah kita. Tapi meski masuk sebagai istrimu, Lily akan disambut sebagai putri rumah ini."ucap Martha membuat Max diam. Jika sudah seperti ini, Max malah mengingat perjanjian yang dia tandatangani.
Bagaimana jika orang tuanya tahu tentang perjanjian satu tahun yang dia setujui?
Max mengusap wajahnya. Bukan hanya orang tuanya tapi bagaimana jika Lily juga tahu. Gadis itu terlihat sangat bahagia tadi dan Max merasa tidak pantas untuk merusaknya.
"Selain itu, Lily juga membuat keluarga kita berkumpul lagi."ucap Martha lalu tersenyum.
"Papa rasa Lily adalah gadis pembawa berkah."ucap Hardi menyahut.
"Bagaimana tidak? Lily dibesarkan di keluarga baik-baik. Apa papa lihat orang tuanya tadi. Mereka adalah keluarga yang sangat harmonis."
Max hanya diam. Padahal banyak hal yang terjadi di rumah itu. Tapi ya, jika ini tentang keharmonisan, Max bisa menyetujui itu. Namun tetap saja tidak ada keluarga yang sempurna.
Calon ayah mertuanya itu mungkin telah menjadi suami dan ayah yang baik. Tapi untuk menjadi manusia bagi orang lain, mungkin belum.
"Pergilah ke kamar dan istirahat!"ucap Martha pada putranya.
Max mengangguk lalu berdiri."Kalian juga."ucap Max kemudian melangkah menuju kamarnya.
Di dalam kamar, Max langsung mengeluarkan ponselnya ingin menghubungi Lily. Karena gadis itu tadi berpesan agar dihubungi ketika tiba di rumah. Dan Max tidak mau diomeli karena tidak melakukannya. Namun belum sempat menekan tombol panggil, ponselnya sudah lebih dulu berdering.
Max menahan senyum saat melihat siapa yang menelponnya.
"Hallo say.."
"Sayang, apa kau punya uang? Aku perlu lima juta untuk modal tambahan Rizal."
Max diam lalu melangkah menuju tempat tidur.
"Bukankah semua tabungan kita sudah digunakan. Apa masih kurang?"
"Aku tidak tahu. Tapi kata Rizal masih perlu dana sekitar lima juta karena itu aku bilang akan menanyakan padamu dulu."
"Aku tidak punya uang sebanyak itu."ucap Max akhirnya.
"Bohong. Sayang, itu kan hanya lima juta. Kamu bisa minta calon istrimu yang kaya itu atau pinjam dengan teman dulu. Sungguh ini sangat mendesak. Rizal butuh untuk tambahan dana."
"Akan ku usahakan."Ucap Max akhirnya.
"Bagus. Sebenarnya aku menelpon karena merindukanmu. Apa kau juga merindukanku?"
Max berbaring."Hm"
"Iya atau tidak?"
"Ya."
"Baguslah. Aku mencintaimu dan transfer uangnya segera."
"Iya. Akan ku transfer sekarang." ucap Max lalu segera mematikan telponnya.
Seratus dua puluh juta dan sekarang minta tambahan lima juta. Max bahkan tidak tahu bisnis apa yang sedang dijalankan oleh Rizal.
Saat Max sedang melamun, ponselnya kembali berdering dan kali ini dari Lily.
Max segera menjawab panggilan itu karena takut gadis itu akan mengomel karena panggilannya tidak segera diangkat.
"Iya, nona?"
"Nona? Aku ini calon istri dan ibu dari anak-anak kak Max. Masa masih dipanggil nona."
Max menahan senyum saat mendengar nada suara manja Lily. Bahkan tanpa melihat Max yakin wajah Lily pasti sangat imut karena merajuk.
"Lalu mau dipanggil apa?"tanya Max yang mulai mencari posisi nyaman untuk bicara.
"Em sepertinya pembicaraan penting seperti ini tidak bisa kita lakukan di telpon. Bagaimana jika kak Max ke sini dan kita bicara."
Max tertawa. "Ini sudah malam."
"Malam itu hanya tidak ada cahaya matahari tapi mobil kan masih bisa jalan."
"Besok saja. Kita bisa bicara besok." putus Max.
"Benarkah? Baiklah. Ini sudah jam sebelas malam berarti satu jam lagi sudah besok. Kak Max mau ke sini jam satu atau jam dua?"
Max akhirnya tak bisa menahan tawanya.
"Kok kak Max ketawa sih? Aku kan serius."
"Besok, jam dua siang."
"Tapi..
Sayang, sudah waktunya tidur. (Mawar)
Sebentar lagi, mah.
Sebentar lagi itu kapan? Kamu sudah habiskan susu tadi? (Mawar)
Ih mama, Lily lagi telponan sama kak Max."
Max hanya tertawa. Gadis yang masih dibawakan susu sebelum tidur dan diingatkan tidur oleh mamanya akan menjadi seorang istri.
Benar-benar lucu.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bodyguard
RomanceHarap bijak memilih bacaan! Nama Calla Lily diberikan sebagai lambang kecantikan dan kesucian oleh Revan dan Mawar untuk putri mereka. Ya, Lily memang tumbuh menjadi gadis yang cantik. Tapi suci? Entahlah. Bagaimana bisa ia dikatakan suci setelah me...