"Tai, Dib. Gue gak paham. Gue paling gak bisa kalau tentang Matematika," Ucap Kevin sambil melihat rumus-rumus di buku paket Matematika. Ledib sedang mengajari Kevin teori Pythagoras, dan Persamaan Linear Dua Variabel di kantin.
Sebenarnya, tadi di pelajaran mapel Matematika di jam kedua, Bu Adzana atau guru Matematika dan sejarah sudah menjelaskan materi itu. Tetapi, Kevin tetap tidak mengerti. Katanya Kevin, "Orangnya kalau jelasin belibet. Gue gak ngerti."
Sudah sering sekali Ledib mengajari Kevin di mapel Matematika, dan sejarah. Karena, Bu Adzana ngajarinnya belibet, menurut Kevin. Ledib juga tidak akan menolak. Soalnya, Ledib akan ditraktir jajanan di kantin sepuasnya setelah mengajarinya.
"C², hasil dari apa?" Tanya Ledib, sambil menulis contoh soal untuk Kevin.
"A² tambah B²,"
"Betul. Coba, sebutkan... tiga Tripel Pythagoras. Masih ingat, kan? Yang disuruh ditulis sama Bu Adzana di buku tulis."
Kevin berpikir, mencoba mengingat satu per satu Tripel Pythagoras yang disebutkan Bu Adzana.
"Nomor satu, 3, 4, 5. Nomor dua, 10, 6, 4. Nomor tiga... ah! Males lah. Gue lupa,"
Kevin menaruh kepalanya di meja. Ia lelah, otaknya mungkin sudah terbakar karena rumus-rumus yang menyiksanya.
Ledib tertawa kecil sambil mengelus rambut Kevin yang berantakan, namun harum. Selang beberapa detik, ia menyodorkan buku tulis Matematika milik Kevin. Yang di salah satu halamannya terdapat soal yang sudah ditulis oleh Ledib untuk Kevin.
"Nih, buku lo. Jangan lupa, kerjain soalnya. Nanti gue lihat Minggu depan pas pertemuan mapel Matematika lagi."
Kevin mengacungkan jempolnya, sambil memberi ekspresi malas. Ia menaruh buku paket dan buku tulis Matematika-nya di meja, namun sedikit ke kiri. Mereka berdua sedang menunggu pesanan baksonya sampai. Ledib bermain HP, scroll tiktok. Kevin juga bermain HP, push rank solo, Mobile Legend.
"What's up, bro!" Dengan tiba-tiba, Malik muncul seperti hantu. Ledib kaget, Kevin juga kaget. Malik nge-join mereka berdua. Malik duduk di samping Ledib, mulai mendekat dan mengucapkan sesuatu dengan volume kecil ke Kevin dan Ledib.
"Eh, gue dapet gosip panas, nih. Dari temen sekelas gue. Jadi gini...."
Kevin mulai mendekatkan wajahnya sedikit ke Malik agar suara Malik terdengar lebih jelas. Namun, Ledib masih diam, tidak tertarik. Tapi masih mendengarkan gosip itu.
"Nayya hamil, anjir! Ternyata selama ini dia tiga Minggu gak masuk sekolah gara-gara hamil, sama dikeluarin dari sekolah. Dia habis layani om-om yang doyan cewek SMP. Gila banget, dah."
Malik bercerita dengan serius. Volumenya kecil, tidak terlalu terdengar oleh Kevin dan Ledib. Namun, mereka berdua masih paham.
Mereka berdua tidak bisa berkata-kata lagi. Ledib melongo heran, dan tidak percaya. Kevin juga terdiam, menatap Malik dengan ekspresi jijik karena gosip panas itu.
"Anjir? Serius lo, Lik? Cewek se-religius itu, mau aja main sama om-om?" Tanya Kevin. Malik mengiyakan dan mengangguk mantap. Ledib langsung memasang ekspresi jijik, sambil menutup mulutnya karena merasa ingin muntah. Ledib memang paling tidak bisa kalau membahas tentang hal yang seperti itu. Karena, kakaknya juga pernah hamil di luar nikah.
"Udah, udah. Jangan dibahas lagi. Dosa, gosipin orang. Gue juga jijik dengernya." Ucap Ledib. Malik mengangguk, Kevin menatap Ledib sejenak.
"Lo ke-ingat kakak lo, ya? Kakak lo kan—" Belum Kevin menyelesaikan perkataannya, Ledib memukul lengan Kevin dengan keras. Kevin meng-aduh kesakitan, Ledib menatap sinis.
"Jaga omongan lo ya, anjing. Gue gak mau bahas tentang begituan. Jangan sembarang nyebutin aib keluarga gue di keramaian. Gue paling benci bahas si kontol itu."
Malik menelan ludah sendiri, Kevin menatap mata sinis Ledib yang membuat hatinya sedikit tercubit. Tapi, Kevin menyadari kesalahannya. Dia segera meminta maaf.
"Maaf, Dib. Maaf banget. Gue gak bermaksud. Jangan ngambek, please."
Ledib menatap Kevin dengan tatapan datar. Namun, perlahan ia tertawa kecil, menampakkan deretan gigi yang rapi. Ia menepuk bahu Kevin, lalu mengangguk sambil tersenyum manis.
"Iya, gapapa. Gue tau kok, lo gak bermaksud." Ucap Ledib dengan senyum kecil.
***
Aku malu, mempunyai keluarga yang penuh akan aib yang menghantui pikiranku.
Sungguh. Bagaimana rasanya, disayang oleh Ayah sendiri?
Bagaimana rasanya, dianggap adik terbaik oleh Kakak sendiri?
Bagaimana rasanya, dijadikan tempat pulang paling nyaman untuk Adik sendiri?
Bagaimana rasanya, mempunyai rumah yang berisi keluarga yang lengkap?
Bagaimana rasanya, mempunyai keluarga yang cemara?
Aku tidak tahu semua rasa dari hal itu. Tapi yang pasti, akan sangat bahagia. Itu surga.Haruskah aku mengakhiri jiwa ini dulu, untuk mendapatkan hal yang berpihak kepadaku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu, Ledib Lelah. [Wijaya Wahyuda Angst Fanfiction.]
Fanfiction"Tolong, cepat ambil jiwa ini. Dekap jiwa ini dengan erat sampai nafasnya terhenti." Ledib merangkul jiwa rapuhnya. Bendungan air matanya bocor, terus menetes dan jatuh ke tangannya sendiri.