Bab 13 [Capek.]

302 41 14
                                    

"Dib, ngelamun mulu lo dari tadi. Mikirin apa?" Tanya Malik sembari menikmati satu kantong pentol Cak Kin level empat. Ledib menoleh, menatap mata Malik dengan malas.

"Mikirin Ibu gue Lik," Ledib membuang muka setelah menjawab pertanyaan Malik. Hempasan angin kencang membuat mata Ledib sedikit tertutup oleh rambut, Malik membenarkannya dengan jari-jemarinya dengan pelan.

"Kematian itu wajar, Dib. You know, enjoy your life bro. Masa remaja ini harus dinikmati. Tinggalin semua hal yang membuat lo merasa jadi kayak—kontol gitu. You deserve better sejak orok. Orang-orang jahat udah ninggalin lo, bapak sialan lo, Azre yang bangsatnya bangsat banget, and those people yang memperlakukan lo dengan tidak baik. Ayo, bangkit lagi." Ucap Malik. Entah sedang kesambet apa, tiba-tiba saja ia menjadi seorang puitis. Ledib tertawa kecil, setuju. Namun, ia masih sulit menerima kenyataan.

"Kematian itu emang wajar, ditinggal itu emang wajar. Tapi gue susah buat lepasinnya. Yang udah merangkul beribu-ribu masalah di pundak gue itu, ibu gue. Gue gak bisa ngelupain dia hanya dalam jarak waktu seminggu atau kurang,"

Keduanya saling memberi perkataan. Entah itu memberi vibes positif, atau negatif.

Pertamanya, Ledib menjadi seorang pendengar. Banyak pencerita yang bercerita ke padanya. Lelah ia menyimpan beribu-ribu cerita. Kali ini, ia yang bercerita. Giliran dia yang mencurahkan isi hatinya yang sudah terpendam lama.

"Ya, capek Lik. Cumaaa ya, gimana lagi? Duh."

"Dib, tolong. Bertahan sekali lagi, ya? Gue ada di sini." Bunyi bel masuk sudah bernyanyi nyaring.

"Balik ke kelas, yok." Ajak Malik, Ledib mengangguk pelan. Mereka kembali ke kelas mereka masing-masing.

***

"Yo, what's up? Sorry ya, gue tadi gak istirahat bareng lo. Lagi bimbel IPS. Gila, capek banget." Seru Kevin. Ledib menggeleng pelan, ia mengambil buku paket Bahasa Inggrisnya.

"Good aja. Gapapa, gue tau kok. Nanti malam keluar, gas? Mau healing bentar. Biar ini pikiran gak berisik mulu. Sumpah—kayak ada konser di dalamnya,"

"Hey, santai. Lupain masalah lo. Gas aja si! Gue malam ini sendirian di rumah. Boleh lah sekali-kali out."

Malam nanti mereka akan ke luar. Entah ke mana, pikir belakangan saja. Ledib sebenarnya ingin ke luar sendiri. Tapi, ia takut kalau ia kebablasan pulang kemalaman lalu pulang sendirian di kegelapan gang sempit.

"Kalau gak bisa sekarang, besok ya? Bisa aja nanti terakhir kalinya lo main sama gue," Ledib berbicara ngawur. Kevin langsung mengernyit, dan mencubit lengan Ledib.

Sang empu meng-aduh kesakitan, "Aduh, duh!"

"Kalau ngomong jangan ngawur, ah! Lo pikir gue gak sedih kalau lo ngomong kayak gitu?"

"I-iya, iya. Maaf. Cuma bercanda,"

***

"Kevin! Goblok ya. Kalau sampai kena gue, gue gampar lo!" Teriak Ledib. Sekarang mereka sedang berada di Timezone. Bermain melempar basket sampai mendapatkan skor paling tinggi untuk menang. Saat itu, Kevin tidak sengaja melempar basket hampir mengenai muka Ledib.

"Maaf, hehehe."

Mereka berdua asyik bermain game yang sudah disediakan di sana. Mereka melepas tawa mereka, memecah keheningan Timezone yang saat itu sedang sepi pengunjung. Mereka saling memukul, mencubit. Tetapi, itu tanda sayang. Love language mereka itu, physical attack.

"Vin, ke kafe sebelah gak sih?"

"Ayok lah, bro!"

Setelah membuang energi di Timezone, ini saatnya untuk menarik kembali energi mereka dengan secangkir kopi, dan sepotong kue keju di kafe. Tetapi, hari ini Ledib mentraktir Kevin. Entah sedang kesambet apa.

"Asli, udah makannya di kafe langganan, di traktir si cantik lagi!" Gurau Kevin sambil menyeruput kopinya. Ledib langsung mengernyit. Namun, perlahan ia tertawa juga.

Mereka berbincang-bincang. Tapi, di tengah-tengah perbincangan, ada satu lelaki berkulit sawo matang mendekati Ledib dan Kevin. Ya, siapa lagi kalau bukan Ayon.

"Hai manis. Lagi ngapain, nih?" Tanya, juga canda Ayon sembari menatap Ledib dengan cabul.

"Lagi berak." Ledib menjawab dengan kesal, sambil melahap kue kejunya. Ayon tertawa terbahak-bahak memecah bising orang-orang yang juga sedang menikmati makanan-makanan yang mereka pesan.

"Masih nanya sih lo, Yon. Tuh, lihat. Ledib pacar lo udah bete tuh,"

"Matamu, Vin! Bacot banget pacar Wulan." Ledib membalas Kevin. Kevin malah cengengesan, malah seneng di jodoh-jodohkan dengan Wulan. Anak kelas sebelah.

"Udah, udah. Gue join ya."

Yang awalnya hanya ada dua, sekarang menambah satu menjadi tiga. Mereka bertiga berbincang-bincang tentang JKT48, atau PR Minggu lalu.

***

Aku mau tidur,
Tidur selamanya.

***

Hai, semua! Kabar baik, aku udah sembuh. Dan, aku bisa up rajin lagi!

Tysm for all the support guys, love y'all banyak-banyak!!!<3

Ibu, Ledib Lelah. [Wijaya Wahyuda Angst Fanfiction.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang