Bab 20 & Epilog

474 36 12
                                    

“Dib, lo kenapa, sih? Lo udah gak masuk hampir dua Minggu  Semua guru nyariin lo, lo jadi topik trending di kelas delapan.”

"Ya gapapa, Lik. Sakit doang kok.”

“Gapapa matamu! Gue masuk rumah lo aja gak boleh. Kenapa si? Gue datengin lo besok pagi, ye! Kalau tetep gak boleh masuk, gue dobrak itu pintu rumah.” Chat berakhir. Ledib menarik nafas panjang.

Langkahnya pelan, menuju ke tengah lautan. Malam itu sepi, jam sudah menunjukkan pukul dua malam. Ledib berniat pergi ke pantai di tengah malam demi mengakhiri semua ini. Rasanya, sudah terlalu lelah untuknya berjuang sendiri.

Pasir-pasir yang diinjaknya sudah tidak kering lagi, ia hampir berada di tengah laut. Ombak laut menyembur hampir seluruh badan Ledib. Rasanya mulai sesak.

Sunyi, sepi. Tidak ada suara apa-apa lagi selain ombak. Ombaknya berisik, tapi itu membuat Ledib tenang dan terpancing masuk ke dalamnya.

“Bu, Ledib lelah. Hati ini mulai rapuh.”

Kali ini laut sudah menelan Ledib sampai leher. Sesak sekali rasanya. Ledib sudah tidak kuat untuk menahan ombak yang terus-menerus menyembur tubuhnya.
Ia mulai melemaskan tubuhnya, membiarkan ombak membawanya ke dasar laut. Gelap, dingin, menyakitkan. Itu yang dirasakan.

“LEDIB!” Seseorang berseru keras, sedikit tertutup suara ombak. Ia berlari-lari menuju tengah laut, menahan semburan ombak dengan menginjak pasir dalam-dalam. Ledib sudah jauh dari bibir pantai, susah sudah untuk digapai. Namun, seseorang menarik tangannya kuat-kuat. Ledib yang sudah tidak sadarkan diri tidak abisa melihat siapa yang menggagalkan rencana mengakhiri hidupnya.

Jika tidak ada yang akan menerimaku sepenuhnya, biar laut yang menerimaku sepenuhnya.”

-Alie Ishala Samantha

***

Ketika Ledib membuka mata, langit-langit menunjukkan ia sedang berada di kamarnya. Bau parfum yang samar-samar tercium dari orang yang tidak asing, membuatnya menoleh dengan perlahan ke kiri.

“Kevin?”

“Si tolol! Kalau mau hidup tenang, ya enggak bunuh diri juga. Gue emang benci lo, tapi gue gak bisa kalau lo udah berada di fase yang kayak gini.” Ledib hanya tersenyum kecil, menyatukan kedua tangannya.

Sorry ye.”

Lak mesti! (Bahasa Jawa Tuhkan atau Selalu aja). Masih sempat-sempatnya dah lo, gue santet mau?” Ledib menggeleng, kembali menatap langit-langit. Ia tertawa kecil sembari membenarkan rambutnya.

“Ah. Gue kira, gue bener-bener berakhir di dekapan laut. Gue kira, gak ada yang bakal nolong gue. Ternyata, ada. Gue gak nyangka gue ditolong sama monyet liar yang di jam dua malem masih jalan-jalan,” Ledib berkata dengan nada terlalu dramatis. Kevin sangat ingin menimpuk Ledib dengan bola bakso sekarang. Sudah ditolongi, bukannya terima kasih malah berkata seperti itu.

“Ngapain lo ngelakuin itu? Seberat apa pun masalah lo, jangan sampai lo nyerahin diri dan pengen cepet pulang karena capek. Lo pintar banget padahal, Dib. Tapi sekarang kayaknya lo kesambet otaknya Malik yang goblok itu.”

“Maaf, Vin. Emang lagi goblok-gobloknya. Trauma perlahan ngehancurin akal gue. By the way, maaf juga tentang nyebarin aib. Tapi, itu bener-bener bukan gue. Tapi gue juga harus minta maaf sama lo. Maaf, Vin.”

“Ah elah, yang kayak gitu gak usah dipikirin lagi mah! Tapi, lo trauma apa? Perasaan, pas lo dicolong Azre, sama emak lo mokad nggak ada trauma apa-apa,” Hati Ledib sedikit tersayat saat Kevin mengatakan hal itu. Tapi, biasanya jokes mereka ya gini.

Ledib mengangguk. “Kepo. Tanya Ayon, noh.”

“Dih? Masih gak berubah-rubah dari pertama kali kenalan,” Suasana hening sejenak. Ledib merasa, masih ada banyak orang yang mempedulikannya. Kenapa harus takut dengan satu orang dan satu trauma besar jika banyak orang yang berada di sisinya? Ledib mulai sadar, ia salah besar melakukan rencana mengakhiri hidupnya.

“Kenapa ngelakuin itu?” Tanya Kevin, sama seperti tadi.

“Karena, temen lo.”

"Megane?” Ledib menggeleng.

“Siapa?”
   
Ledib mengangkat bahu, sebagai artian tidak tahu. Kevin melongo heran, apa maksudnya?
   
“Cari tahu sendiri. Males jelasin,”
   
Kevin menarik nafas panjang. “Ya udah, serah deh.”
   
Pintu kamar Ledib terbuka dan menimbulkan suara keras, Malik memasuki rumah Ledib tanpa izin dan bilang-bilang. Ia mendorong Kevin agar ia lebih dekat dengan Ledib sampai Kevin jatuh dari kursi.
   
“Weh, Dib?! Lo gapapa?”
   
“Malik anjing! Udah bikin kaget, dorong gue sampai jatuh lagi!”
   
Kamar Ledib dipenuhi suara bising kedua orang gila sekarang. Ledib hanya diam, karena dia yang paling normal jika dibandingkan dengan dua orang itu. Ia perlahan tersenyum, ingin menimpuk mereka berdua dengan bantal.

***

   
What's up bro Ledib! Akhirnya, masuk juga lo ya. Kangen gue,” Sapaan dari ratusan siswa dari kelas delapan dan tujuh membuat Ledib agak bingung. Dua Minggu yang lalu, mereka semua memberi tatapan tidak menyamankan—kan?
   
“Aneh Vin, aneh. Ngerti kan lo?”
   
“Ya elah, lo pas itu gak masuk. Megane ketahuan kalau ngefitnah lo, terus nyebar tuh gosip baru! Sorry Dib, awalnya gue gak percaya lo.” Ledib hanya membalas dengan anggukkan kepala. Ia ingin ke kelas sekarang, ia tiba-tiba ingin berak.
   
“Vin,”
   
“Yang terakhir masuk kelas traktir bakso!”
   
“Eh, woy! Gak aba-aba dulu, si anjing!”

    “Vin,”    “Yang terakhir masuk kelas traktir bakso!”    “Eh, woy! Gak aba-aba dulu, si anjing!”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Ya, at least hidup gue tenang lagi, kan? Si Ayon-Ayon itu juga udah minta maaf sebesar-besarnya ke gue. Tapi, tetep gue jauhin. Tapi juga, yang lalu biarlah berlalu. Trauma lama kelamaan akan menjadi pasir-pasir di bibir pantai yang ditenggelamkan oleh ombak. Ah, terima kasih, Tuhan. Semoga fase kehidupan gue di masa depan lebih baik, lebih dari baik.

***


Ta, to the mat. Alias tamat.

Ya ampun! Maaf kalau udah gak serajin dulu lagi up-nya. Do you guys want a new book? Let me know.

Semoga kalian suka book aku, dan menikmatinya. Apakah ada yang harus kuperbaiki dengan skill menulisku yang ampas? Let me know....

I see, karena book ini sudah tamat, aku harus say good bye. Ya! Terima kasih atas semua dukungannya. Dari awal, sampai akhir. See you di book baru atau apa lah itu! Good bye.

 See you di book baru atau apa lah itu! Good bye

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ibu, Ledib Lelah. [Wijaya Wahyuda Angst Fanfiction.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang