Jam sepuluh, malam.
Ledib masih berjalan santai di jalanan itu. Ia masih cukup jauh dari rumahnya.
Ledib takut. Jalanan itu sudah sangat sepi. Rasa takut itu juga ditemani oleh rasa lemas dan sakit. Darah di area tangan dan kaki sudah tidak mengalir dan bercucuran di jalanan lagi. Namun, itu terasa sangat perih.
Ledib tidak mengingat apa-apa lagi, kecuali perkataan Azre tadi. Over thinking menyerang Ledib. Berisik, rasanya ingin menangis, tapi tidak bisa. Sakit, takut, itu tercampur.
Perlahan, matanya tertutup dengan sendirinya. Tubuhnya jatuh, tergeletak di jalanan sepi yang rawan. Entah siapa, yang akan menemukan jiwa lemah yang tergeletak itu.
***
Di sisi lain, pria berkulit sawo matang yang bernama Ayon itu hendak membeli beberapa jajanan dan titipan dari ibu dan ayahnya.
Malam ini, ia kehabisan stok cemilan untuk menonton film, atau sekedar untuk dimakan sambil bengong tanpa memperdulikan berapa uang yang ia habiskan hanya untuk puluhan cemilan lezat itu. Jadi, Ayon akan memborong jajanan lagi di toko yang sedikit jauh dari rumahnya.
Ibu dan Ayahnya titip beberapa barang juga. Ibunya titip garam, gula, sabun batang. Dan, Ayahnya titip rokok L.A Purple, dan L.A Ice.
Ayon menaiki motor, memutar kunci kontak dari off, ke on, lalu menstarternya.
“Bu, Yah! Ayon berangkat, ya!” Teriak Ayon dari luar rumah. Kedua orangtuanya menjawab dari dalam rumah “Iya, hati-hati!” Secara bersamaan.
Sebelum jam sepuluh berganti ke jam sebelas dan seterusnya, Ayon langsung mengegas motornya, ngebut. Biasa, anak jantan.
Lima menit kemudian, Ayon sudah berada di jalan yang sepi. Yang secara tidak langsung, itu menandakan bahwa tokonya sudah dekat. Karena, saat jalan sepi itu sudah dilewati, kita sudah menemukan satu toko serta rumah-rumah warga desa di situ.
Awalnya, semua baik-baik saja. Sampai Ayon menemukan satu lelaki berkulit putih yang tergeletak lemas, dekat rumah kosong.
Ayon yang awalnya takut kalau itu setan yang merubah penampilannya menjadi pria putih, mulai memberanikan diri untuk mendekatinya.
“Anjing. Tangannya sama kakinya berdarah gitu,” Monolog Ayon.
Ayon memarkirkan sepeda motornya di pinggir jalan. Ia turun, mencabut kunci motornya. Lalu berjalan mendekat ke arah orang yang tergeletak itu.
Ayon berjongkok. Ia mencoba merubah posisi kepala orang itu yang menghadap ke kiri, menjadi ke kanan (ke arah Ayon) dengan pelan.
Ayon yang masih memegang kepala orang itu, sadar akan sesuatu.
“Dari rambutnya, kok mirip Ledib?”
Ayon merubah posisi kepala orang itu. Saat kepala orang itu sudah menghadap ke Ayon, Ayon terkejut. Orang yang tergeletak lemas di jalanan sepi yang juga rawan itu adalah, Ledib. Temannya.
“Lah, Ledib!? Tai, pantesan lo gak datang-datang tadi, anjing.”
Ayon bergegas menelpon ayahnya. Ia menyuruh ayahnya untuk menyusul Ayon dengan menaiki mobil, untuk menghantarkan Ledib ke rumah sakit.
Saat itu, wajah Ledib terlihat pucat. Ada sedikit memar di bibirnya, keningnya, juga lehernya. Tangan dan kakinya memerah. Ayon yang hanya melihat, ikut merasakan perih karena melihat luka-luka Ledib yang tidak biasa.
“Siapa yang giniin lo, sialan.”
***
Sayup-sayup terdengar suara orang berbincang tentang jiwa yang barusan tidak sadarkan diri di jalanan sepi, di saat malam sudah menggantikan posisi pagi, sampai sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu, Ledib Lelah. [Wijaya Wahyuda Angst Fanfiction.]
Fanfiction"Tolong, cepat ambil jiwa ini. Dekap jiwa ini dengan erat sampai nafasnya terhenti." Ledib merangkul jiwa rapuhnya. Bendungan air matanya bocor, terus menetes dan jatuh ke tangannya sendiri.