"Lah, tai! Itu bakso gue, tolol. Gue kan, pilih yang level tiga!" Kevin mengomel kesal. Ia merasa, kalau baksonya terlihat lebih mengerikan. Baunya membuat Kevin ingin bersin. Malik menatap Kevin bingung, karena Malik juga memesan level tiga. Dasar Kevin. Kok malah Malik yang disalahin?
"Gue juga pilih level tiga, goblok. ketuker sama Ledib, kali? Dia kan, sering pesan yang level lima."
Ledib mengernyit heran, mengingat bahwa ia juga memesan level tiga. Ledib sekarang mempunyai penyakit lambung. Jadi, tidak boleh memakan makanan yang terlalu pedas.
"koclok. (Gila dalam bahasa Jawa.) Udah tau Ledib punya penyakit lambung, ya kali pesan yang level lima." Balas Kevin membenarkan. Malik cuma cengengesan, sambil mengunyah bakso yang masih utuh di mulut.
Kevin ngedumel karena pesanannya tertukar oleh salah satu siswa yang juga sedang istirahat di kantin. Ia memanggil Ibu Kantin, untuk membuatkan bakso lagi yang sesuai dengan pesanannya. Kevin mengembalikan bakso level lima (level setan) itu ke dapur kantin.
"Kontol. Padahal gue udah kelaparan banget." Keluh Kevin sambil menatap Ledib dan Malik yang sedang menikmati bakso mereka masing-masing.
Ledib tertawa, menyodorkan tangannya yang sedang memegang sendok, dan terdapat bakso di atasnya.
"Nih, makan. Tinggal satu bakso gue."
Kevin tidak segan-segan menerima tawaran Ledib. Ia sudah sangat kelaparan.
***
"Akhirnya, datang juga."
Setelah enam menit Kevin menunggu, akhirnya baksonya datang. Kevin langsung memakan baksonya yang masih hangat itu, sebelum bel masuk berbunyi.
Ledib sedang bermain HP, scroll tiktok. Menunggu Kevin menghabiskan makanannya. Sedangkan Malik, ia menatap sinis wajah salah satu siswa yang sedang menatap Ledib dengan tatapan tajam sedari awal ia masuk ke kantin.
Salah satu siswa yang dimaksud adalah, Azre. Dengan pasukan kroco-nya. Nevin, Asep, Samsul, Tapac, dan Marvel.
Enam siswa itu mempunyai iri hati terhadap Ledib. Siswa sempurna itu, benar-benar sempurna kalau mereka pernah mempunyai musuh yang hanya mempunyai iri hati sampai membenci siswa yang tak punya salah.
Azre adalah anak bandel, juga tukang bully. Sudah banyak korban bully Azre yang berakhir pindah sekolah.
"Woy, Dib. Lo hati-hati, ya." Pinta Malik yang masih menatap Azre. Ledib yang masih asyik scroll Tiktok pun bingung. Ledib hanya menjawabnya dengan hah? Yang berarti ia tidak mengerti. Ia ikut menoleh ke belakang, mencari-cari apa yang ditatap oleh Malik, lalu menyadari. Ada satu siswa, menatap Ledib dengan tatapan mata yang tidak menyamankan hati.
Mata Azre dan Ledib saling bertemu sekarang. Azre menatap sinis, Ledib menatap datar.
"Aneh. Itu bocah kenapa ngeliatin gue terus?" Bisik Ledib ke Malik. Kevin bingung, apa yang terjadi? Sedari tadi ia hanya fokus menyantap bakso, sampai tertinggal informasi.
"Eh, ada apa, cok? Gue ketinggalan,"
"Azre ngeliatin Ledib mulu, dah. Bingung gue." Ayon datang dengan tiba-tiba seperti hantu, dan Malik, tadi. Ia duduk di samping Kevin. Malik dan Ledib belum menyadari ada satu temannya yang nge-join mereka.
"Hah? Azre ngeliatin Ledib? Gara-gara itu kah, mereka berdua jadi bingung kayak gitu?" Tanya Kevin. Ia menaruh mangkuk baksonya yang sudah kosong ke tumpukan mangkok Ledib, dan Malik.
"Iya. Liat aja, Ledib sama Malik lagi ngeliat Azre sama pasukannya, tuh." Jawab Ayon.
Kevin ada firasat buruk. Seingat Kevin, Azre suka nge-bully siswa yang pintar. Jadi, bisa saja Azre akan mem-bully Ledib sampai ia terpaksa pindah sekolah. Kevin mengernyit, khawatir dan bingung.
"Gak jelas amat anak itu, anjing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu, Ledib Lelah. [Wijaya Wahyuda Angst Fanfiction.]
Фанфик"Tolong, cepat ambil jiwa ini. Dekap jiwa ini dengan erat sampai nafasnya terhenti." Ledib merangkul jiwa rapuhnya. Bendungan air matanya bocor, terus menetes dan jatuh ke tangannya sendiri.