Tidak seperti biasanya, Ledib dan Kevin tidak berbincang-bincang lagi. Saling menatap pun, tidak sama sekali. Entah apa yang terjadi, Ledib sudah pasrah.
Ledib hanya diam, ia mengerjakan tugas dari Bu Adzana. Tapi, over thinking juga tentang Kevin. Apa yang Ledib lakukan, hingga ia menjadi seperti ini?
***
Bel istirahat sudah berbunyi, dan Ledib pergi ke kantin sendirian. Tapi, ada Ayon dan Malik yang menemani saat Ledib sudah berada di kantin.
"Eh, Kevin kenapa, ya? Dia marah sama gue. Katanya, gue nyebar aibnya. Tapi, gue satu pun aibnya gak tahu. Bahkan, kalau gue tahu aibnya gue gak bakal nyebarin, anjir." Ledib bercerita sambil memakan cireng dan udang gorengnya. Ayon dan Malik menggeleng, mereka tidak tahu.
“Baru aja gue mau tanya, Dib. Kalau, bener apa gak lo sebarin entah apa dari Kevin itu. Tadi Kevin cerita, kalau lo sebar-sebarin bla-bla-bla gitu. Dia udah kayak bergumam sendiri, kalau cerita gak jelas. Mungkin, udah marah banget.” Ucap Ayon. Ledib mengernyit, berpikir apakah dia pernah tidak sengaja menyebar sesuatu di salah satu akun sosmed miliknya? Tapi, dia juga tidak mempunyai sosmed lain, selain WhatsApp dan Tiktok. Itu pun hanya untuk memberi pesan, dan scroll-scro saat bosan. Ia tidak pernah memposting apa pun.“Dia dapat informasi kayak gitu dari mana, dah?”
“Mending yang kayak gitu gak usah dipikirin. Hidup lo baru aja tenang, ada masalah lagi. Masa bodoh aja, Dib.” Malik menjawab, sambil menepuk pundak Ledib dengan akrab. Ledib hanya mengangguk kecil. Mungkin, perkataan Malik benar.
“Tapi kalau bodo amat, nanti dikira beneran nyebar, dong?”
“Ya, kalau Kevin negative thinking mah, bakal kayak gitu jadinya.”
Ledib meletakkan kepalanya di meja, memiringkan kepalanya ke kiri. Ia merasa down, karena temannya yang sedang membencinya karena informasi yang salah.
“Ada aja masalah yang muncul di kehidupan gue. Kalau aja masalah-masalah itu manusia, gue bantai kayak pas gue main Free Fire.”
***
Saat di kelas, semua tatapan menuju ke arah Ledib. Dengan tatapan tidak mengenakkan, dan bisik-bisik seperti sedang menggosip. Ledib merasa tidak nyaman, ia berjalan dengan cepat menuju bangkunya.
Bajigur! Mesti ini ada hubungannya sama Kevin. Kayaknya, informasi hoax itu kesebar. Ledib membatin. Ia duduk anteng sambil membuka HP berpura-pura sibuk. Ia mengirim pesan kepada Malik.
“Lik,”
“Woy, kenapa? Tumben amat nge-chat jam segini. Biasanya di situ udah ada Guru,”
Ledib mengirim stiker karakter Free Fire botak sedang menangis 5 kali (spam). Ia bercerita kepada Malik.
“Informasinya kayaknya kesebar, Lik. Ini anak-anak di kelas pada ngeliatin gue kayak—gue penjahat yang udah mainin jutaan hati cewek, dengan ketampanan gue yang mirip Jaehyun ini.” Malik menahan tawa saat Ledib mengirim pesan itu. Membalasnya dengan stiker Ipin memberi tatapan side eye. Selang beberapa detik, sudah ada Guru yang masuk ke kelas Malik. Malik berdecak kesal, baru saja ia masuk ke kelas, sudah ada Guru yang masuk ke kelasnya.
“Kondisi udah kayak gitu, masih sempat-sempatnya lo nge-jokes. Nanti gue omongin dah, sama Kevin. Kalau dapet info, gue bilangin ke lo. Di sini udah ada Guru, lanjut nanti ya.” Malik langsung mematikan HP-nya, dan mengecilkan volume HP. Ledib hanya membalas dengan emoticon jempol
Tidak ada yang bisa diajak berbicara lagi, di kondisi yang membuat Ledib tidak nyaman sekarang. Ledib hanya bisa menunggu Guru masuk ke kelas sambil membuka Tiktok tanpa menghiraukan banyak tatapan yang menuju ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu, Ledib Lelah. [Wijaya Wahyuda Angst Fanfiction.]
Fanfiction"Tolong, cepat ambil jiwa ini. Dekap jiwa ini dengan erat sampai nafasnya terhenti." Ledib merangkul jiwa rapuhnya. Bendungan air matanya bocor, terus menetes dan jatuh ke tangannya sendiri.