Ledib berjalan di posisi paling depan, Ayon dan Kevin hanya mengikutinya seperti anak kucing mengikuti sang induk.
Ayon ikut mereka berdua untuk berpetualang (cuma main dan makan) sembari mengawal dari belakang Cinderella yang berada di depan itu.
"Eh, ke lantai atas, yok! Biasanya pemandangannya bagus banget di jam segini. Hari ini juga full moon." Ajak Ledib. Kevin mengangguk mantap, ia setuju. Kevin juga tahu bahwa hari ini ada full moon.
"Eh, iya! Untung aja lo inget, Dib. Gas bro." Jawab Kevin dengan semangat. Ia mendahului Ledib, jalannya lebih cepat karena semangat.
Dua-lima menit mereka menaiki tangga karena lift rusak, akhirnya mereka sampai sampai di lantai tiga. Lantai paling atas. Dengan pemandangan yang sangat, indah.
"Wih, sejuk banget anjir," Ledib mendekat ke ujung, menyentuh pagar besi dengan jari-jemari putihnya.
Ayon menatap Ledib. Ia membatin, bahwa Ledib sangat sempurna. Sungguh—dia putih sekali. Rambutnya yang berantakan terkena hempasan angin yang pelan itu membuatnya semakin seperti orang yang jatuh dari surga. Tapi, ia tidak memiliki perasaan apa pun kepada Ledib. Ia hanya, menganggap Ledib itu sempurna sekali.
"Kok bisa Ledib jadi cantik gitu, anjing." Gumam Ayon sembari menatap Ledib yang tengah fokus memandangi langit yang diterangi cahaya bulan. Ayon merogoh saku celananya, mengambil HP dan membuka aplikasi kamera.
Ia mengarahkan kamera HP-nya ke arah Ledib. Zoom sedikit, lalu cekrek! Ayon berhasil mengabadikan satu manusia sempurna di depannya.
Kevin yang menyadari hal itu langsung tertawa kecil, ia salah tingkah. Tiba-tiba, ada momen romantis di depan Kevin ini.
"Cieee, Yon. Naksir bilang aja!"
"Matamu. Gue cuma candid-in dia."
"Alasan. Mau dibikin bahan col—" Ayon menutup mulut Kevin, karena omongan Kevin ngelantur.
Ledib menyadari kegaduhan di belakangnya. Ia menoleh, melihat dua temannya sedang bertengkar.
"Apalah dia apalah."
***
Besoknya, Ledib sudah berada di sekolah. Ia sedang bermain HP, scroll tiktok. Seperti biasa.
Ia menunggu Kevin. Biasanya, Kevin agak telat. Ledib sampai lumutan menunggu.
Bruak!
"Aduh! Lantai memek. Udah ke berapa kali gue jatuh di sini, anjing." Kevin jatuh di depan kelas, lagi. Ledib menahan tawa, ia menolong Kevin.
"Ya elah, Vin... Vin."
"Bacot, sok asik!"
Ledib kaget, terhadap respon Kevin yang sedikit tidak pantas. Tumben sekali Kevin seperti ini di hadapan Ledib?
"Santai, cok. Ngapain juga, lo marah-marah di pagi buta kayak gitu?"
"Cot. Lo udah nyebarin kelakuan gue di kelas sebelah, ngentot."
Lah? Batin Ledib. Ia tidak pernah menyebar apa pun. Biar apa coba, kalau dia begitu?
"Hah? Apa sih, Vin. Gue gak ngerti. Gue gak ngapa-ngapain tiba-tiba lo cocotin gak masuk akal." Ucap Ledib dengan sedikit penekanan. Ia sensitif, gampang kesal akhir-akhir ini.
"Gak usah pura-pura gak tau. Gak suka sama gue ya gak suka aja, gak usah tiba-tiba bocorin aib, kontol. Gak tahu diri lo. Udah dibantu, malah micek. (Buta dalam bahasa Jawa)."
Ledib sedikit tercubit hatinya, saat Kevin melontarkan perkataan-perkataan itu.
"Maksud lo apa, Vin? Gue gak pernah sebar aib. Gue bingung, gak ngerti maksud lo apa!"
"Bacot! Lo gak bisa bohong," Kevin menarik leher baju Ledib. Mendekatkan wajahnya ke wajah Ledib, dengan tatapan tajam. Ledib ingin melawan, tapi Kevin temannya sendiri.
"Gue benar-benar gak tahu apa-apa, Vin. Sumpah demi apa pun."
"Bohong, anjing. Mending lo mati aja, lo gak pantes hidup." Tarikan itu lepas, Kevin melewati Ledib begitu saja. Ia menaruh tasnya, lalu ke luar kelas lagi.
***
Sudah kubilang, hidup ini tidak akan berpihak kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu, Ledib Lelah. [Wijaya Wahyuda Angst Fanfiction.]
Fanfiction"Tolong, cepat ambil jiwa ini. Dekap jiwa ini dengan erat sampai nafasnya terhenti." Ledib merangkul jiwa rapuhnya. Bendungan air matanya bocor, terus menetes dan jatuh ke tangannya sendiri.