[ 5 ] - Anak Rentenir

23 6 2
                                    

::: Senin, 5 Februari 2024 :::

Buatlah cerita yang mengandung tiga kata ini: sungai, bianglala, rentenir. Maksimal 1000 kata.

• • • o O o • • •

[ Cerita Lepas ]
- Kanari -

"Lepaskan aku, gobー!"

"Ih, congornya. Nggak pernah dikasih minum ASI ya, pas di dalam perut?"

Siapa pun, di mana pun kalian, tolong panggilkan Polisi sekarang! Kalau tidak ada Polisi, panggilkan saja aparat yang ada! Pemadam kah, Satpol PP kah, angkatan bersenjata kahーambulans sekalian, takut-takut aku dibuat patah tulang atau hilang kepala saat pulangーyang penting segera hentikan orang-orang gila ini dari kegiatan akan mempreteli bagian-bagian tubuhku!

"Hei, anak babiーanak papi maksudnya, bukannya sudah kami bilang kami tidak akan mengapa-apakanmu? Apalah kami ini, dibanding anak mafia sepertimu," anak lelaki paling pendek yang berucap sembari menampilkan senyum remeh di antara mereka. Seingatku dia lebih tua, tapi tak lebih tinggi daripada aku.

"Bhuahahahahaaha! Boro-boro anak mafia, bapakmu itu cuman rentenir, bodoh. Ya, meskipun dosanya sama aja, sih," nah, dia ini, biang keroknya; dalang penculikan; ketua geng bocah-bocah SMP kampret yang menginisiasi kawanannya untuk menculikku ke tempat menakutkan ini.

Rinjaniーsekali kudengar wanita pemilik toko kelontong dan warung makan di jalan masuk Desa Jenggala itu memanggilnya dengan nada tertinggi. Namun kakaknya yang cantik dan teman-temannya memanggilnya Jani.

Pasalnya aku tidak tahu kenapa dia dan antek satu gengnya menyikapiku seolah-olah aku ini adalah makhluk sejenis sisa pengikut Fir'aun yang mesti dimusnahkan. Iri dan dengkikah mereka atas statusku yang merupakan anak seorang mafia?

"Nah, sebenarnya kami hanya berbaik hati mau membantu menghilangkan sifat bodoh dan pongahmu yang mungkin sudah mendarah daging," kata si Pendek, setelah aku menanyakannya.

"Kau bilang kau adalah anak mafia? Kalau bukan karena Doni dan Jani yang memberitahuku, aku dan Fadil nggak akan pernah tahu kalau kau cuman anak rentenir," sela lelaki yang paling gemuk.

"Jani juga bukannya tahu benar," ternyata si Pendek yang banyak omong ini bernama Doni. Sang hawa balas memelototinya.

"Ya, memang apa bedanya, sih?" balasku tak mau kalah.

Anak lelaki terakhir yang menyambut, "Jelas bedalah! Mafia, mah, adanya di luar negara. Kalau di Indonesia namanya tuh preman. Bapakmu bukan satu di antaranya. Makanya, aku serasa dibodoh-bodohi olehmu karena sempat mendesak mama bapakku untuk pergi dari desa, ya karena kukira beneran ada mafia."

"Preman dari mana lagi?" Doni jadi mengernyitkan dahi.

"Sudah, sudah," sepertinya aku tahu dari mana kata itu berasal, karena nampaknya, Jani seperti ingin sekali mengalihkan topik, "Karena sudah di sini, ayo kita mulai rencana kita!"

"Tunggu dulu!" kataku menghentikan mereka yang baru memulai satu langkah. Kulirik kedua lenganku yang masing-masing dipegang oleh Fadil dan si Gemuk. "Aku akui, aku salah sudah berpikir mafia itu nama lain dari penagih utang. Waktu kecil Papa bilang begitu, aku percaya-percaya aja. Sekarang lepaskan aku, oke? Aku masih mau hidup ...."

Age Quod AgisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang