Dengan napas yang terengah juga peluh mengucur di dahinya, Liam memasuki ruangan dan memberikan sepucuk surat pada Direktur akademi seni.
“Asal ada wali, tidak masalah kan? Saya sudah mendapatkan izin dari nyonya Sweeney untuk menjadi wali dari Sean.”
Sean terkejut, bagaimana mungkin Liam tiba-tiba saja berada di hadapannya dengan surat berisikan tanda tangan dari sang ibu. Di ambang pintu, Sean melihat Samuel tersenyum kepadanya.
Direktur akademi tidak bisa banyak berkutik. Waktu terus berjalan, acara akan segera dimulai. Maka mau tidak mau, kontrak antara akademi seni dan keluarga Sweeney pun kembali dibuat.
Semuanya dilakukan dengan cepat. Pegawai dari keluarga Sweeney datang dan dengan sigap mengganti seluruh dekorasi bunga asli dengan yang palsu, terutama di bagian utama yang banyak dilewati.
Hingga akhirnya tamu penting berdatangan dan pentas dimulai tanpa ada kendala berarti.
“Ternyata ada untungnya jadi yang lebih tua, aku bisa menjadi walimu.”
Sean tertawa mendengarnya, “Bagaimana dengan para delegasi?”
“Hari ini kau menyelamatkanku. Lebih tepatnya, menyelamatkan wajah kerajaan.”
Liam dan Sean berada pada salah satu sisi ruang VIP, menonton pentas drama yang juga dihadiri para delegasi dari luar negeri dan anggota kerajaan.
“Tapi, bagaimana anda bisa mendapatkan surat dari ibu saya?”
“Sam yang sudah tiba lebih dulu di akademi seni memberitahuku kesulitan yang kau hadapi.”
“Aku yakin kau akan melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah yang ada di sini, jadi aku langsung berkuda menuju kediaman Sweeney untuk mencari solusi yang sekiranya bisa membantumu.”
“Hari ini kita kompak sekali, ya?” ujar Sean dilengkapi senyuman.
“Iya, kita kompak sekali.”
Drama musikal yang ditampilkan malam ini terdengar sangat indah di telinga Sean.
“Lagunya bagus.”
“Benar, tapi ini lagu yang menyedihkan.”
“Padahal terdengar indah, memangnya lagu ini menceritakan tentang apa?”
“Cerita klasik. Si pria jatuh cinta pada sosok malaikat. Saat ini dia sedang menyatakan cintanya pada udara kosong.” ujar Liam sembari menunjuk pemeran di atas panggung.
“Udara kosong kan tidak tersentuh... Lalu, apa dia berhasil meraih cintanya?”
“Kenapa terburu-buru ingin tau akhirnya? Kenapa tidak berfokus saja lebih dulu pada pernyataan cinta yang dirangkai sedemikian rupa indahnya ini?”
Sean cemberut mendengar jawaban Liam. “Tapi liriknya tidak terdengar begitu jelas.”
“Hanya ada satu lirik untuk menggambar pernyataan cinta yang tulus.”
“Semacam... Perkataan yang membuat orang jadi tersipu malu, ya?”
“Makanya, aku sedang mempertimbangkan. Kira-kira rangkaian kata seperti apa yang harus ku sampaikan hingga kau tersipu malu dan cukup puas untuk menerimaku?” Liam berkata sembari tak henti menatap wajah Sean.
Wajah Sean yang mendengar perkataan Liam total memerah.
“M-memangnya anda tidak terpikir bahwa saya bisa saja menolak?”
“Tentu saja kau bisa menolaknya.” jawab Liam sembari menghela napas berat. Seolah begitu berkeberatan dengan fakta bahwa Sean memiliki hak penuh untuk menolaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm just his friends [ 2MIN ]
FanfictionApa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba terbangun dan menjadi salah satu tokoh dalam novel yang pernah kau baca? Tidak cukup sampai situ nasib sialku karena ternyata aku menjadi tokoh antagonisnya! Dengan cermat ku susun rencana untuk menjauhi toko...