Aku Rara , kelas 2 SMA. Saat ini aku bersekolah di salah satu sekolah swasta ternama di ibu kota. Aku sudah hampir 5 tahun tinggal di area sekolah ini. Karena kondisi kedua orangtuaku yang harus bekerja setiap harinya hingga jarang punya waktu untukku, ibu memintaku untuk bersekolah di sekolah swasta bertaraf internasional yang memiliki fasilitas asrama. Awalnya aku menolak, apa bedanya jika aku sekolah di sekolah biasa, kenapa harus asrama?, sama saja mereka tak bisa mengurusku selayaknya anak, padahal aku satu-satunya anak mereka.
Tapi aku tak punya kuasa, ayah tetap mendaftarkanku ke sekolah ini. Ibu memberiku pengertian ini demi kebaikanku. Mereka tak bisa menjagaku karena karir mereka yang harus terus meninggalkanku. Mereka tak ingin aku kesepian dan berprilaku tak baik karena kurangnya arahan dan didikan dari orang tua. Jadi, asrama adalah keputusan mereka.
Hari-hari di asrama berlalu dari aku 1 SMP hingga sekarang 2 SMA. Walau awalnya berat karena penyesuaian diri dengan lingkungan, aku menjalani hariku dengan baik, hingga aku merasa ternyata lima tahun dapat berlalu dengan cepat.
*****
Hari ini aku kebagian tugas untuk menyambut murid baru. Aku bagian dari OSIS, tugas kamilah untuk menyambut mereka.
Ya, ini Asrama putri. Sekolahku sedang melaksanakan acara tahunan, yaitu menyambut siswa baru. Pagi ini lingkungan asrama tampak sibuk, banyak orang lalu lalang membawa perlengkapan masing-masing. Aku yang sangat malas ini hanya duduk memperhatikan dari lantai dua asrama sambil memakan cemilan di tanganku.
"Ra, bantuin dong" Temanku, Meita yang kewalahan membantu seorang siswa meneriaki aku dari bawah. Aku hanya menggeleng dan melambaikan tanganku memintanya untuk tak menggubrisku. Aku tak perlu terlihat rajin, aku juga tak mengerti kenapa aku bisa jadi anggota osis.
Mataku menelusuri satu persatu siswa yang datang. Mereka tampak ceria bercengkrama dengan para orang tua yang mengantar mereka. Mereka juga bersenda gurau dengan para senior yang membantu mereka.
Mataku terkunci pada seorang perempuan yang baru turun dari mobil. Kibasan rambutnya membuatku tak berpaling. Tangannya dengan cepat menguncir rambut panjangnya, membuat kaos yang ia kenakan tertarik memperlihatkan kulit perutnya. Ia celingak celinguk tak tau cari apa. Seorang pria paruh baya kekuar dari mobil dan menurunkan barang-barang yang mungkin semua barang itu miliknya. Ntah karena apa, aku segera berdiri, meninggalkan cemilanku yang masih tersisa setengah. Aku buru-buru menuruni anak tangga dan sedikit berlari ke arahnya.
"Sini aku bantu!" Aku mengulurkan tanganku padanya. Ia menatapku dengan kerutan dikeningnya.
"Aku bertugas bantu siswa baru, seperti mereka!" Kataku menunjuk beberapa teman yang mengenakan seragam sepertiku sedang membantu siswa lain. Walau ragu ia memberiku sebagian barang bawaannya. Karena pria tak bisa memasuki kawasan putri, jadi cukup aku dan dia yang masuk.
Aku memperhatikannya sesekali dari samping. Wajahnya yang sendu, ia terlihat murung.
"Itu orang tua kamu?" Tanyaku sedikit berbalik melihat pria dan mobil tadi sudah tak ada di tempat.
"Supir"
"Kamu gak diantar orang tua?"
"Sibuk"
"Sama saja sepertiku" bisikku pada diri sendiri, aku teringat dulu aku juga berangkat ke sekolah ini hanya diantar seorang supir keluarga. Aku seperti tak punya siapa-siapa.
"Apa?"
"Ah tidak, Kamu di asrama mana?"
Dia mengeluarkan secarik kertas dari sakunya. Aku membacanya dan mengembalikannya.
"Kamu berdua sekamar"
"Harus berdua ya?, aku gak suka" keluhnya sambil menghentikan langkahnya.
"Ada yang sendiri, kamar Vip. Tapi kamu pesannya yang ada roommate" jelasku. Wanita di depanku ini tampak tak senang, ia berdecak kesal menurunkan barangnya dan menjauhiku sembari mengotak atik ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CaNdY LoVe
RomanceApa yang terjadi jika cinta sejenis ini pertama kalinya dirasakan oleh kita?, kamu dengan pengalaman barumu, aku juga begitu. Kita tak sengaja bertemu, nyaman bersama dan jatuh cinta. Cinta tumbuh semakin besar, seiring besarnya rasa sakit yang akan...