"Kamu suka dengan vania?" Tanyaku setibanya kami di kamar. Feli menghentikan langkahnya dan berbalik melihatku, ia mengerutkan dahinya.
"Maksudnya?"
"Iya, kamu suka vania?" Tanyaku mengulang namun dengan nada yang tak biasa, emosiku tak bisa kutahan lagi.
"Kamu kenapa Ra?"
"Kenapa bertanya balik sih, ga bisa jawab pertanyaan aku?" Aku semakin kesal pada feli.
"Maksud kamu apa?, suka apa?, kenapa jadi marah begini?"
"Kamu dari awal sekolah disini selalu bersikap manis sama vania, bahkan saat aku dan vania berselisih pun kamu ga pernah memihakku"
"Aku ga ngerti arah omongan kamu" sahut feli berbalik hendak pergi dari hadapanku. Aku menariknya, menahan dan menggenggam tangannya dengan kuat.
"Jangan berbalik sebelum aku selesai ngomong, kita harus bicara fel"
"Bicara apa?, aku ga ngerti kamu tiba-tiba marah"
"Jawab pertanyaanku tadi, kamu suka vania?"
"Iya, aku menghargainya, kagum karena bakatnya, menghormatinya"
"Lalu kamu ga menghargaiku?, menghargai hubungan kita?, kamu tahu aku dan vania tidak punya hubungan baik, aku ga suka kamu dekat dengan vania" jelasku dengan emosi tak tertahan, suaraku mulai meninggi padany, feli menggelengkan kepalanya, melepas tangannya dari genggamanku.
"Kenapa baru sekarang?, aku sudah seperti itu dari hari pertama orientasi sekolah, kamu sendiri bilang kan aku selalu bersikap manis ke kak vania"
"Lihat, bahkan kamu memanggilnya kak, kakak dengan nada manja"
"Karena aku menganggapnya begitu, ia hanya seorang senior, seorang kakak dari puluhan kakak disini" balas feli. Suara kami sudah sama-sama tinggi, ini pertama kalinya kami bertengkar dengan saling teriak dan membentak, emosi yang tertahan sejak lama seperti meluap di hari ini.
"Aku ga ngerti apa masalahmu dengan vania, aku rasa masalah kalian tidak ada hubungannya denganku. Jadi stop jadikan itu alasan untuk larang aku Ra, apapun pikiran jelek kamu, prasangka kamu tentang aku dan kak vania, itu ga benar" lanjut feli, setelah mengatakan itu ia berbalik dan masuk ke toilet. Aku mengatur napasku yang masih memburu, berusaha meredakan emosiku dengan duduk.
Pertengkaran kami hari ini berlanjut, kami kembali ke saat kami saling diam dan menyibukkan dengan urusan masing-masing. Aku yang menghabiskan waktuku di kelas dan perpustakaan, pulang ketika sudah larut hanya untuk mandi dan beristirahat. Aku tak tahu apa yang feli lakukan, ia tidur ketika aku kembali, ia sudah pergi ketika aku bangun. Tingginya ego dan gensi kami hingga tak ada yang mulai untuk berbicara lebih dulu.
"Berantem lagi sama feli?" Tanya meita saat kami makan siang di kantin. Aku tahu feli dan teman-temannya duduk tak jauh dari posisiku.
"Bukannya kamu sayang sekali sama adik gemes kamu itu" lanjut meita
"Tentu saja"
"Lalu kenapa akhir-akhir ini sering diam-diaman?, kamu betah?, aku saja ga bisa lama-lama ngambek sama pacarku. Aku selalu kangen walau dalam keadaan marah, apa kamu tidak merasa begitu?"
"Aku kangen meit, tapi aku harus apa. Aku ga mau dia dekat dengan vania, aku sudah bilang padanya saat kami ribut, tapi dia tetap saja begitu" jelasku. Baru saja aku menyelesaikan kalimatku, aku melihat vania bergabung makan dengan feli.
"Itu anak kenapa ya?, lama-lama aku jadi ga suka" seru meita yang juga melihat apa yang terjadi.
"Dia suka feli juga?" Tanya meita, aku tak menjawab pertanyaan ini. Aku sendiri tak memberi tahunya masalahku dan vania yang sebenarnya, aku tak sampai hati memberitahunya, aku tak ingin ia juga menjauhi atau membenci vania. Aku akan merasa bersalah jika seperti itu, cukup aku saja yang tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CaNdY LoVe
RomanceApa yang terjadi jika cinta sejenis ini pertama kalinya dirasakan oleh kita?, kamu dengan pengalaman barumu, aku juga begitu. Kita tak sengaja bertemu, nyaman bersama dan jatuh cinta. Cinta tumbuh semakin besar, seiring besarnya rasa sakit yang akan...