Gubrak... bruk....
Suara berisik mengisi kamarku. Aku buru-buru memakai seragamku. Di seberangku juga tak kalah heboh, meita grasak grusuk sepertiku.
Hari senin, hari yang memuakkan bukan. Setiap siswa harus bangun pagi, mengejar upacara. Memakai sepatu pun harus lari-larian, suara hitungan pengurus siswa sudah terdengar, suara langkah dan teriakan juga mulai beradu.
Asrama ku cukup jauh jaraknya untuk mencapai lapangan sekolah. Kali ini aku kembali akan telat.
"Kayaknya kita gak akan keburu deh" seru meita ketika kami hendak menuruni anak tangga asrama.
"Ga ada orang yang lari-larian lagi nih" sahutku mendongak ke bawah. Suara pengurus juga tak kedengaran. Suara mic pembukaan upacara menggema, upacara sudah dimulai dan kami masih di asrama.
"Terus gimana?" Tanyaku, meita kembali naik berjalan melewatiku.
"Ke kamar aja deh" ujarnya, aku pun setuju. Kami akan bolos upacara kali ini. Semoga saja tidak akan ada masalah.
Aku kembali berbaring di kasurku, dengan seragam putih abuku dan tanpa menelpas sepatuku. Sepuluh menit berlalu, aku dan meita berdiam diri di kasur masing-masing memainkan handphone kami. Mataku mulai mengantuk, sepertinya alam mengijinkanku untuk bermalasan pagi ini.
Bagi siswi yang masih di kamar, harap keluar. Saya tahu kalian masih pada di asrama.
Deg.... Mataku terbuka lebar, aku bangkit dari kasur, saling pandang dengan meita yang mematung. Suara bapak pengurus asrama dengan suara toak nya membuat panik.
Bapak kasih waktu lima menit, jika kalian tidak keluar dan menuju lapangan. Bapak akan beri hukuman. Bapak akan absen setiap siswi per asrama.
"Mei gimana??" Tanyaku, meita mondar mandir mengintip dari balik jendela kamar. Perlahan ia membuka pintu, memunculkan kepalanya dengan hati-hati. Beberapa orang keluar dari kamar mereka, entah kenapa aku menghela napas lega, lega karena tak hanya kami berdua yang nakal.
Satu persatu orang keluar asrama, menghampiri bapak pengurus yang sudah menunggu beberapa meter dari lapangan tempat upacara senin yang masih berlangsung. Kami tidak berbaris menyatu dengan yang lain. Bapak pengurus memisah barisan kami, satu persatu orang yang telat bergabung hingga jumlah kami menyentuh tigapuluh siswi setelah diminta berhitung.
"Ok, sekarang kalian upacara sendiri" ujar bapak ini. Kami pun riuh berbisik dan saling pandang.
"Jangan berisik. Ayo upacara sendiri, silahkan pilih siapa yang jadi petugas upacaranya. Termasuk pembina upacara" lanjut bapak dengan wajah serius.
"Gila sih, ini lebih malu-maluin ketimbang dihukum" bisik meita, aku mengangguk setuju.
"Ayo Rara kamu jadi pembina upacara"
"Ha?, saya pak?" Aku seperti dikejut listrik. Mau diletak dimana wajahku ini. Aku ragu, namun meita mendorongku hingga keluar barisan. Aku memaki mengutuk diriku yang menyebalkan ini, ini buat malu hey, aku anak kebanggaan sekolah ini, huft.
Sebagaimana upacara senin, begitulah yang tigapuluh orang ini lakukan. Meita kebagian tugas menjadi dirgen menyangikan lagu indonesia raya, menyanyi tanpa menaikkan bendera, dan di saat upacara resminya sudah bubar membuatku semakin malu. Orang-orang yang sudah bubar upacara pun menonton kami yang sedang upacara kecil-kecilan.
"Kepada pembina upacara, hormat gerak!!!" Iyan berdiri tegap dengan sikap hormat ketika aku dan meita memasuki kelas.
"Gila ya" sahutku dengan kesal. Aku hampir saja melempar kotak pensil di tanganku. Iyan tertawa lepas, begitu juga dengan teman yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
CaNdY LoVe
RomanceApa yang terjadi jika cinta sejenis ini pertama kalinya dirasakan oleh kita?, kamu dengan pengalaman barumu, aku juga begitu. Kita tak sengaja bertemu, nyaman bersama dan jatuh cinta. Cinta tumbuh semakin besar, seiring besarnya rasa sakit yang akan...