FELICYA
"Hei baby, kenapa?"
Suara ini sangat familiar di telingaku. Seorang wanita menarik anak itu menjauh dari kami. Ia memeluk anak itu dan menenangkannya.
"Feli??, kamu feli?" Tanya wanita itu menatapku. Aku terpaku. Wajah si manis yang aku rindukan tepat di hadapanku. Tubuhku gemetar merespon tatapannya, ia berbinar dan tersenyum padaku. Apa ini?, kenapa kami bisa bertemu sekarang?.
"Apa kabar?" Tanyanya lagi, aku masih saja diam. Suaraku seperti tertahan di kerongkongan.
"Halo, maaf saya tadi tidak sengaja menabrak anak kamu" ujar rara menyadarkanku akan adanya rara di sampingku.
"Ah tidak apa, anak saya lagi aktif-aktifnya"
"Ma..mama ayo ma " Anak lelaki ini kembali merengek menarik-nariknya untuk pergi
"Saya tinggal dulu, feli.." ucapnya sembari berlalu, pandanganku tak lepas darinya, bahkan ia berkali-kali menoleh ke belakang sampai benar-benar hilang dari pandanganku.
Aku buru-buru pergi dari rara, aku tak ingin ia bertanya hal-hal yang aku sendiri belum bisa menjawabnya. Bayangan wajahnya terlintar di benakku tiap aku menutup mata di sela mandiku, aku masih terus memikirkannya sampai aku kembali menghampiri rara yang menungguku.
"Hai boleh bicara sebentar"
Deg, jantungku berdegup kencang sekali. Ia kembali berdiri di depanku. Kakiku rasanya membeku, menyatu dengan tanah yang ku pijak. Rara pergi tanpa diminta, aku menelan air liurku, gugup tak tahu harus bersikap bagaimana di depan wanita ini, Inaya.
"Siapa perempuan tadi?" Tanya inaya, aku masih gugup, setelah sekian lama menunggunya dan mencarinya, kini ia berdiri di depanku, bahkan berbicara padaku. Aku masih menatapnya tanpa berkedip, seolah aku ingin puas melihatnya, menelaah apakah ia baik-baik saja selama ini, apa ada yang berbeda darinya.
"Hey" ia menepuk bahuku
"A..ah iya?"
"Siapa perempuan tadi?, pacar kamu?" Tanyanya lagi, aku mengalihkan mataku, aku sunggu tak tau mau jawab apa.
"Apa kabar?" Lanjutnya, aku kembali menatapnya. Matanya yang berbinar seketika menjadi sendu.
"Kita sepertinya tidak perlu saling menanyakan kabar Nay"
"Benar, aku terpuruk, begitu juga kamu. Aku kehilangan kamu, kamu kehilangan aku. Kita sama-sama terluka" jelasnya, gambaran rasa sakit itu pun terlintas, kami sama-sama menarik napas dalam.
"Anak tadi adalah anak ku, anak pertamaku dan satu-satunya penyemangat hidupku. Namanya Feloz" lanjutnya, wajah anak lelaki tadi masih ku ingat.
"Fel...?"
"Iya, Feloz. Nama yang akan selalu mengingatkanku akan kamu" ucapnya, aku ingin menangis saat itu juga, sedih, marah bercampur jadi satu. Ia memiliki anak, kenapa?, siapa orang yang kini bersamanya?
"Kamu pasti bertanya-tanya, diumurku ini aku sudah memiliki anak berumur hampir 3 tahun. Ia pintar sepertimu, tapi ia jahil sepertiku, wajahnya?, tentu saja mirip denganku" jelasnya lagi dengan senyum merekah
"Aku hancur ra, aku habis-habisan. Aku ingin sekali menemuimu di setiap kesempatan, tapi aku takut, takut ga kuat menghadapimu, takut membawamu pergi dari orang-orang yang jahat ke kita"
"Aku menunggumu Nay, setiap hari"
"Begitu juga aku"
Kami terdiam beberapa saat, saling meresapi hari berat yang berhasil kami lalui hingga bertemu sekarang dalam keadaan yang lebih baik. Kami sudah tak terjebak dalam masa lalu yang kelam, ah apakah seperti itu?.
KAMU SEDANG MEMBACA
CaNdY LoVe
RomanceApa yang terjadi jika cinta sejenis ini pertama kalinya dirasakan oleh kita?, kamu dengan pengalaman barumu, aku juga begitu. Kita tak sengaja bertemu, nyaman bersama dan jatuh cinta. Cinta tumbuh semakin besar, seiring besarnya rasa sakit yang akan...