ARVANIA
Deru hujan di luar kelas membuatku dan rara tertahan. Kelas sudah kosong sejak setengah jam lalu. Harusnya kami berdua juga sudah pulang seperti teman lain, tapi aku harus menemani si manusia kutu buku ini. Menemaninya ke perpustakaan dengan alasan ia harus mencari jawaban sendiri atas pertanyaannya pada guru di jam terakhir, ia merasa belum puas dengan jawaban guru. Hebat bukan anak jenius ini?.
Jenius, ini adalah kesan pertamaku ketika mengenal Rara. Wanita cantik dengab paras yang tak membosankan, ia periang dan gampang akrab dengan siapapun. Mengenalnya membawa kita yang semula introvert terkontaminasi banyak energi positif darinya. Ia membuatku mengaguminya, menjadikannya salah satu motivasi menjalani hari-hari kehidupan di asrama. Karenanya aku yang semula tak betah dan merengek meminta pindah sekolah pada orang tuaku pun menjadi betah.
Tanpa canggung ia menghampiriku. Aku sedang duduk bersama ayah dan ibuku saat itu yang berkunjung menjengukku. Saat aku menangis meminta pindah sekolah, padahal aku sudah berada disini hampir satu semester. Rara lewat di depan kami dengan menenteng buku. Ayah memanggilnya mendekat, rara menyapa kedua orang tuaku, menjawab dengan ramah dan kugas segala pertanyaan mereka, caranya berbicara membuatku tertarik.
"Kenal anak om ga nak?" Tanya ayah padanya sebelum ia pergi.
"Kenal om, Vania" ucapku, aku terkejut ia bisa mengenalku yang aku sendiri pun tak mengenalnya.
"Sekelas tidak?"
"Tidak, vania di sebelah kelas saya" jelasnya membuatku semakin takjub.
"Anak om susah berteman, bisa membantunya mencari teman nak?" Permintaan ibu membuatku ingin menghilang saat itu juga, namun respon rara sangat baik. Ia malah mengulurkan tangannya ke arahku.
"Hai vania, aku Rara" ucapnya, dengan ragu dan dorongan ayah ibu aku pun menyambut uluran tangannya.
"H..Hai, Vania" balasku
"Aku ada di sebelah kelas kamu, kalau kamu perlu apa-apa, atau butuh teman bicara datang saja ke kelasku dan cari aku" ujarnya dengan senyum lebar. Hatiku terasa hangat melihat sikapnya.
Begitulah awal mula aku sangat dan teraman menyukainya. Perlahan aku yang suka sendiri lebih membuka diri dan bisa berteman dekat dengan rara, aku juga berteman dengan meita. Kami menjadi akrab dan menjadi sahabat bertiga. Kemanapun kami selalu bersama, berbagi cerita bahkan gosip semata.
Namun, ada yang berbeda dariku. Rasa sukaku tumbuh menjadi lebih posesif dan obsesi. Aku ingin rara hanya fokus padaku, hanya datang menemuiku saat ia butuh seseorang menemaninya, bahkan aku ingin dia bergantung padaku.
Hari ini hanya ada aku dan rara. Kami berdua terjebak hujan, suasananya membuatku hanyut dalam perasaan sukaku, aku tanpa berpikir panjang lagi mengatakan isi hatiku padanya.
"Ra, aku mencintaimu" ucapku. Rara yang fokus membaca pun sontak menoleh padaku, ia mengerutkan keningnya.
"Apa van?"
"Aku mencintaimu" ulangku, rara tertawa renyah sambil menggeleng.
"Iya van, aku juga. Kita kan best friend, ingat slogan kita bertiga meita, best friend forever" ujarnya sembari menyeringai.
"Aku ga mau lagi jadi best friendmu" sahutku dengan ketus.
"Ha?"
"Aku mau menjadi orang spesial buatmu, aku ingin lebih dari sekedar teman" jawabku, rara mematung menatap ku lekat.
"Kamu bercanda ya?, siapa yang ulang tahun sih?"
"Aku kelihatan bercanda?" Sahutku tanpa senyum, aku menatapnya dengan sedih. Senyum rara menghilang, ia sudah merasakan keseriusanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
CaNdY LoVe
RomanceApa yang terjadi jika cinta sejenis ini pertama kalinya dirasakan oleh kita?, kamu dengan pengalaman barumu, aku juga begitu. Kita tak sengaja bertemu, nyaman bersama dan jatuh cinta. Cinta tumbuh semakin besar, seiring besarnya rasa sakit yang akan...