Chapter 01

6.4K 373 12
                                    

[ Yohan]

_________×

   Suara sorakan juga teriakan memenuhi jalan pahlawan tepat berada di samping warung madura yang sudah tutup, jelas sang pemilik warung tak ingin tempatnya terkena imbas dari bocah bocah gabut yang sedang saling melempar bogeman mentah atau bahkan senjata.

di kubu dengan bendera kelinci dan kapak berdiri seorang pemuda di barisan paling depan, dia bahkan di jadikan pemimpin karena modal tinggi badan saja, anggotanya bilang agar musuh ketar ketir.

"Buset santai ngapa bro, kayak di kejar malaikat maut aja lu," pemuda itu dengan santainya terkekeh lalu memberikan bogeman ke arah rahang lawannya hingga tersungkur di tanah.

"Yo! bantu gua ngen," seseorang dengan rambut kriwil coklatnya melambai dan membuat Yohan langsung berlari menghampiri ketika melihat temannya, di keroyok oleh lima orang sekaligus.

"Main kok keroyokan, penakut ya?" Yohan terkekeh dengan wajahnya yang menyiratkan bahwa ia meledek, sebelum menyikut kencang dagu lawan hingga lawannya mengeluarkan darah dari hidung.

pertarungan semakin sengit, beberapa teman juga lawan mulai berjatuhan dan bahkan ada beberapa yang langsung di larikan ke rumah sakit oleh teman-temannya.

Yohan meliarkan pandangan, tak perlu khawatir karena tinggi badannya menguntungkan dirinya jika di situasi seperti ini, tidak juga sih.

lalu pemuda itu langsung menarik lengan Bobby dan berlari menjauh, tak apa di kata cupu karena lari dari beberapa satpol pp yang sedang mendekat itu lebih penting.

"Yo, pelan pelan anjing," bobby mengambil nafas dengan susah payah namun tetap mengikuti langkah temannya dengan cepat, "Mati dah gua, mati ini sesek nafas."

"Bacot babi, mending mati sesek nafas daripada di tangkep om om buntal berkumis," Yohan langsung mendorong tubuh kurus temannya untuk masuk ke dalam warung kumuh, tidak berpenghuni.

"Ngapa ngumpet di tempat beginian, anjing. bau banget," Bobby menatap sekeliling dengan raut jijik lalu menutup hidungnya.

Yohan menutupi badan mereka dengan tong besar berisi sampah lalu berdecak dan berbisik sinis, "Sok banget lu, biasa mandi seminggu sekali juga. Sadar diri bau lu tuh kayak neraka."

Keduanya langsung terdiam ketika mendengar beberapa tapak kaki yang terdengar sedang berlari, Bobby menutup matanya dan berdoa dalam hati agar mereka tidak di tangkap. Meski dia anak yang suka tauran tapi tetep harus berdoa untuk meminta pertolongan.

sedangkan Yohan mengintip, memeriksa situasi apakah sudah aman atau belum.

"Kayaknya udah aman, bre," Yohan berdiri, menggeser sedikit tong di depannya lalu menoleh ke arah temannya, "Bro, kalo misal gua ga selamat jangan lupain gua, ya?"

Bobby mendecih jijik, "Sok sad banget lu, iya gua inget inget soalnya lu masih punya utang ama gua."

"Ikhlasin, lah."

Yohan berjalan ke arah depan untuk memeriksa di sekitar warung kumuh, ia melangkah hingga berdiri di tengah jalan, saat ingin kembali ke warung seseorang berteriak sambil menunjuk ke arahnya dan membuat Yohan berlari sekuat tenaga, menjauh dari warung kumuh dimana masih terdapat temannya disana.

"Kontol, pake ketahuan segala babi."

ia terus berlari kencang, sesekali menoleh ke belakang dan semakin melajukan tapakan kakinya saat melihat ada tiga orang yang berlari beberapa meter di belakangnya. Yohan sering berolahraga namun hari ini terlalu banyak ia menggunakan tenaga hingga membuat kakinya hampir tersandung batu, matanya meliar lalu berlari memasuki hutan di sebelah desa, yang tak Yohan tau.

karena dirinya sudah berlari jauh dari area yang ia kenali.

langkah kakinya tak berhenti, sampai ia semakin masuk ke dalam hutan dan sinar matahari hampir tidak dapat masuk karena begitu rimbun.

Yohan berhenti sejenak, menetralkan pernafasan lalu meluruhkan badannya hingga terduduk di atas rumput tebal dan menyender pada pohon yang begitu besar. Dirinya tak tau ada dimana, bodoh sekali berlari jauh hingga memasuki hutan dan ia sendiri tidak tau jalan mana yang sebelumnya ia gunakan.

"Dahlah, paling juga nanti ada orang yang berburu atau orang lewat, pasti selamat ini, mah. cuma sayang banget, perut gua laper. masa iya makan pohon, sih?"

Yohan bangkit berdiri dan berjalan lunglai menuju jalan yang bahkan tak bisa di sebut jalan, matanya meliar untuk mengenali sekitar atau sekedar mengingat ngingat jalan yang ia lewati, tangannya sesekali mengambil buah buah kecil yang tumbuh di pohon pendek, entah buah apa dan langsung memakannya.

Hingga suara gemerisik daun yang saling bergesekan terdengar begitu ribut, manik hitam itu menatap sekitar dengan waspada, dirinya tau ini hutan dan tak boleh gegabah. badan boleh besar dan tinggi, tapi nyali tetep anak mama si Yohan.

"Jangan mati dulu ini mah gua mohon banget, belum bayar utang si kiting. apa kata emak gua kalo gua kagak balik," Yohan berjalan perlahan dan berusaha tak menimbulkan suara, sesekali ia melirih atau mengumpat karena harus berada di posisi seperti ini.

  Tubuhnya merangkak memasuki goa gelap yang lembab, duduk menyandar pada tembok batu dan menghela nafas dengan lega. Sudah di pastikan, bahwa ia semakin jauh memasuki hutan.

"Nasib nasib, ada ada aja emang, tai."

tangannya bergerak ke sekitar tanah yang ia duduki, kukunya mengorek tanah kotor dan menemukan benda putih kecil yang sangat ia kenali apa itu. Jika ini memang benar, maka Yohan sungguh berada di ujung tanduk.

jari jemarinya kembali mengubur gigi itu dan menarik nafas dalam dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sambil sesekali memanggil mama dalam hati.

"Gara gara si Somad gamau ngajarin gua ngaji begini nih, doa penangkal nasib buruk apaan ya? allahuma lakasumtu?"

Yohan mengacak ngacak rambutnya sendiri, menghela nafas lelah juga kesal.

pasti si Bobby kalo gak ketahuan lagi enak nongkrong ama bocah bocah, asu emang.

mama gimana ya? pasti khawatir anak gantengnya belum balik balik juga.

Yohan memukul tanah dengan kesal, "Ya ampun, kondom gua ketinggalan di atas meja belajar lagi, goblok."

apa kata mama nanti?

Yohan baru saja ingin menggerutu sebelum suara gemerisik kembali hadir, saat ini semakin dekat, di sekeliling goa hanya ada semak semak tinggi yang begitu lebat juga pohon pohon yang rimbun. Ia tak bisa mendeteksi musuh.

Tubuhnya semakin mundur ke belakang dan semakin masuk ke dalam goa yang gelap, telapak tangannya tak sengaja menyentuh sesuatu yang keras dan saat ia menoleh dirinya di buat tertegun.

cahaya kecil dari lubang di goa membuat manik hitam kelam itu bisa melihat betapa banyaknya tulang belulang di dalam goa, Yohan yakin bahwa ini ulah psikopat gila atau sekarang dirinya sedang di incar?

Yohan mendongak menatap langit langit goa dan merengek, "Mama, Yohan gamau mati di tangan orang gila, ma."


Tbc

YohanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang