"Ada sesuatu di dalam diri yang kadang susah banget untuk dikedalikan. Yang pertama namanya pikiran. Satunya lagi perasaan."
"Heh, bocil! Awas, ya, lo! Sampai itu bola kena kepala gue, gue gelitikin lo sampai nangis!"
"Iya, elah, berisik banget yang namanya Bagas!"
Bagas nyaris melemparkan sandal rumahan yang ia pakai pada Rhea yang sibuk bermain sepak bola dengan Mang Yanto. Cowok itu merasa ngeri saja melihat adiknya yang terlihat sangat aktif seperti dirasuki jin--enggak ada capek-capekya. Suasana itu mengganggu Bagas yang tengah bersantai sebenarnya, tetapi karena ia sedang gabut, jadi itu tidak begitu menjadi masalah. Justru kini, ia bisa melihat hiburan, yaitu Mang Yanto yang ngos-ngosan setelah meladeni Rhea selama nyaris satu jam nonstop.
Oh, iya, saat ini Bagas tengah dilanda gegana alias gelisah, galau, dan merana. Memang terlalu berlebihan, sih. Masalahnya perasaan Bagas menjadi tidak karuan sejak tempo hari--ketika dirinya sedikit beradu argumen dengan Rendi. Beberapa hari ini ia kebanyakan diam. Dirinya berusaha menghindari Mentari dan juga Rendi untuk sementara waktu. Rasanya kesal saja kalau bertemu dua curut itu. Hatinya mungkin akan terasa acak-acakan lagi. Memang sedikit berlebihan kelihatannya, namun Bagas merasa masalah hati seperti ini seakan bisa saja menenggelamkannya pada permasalahan yang sangat besar nantinya. Apalagi memang sudah sejak awal Bagas membohongi perasaanya sendiri kepada Mentari. Yang mana cewek itu jelas-jelas menyukai Rendi, sahabatnya.
Tentu saja Bagas galau. Memangnya apa, sih, arti dirinya bagi Mentari? Hubungannya tidak lebih dari lawan bicara yang sama-sama keras kepala. Seakan semua hal yang ada tidak mau mendukung perasaan Bagas kepada Mentari untuk terus berkembang dengan serius. Mau bagaimanapun, Bagas tidak akan pernah bisa mengalahkan Rendi dalam hal memenangkan hati seorang Mentari. Begitu pening. Rasanya Bagas akan berencana menukar kepalanya dengan kepala burung peliharaannya, si Toto, jika bisa--karena kecil jadi tidak berat.
Dari suasana bising karena suara tawa nyaring milik Rhea, kedua netra Bagas menangkap sebuah kendaraan besi berwarna putih berhenti di depan rumah Sekar. Beberapa detik berlalu, perawakan Sekar muncul dari dalam dengan seragam sekolahnya yang rapi, tak lupa juga senyumannya yang lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara [on going]
Teen FictionApa yang bisa kamu pelajari dari sebuah kehilangan? BASKARA | cbg written by putchicolate © 2 0 2 4