"Akan selalu ada seribu jalan yang mampu menuntunmu menuju ke arah pulang."
Setiap pagi, Bagas tidak bisa mendefinisikan seberapa manis senyuman yang Sekar lemparkan padanya. Sepertinya, kali ini cowok itu benar-benar dibuat mabuk dengan perasaannya sendiri. Bagas sudah bangkit, ia kembali menjadi dirinya yang dulu penuh tawa. Bukan, bukan Bagas si pemilik tawa palsu, namun Bagas yang bahagia sejatinya.
Seperti ucapan Rendi tempo hari; Sekar berhasil mengembalikan tawa itu kepada Bagas. Meski ada banyak sekali drama di baliknya. Dan kini, dua sejoli itu sudah menggenggam janji baru; untuk mengisi sisa waktu yang ada dengan bahagia. Dan tentu juga dengan kebersamaan.
Bagas seakan tak memedulikan waktu yang terus berdetak memburu mengintai ia dan Sekar. Ia tak mau memusingkan hal lain. Biarlah empedu itu duduk manis di hadapannya sebelum ia telan nantinya. Karena yang selalu terbayang dalam kepala Bagas saat ini hanya serangkaian abjad yang menyusun nama Sekar.
Bagas ingin melupakan segalanya dan menatap Sekar saja.
"Jangan berisik! Perhatikan Ibu!"
Ah, teriakan itu ditujukan pada sosok makhluk yang berada di kursi pojok belakang—siapa lagi kalau bukan Ajun dan Bagas. Hari ini ada pelajaran ekonomi. Dua orang tadi tidak mau ambil pusing untuk mendengar Bu Rema atau biasa dipanggil Bu Rem mengoceh di depan kelas. Sejak setengah jam lalu keduanya sibuk bermain ular tangga mini di bawah meja. Tentu saja dengan suara cekikikan mirip kuda.
"Yang kalah, jakunnya disentil!" kata Ajun tadi dengan semangat.
Permainan itu sudah berlangsung empat kali putaran. Ajun baru kalah satu kali, dan berarti Bagas sudah mendapat tiga kali sentilan di jakunnya. Cowok badung itu khawatir habis ini ia akan sakit amandel karena sentilan maut dari tangan badak milik Ajun.
Kali ini, permainan kelima sudah hampir usai. Bagas mulai melemparkan dadu yang akan menentukan kemenangannya sedikit lagi. Cowok itu sudah memasang wajah songong di depan Ajun—percaya diri bukan main jika ia akan menang kali ini. Namun, pada akhirnya, pion warna pink miliknya berakhir di mulut ular. Mau tak mau, benda malang itu harus turun. Kali ini, Bagas kalah lagi. Kasihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baskara [on going]
Teen FictionApa yang bisa kamu pelajari dari sebuah kehilangan? BASKARA | cbg written by putchicolate © 2 0 2 4