033:: Demam

97 11 30
                                    

"Di antara emosi yang berserakan dan perasaan tumpah ruah ini, mari kita bangkit dan menatanya selayaknya semula

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Di antara emosi yang berserakan dan perasaan tumpah ruah ini, mari kita bangkit dan menatanya selayaknya semula."

Sekar tidak pernah menjelaskan alasannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekar tidak pernah menjelaskan alasannya. Tidak pernah sama sekali.

Setiap hari Bagas selalu diselimuti gelisah karena tak pernah menjumpai sosok Sekar lagi di hidupnya. Cewek cantik itu kembali hilang ditelan entah apa. Setiap kali Bagas melewati rumah Sekar, pagarnya selalu tertutup rapat. Jika Bagas menunggu hingga nyaris tengah malam di teras, lampu pekarangan rumah cewek itu juga tetap padam. Seperti tidak pernah ada kehidupan.

Acap kali, Bagas mengirimi Sekar pesan. Mungkin sudah ratusan kali juga ia menekan tombol telepon tiap malamnya. Tetap tidak ada jawaban. Di sekolah, cewek itu masuk, namun pandai sekali bersembunyi untuk tidak menemuinya.

Hingga nyaris sebulan, Bagas menjalani harinya dengan perasaan kacau. Ia mudah marah dan kerap kali ketiduran di kelas. Benar-benar seperti orang yang tidak punya semangat hidup. Pokoknya mode senggol bacok.

Suatu sore, Bagas pulang dengan perasaan kesal. Ia juga memutuskan untuk bolos latihan band bersama Bandseen dan sudah mendapat bom chat dari Ajun sohibnya. Namun, Bagas yang sudah malas tetap abai. Cowok dengan raut lesu itu berjalan menuju kamar dengan lemas. Ia menjatuhkan tubuhnya begitu saja di atas ranjang hingga nyaris menjelang malam. Netranya memejam—tak ingin menatap dunia yang dirasanya begitu kejam.

Di ambang pintu kamar Bagas, setiap pagi Mama selalu berdiri dengan iringan senyum. Kedua netranya menatap Bagas yang masih sibuk bergelut dengan selimut tidur di kasur. Kemudian, Mama melangkahkan kakinya, menyapa lantai dingin di kamar itu untuk mendekat pada sisi ranjang. Jemari-jemarinya mengusap rambut Bagas dengan lemah lembut. Terkadang, anak itu juga dihadiahi kecupan manis di dahi atau pipinya.

Bagas tidak pernah suka dibangunkan oleh siapa pun. Tetapi, Mama selalu memperlakukannya dengan begitu lembut. Hal itu membuat Bagas terus menanti fajar, karena saat pagi ketika ia membuka mata, ia akan melihat senyuman Mama yang begitu hangat.

"Bagas ... Bagas bangun, kamu harus sekolah, Sayang. Nanti telat."

Si pemilik nama masih tak terusik dari tidurnya.

Baskara [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang