021 :: Lakuna [2]

95 16 2
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagas terpaku ketika mendapati kedua netra bening milik Sekar menatapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagas terpaku ketika mendapati kedua netra bening milik Sekar menatapnya. Benar kata Bagas, kedua obsidian milik Sekar begitu berbinar seperti bintang di langit malam. Kini, hatinya seakan merasa baik-baik saja hanya karena mampu memastikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa keadaan Sekar terlihat sangat baik. Bagas belum pernah merasa selega ini.

"Sekar, apa yang kamu ingat, Dek?"

"Ada Kak Bagas."

Bagas tersenyum.

"Kak Bagas minta Sekar jadi pacarnya." Bibir tipis itu bersuara lirih, "Lalu Sekar jawab, iya."

Bagas menyamarkan senyumnya barusan. Ia menatap Sekar dengan tatapan yang begitu sendu. Telapak tanganannya terasa dingin berkat genggaman dari cewek itu secara tiba-tiba. Kehangatan yang sejak dulu dimiliki cewek itu hilang. Yang tertinggal hanya segaris senyuman manis.

Ruang kubus bernuansa putih itu tiba-tiba dihuni kesunyian. Januar menatap Bagas tanpa ekspresi. Entah, sepertinya ia menyesali pertanyaan yang dilontarkannya barusan.

Steve yang turut hadir pun hanya mampu mengepalkan tangannya kuat. Jelas, yang dibicarakan Sekar adalah dirinya. Ingatan terakhir milik cewek itu adalah dirinya. Tapi mengapa, lagi-lagi harus Bagas yang merebutnya? Ia benar-benar merasa tidak suka melihat bagaimana cerahnya tatapan Sekar untuk Bagas. Seharusnya senyuman itu menjadi miliknya.

Bagas sendiri masih sibuk dengan tanda tanyanya yang berpusat pada Sekar. Begitu sulit untuk menghindari tatapannya yang sangat dalam. Bagas bisa melihat jelas bagaimana Sekar begitu menyukainya. Itu terasa sangat menyakitinya karena Bagas tidak bisa memberikan rasa yang sama pada Sekar. Sebelumnya, tak pernah terbesit sedikitpun di benak Bagas bahwa Sekar menyukainya.

Perlahan, Bagas melepaskan genggaman tangan Sekar. Ia menjauh, membiarkan Sekar menatapnya hampa dari ranjang rumah sakit. Dengan perasaan yang begitu kacau, Bagas sengaja menarik lengan kanan Steve yang tidak terbalut gips untuk keluar dari ruangan kecil itu dengan cara yang sedikit kasar.

Satu pukulan keras mendarat di sudut bibir cowok bule itu begitu mereka sampai di taman belakang rumah sakit. Bagas yang masih merasa emosi berusaha menahan diri sebisanya untuk tidak terus menghajar Steve. Udara dingin malam seakan tidak mampu meredakan amarahnya kali ini.

Baskara [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang