Sunyi— hembusan angin malam menelisik indera pendengar Feb. Sulit baginya untuk nyaman, khusus malam itu gelisah mendampingi sukmanya.
Feb duduk di kursi balkon kamarnya, menatap langit malam menikmati permainan angin pada wajahnya. Muncul notifikasi pesan dari nomor tak dikenal yang langsung dibuka olehnya.
"Assalamu'alaikum Feb, Saya Januar Adam calon suami kamu. Tolong save ya! Besok lamaran, ayo minta dikuatkan Allah lewat istikharah!"
Feb tersenyum tipis sekali membaca pesan itu. Ia bangun dari duduknya, berjalan menuju kamar mandi untuk berwudhu. Lalu, ke kamarnya. Helaan nafas kasar keluar begitu Feb memasuki kamar yang langsung ia tutup pintunya.
Matanya menatap sekilas jam di kamar yang menunjukkan pukul dua dini hari. Tanda sepanjang malam, Feb sama sekali tak berhasil menutup mata.
Di gelar sajadah, dipakainya mukena untuk berkomunikasi dengan Tuhannya. Di sepertiga malam, istikharah, tahajud dan witir, ia lakukan. Berharap pilihan yang dibuatnya bukanlah sebuah kesalahan, melainkan memang murni kehendak Tuhan.
Meski, tampak baik-baik saja. Sebenarnya, Feb sangat khawatir. Dari luar memang Feb tampak bar-bar dan gegabah, tetapi hati dan pikirannya terus mendalami apapun tingkahnya. Ia mengambil keputusan apapun dalam hidupnya dengan pemikiran bahwa hal itu akan berdampak pada dirinya. Yang baik akan berdampak baik dan yang buruk akan berdampak buruk pula.
***
Terang– matahari tersenyum seolah memberi restu. Jan bersama orang tua dan kakak serta ponakan kecilnya sudah bersiap di depan rumah. Ada lima mobil yang akan di jalankan untuk membawa seserahan.
Paman, Bibi dan sepupu pun turut ikut dalam agenda lamaran. Sayang, Hidayat selaku kakak ipar tidak bisa andil karena sudah ada janji ceramah di salah satu stasiun TV.
Supir yang akan menyetir berjumlah dua orang. Mengikuti di belakang. Mobil paling depan disetir oleh Jan, duduk di samping kakaknya dan di belakang ada sepupu serta keponakannya.
Setelah itu, mobil ayah dan ibunya. Dibelakang mobil paman dan bibi. Lalu, supir. Mereka melaju bersama layaknya konvoi. Tepat pukul 09:00 pagi.
Kemacetan Ibukota membuat mereka baru tiba pukul 10:45 pagi. Sesuai janji, Mang Asep sudah menunggu di depan parkirannya. Begitu tampak wajah Januar dari kaca mobil yang dibuka. Mang Asep segera membuka lebar gerbang parkiran.
Lima mobil berhasil masuk dengan mulus. Mereka turun dan mengeluarkan kardus-kardus yang di dalamnya berisi parcel seserahan serta totebag. Banyak sekali jumlahnya karena itu dimasukkan kardus agar memudahkan dibawa ke rumah Feb.
Yasir berjalan paling depan bersama isterinya dan Jan di samping mereka menunjukkan jalan. Sementara anggota keluarga yang lain berbaris rapih di belakang. Paman dan Bibi. Lalu, Erin dan Septian. Selanjutnya dua orang supir.
"Assalamu'alaikum" Ucap mereka bersamaan di depan rumah Feb. Sambutan hangat langsung diterima keluarga Jan.
Danu mempersilahkan seluruhnya masuk. "Maaf, rumahnya ndak terlalu besar. Mohon maklum adanya." Ucap Danu setelah menyalami Yasir.
Narda membantu membawa seserahan ke dalam rumah. Menata agar tidak berantakan. Bersama anggota Keluarga Jan. Sementara kedua orang tua sudah saling duduk berhadapan di atas tikar. Yang lain pun duduk setelah merapihkan seserahan. Kue basah, buah-buahan dan air gelas sudah terhidang di tengah mereka.
"Perkenalkan, Saya Yasir Aman Adam. Ayah dari Januar Adam. Di sebelah saya Hafidzah, wanita hebat yang telah melahirkan Januar, Isteri Saya. Alhamdulillah, bisa berkunjung kemari bersama keluarga hendak meminang Putri Bapak yang bernama Febrianti Putri, untuk putra Kami satu-satunya, Januar Adam." Ucap Yasir mengawali.
"Alhamdulillah, InsyaAllah Saya terima Pak. Tinggal penentuan tanggal saja. Namun, Saya minta satu hal untuk kepastian batin. Mohon sekiranya, Nak Januar membacakan Surah Yasin, karena Saya ingin mendengar suara Nak Jan. Sekaligus sadar bahwa keputusan Saya tepat dengan mengizinkan Nak Jan menjadi imam untuk Feb."
Yasir tertawa kecil saat Narda memberikan Yasin kepada Januar. Tampak raut bingung dari Januar, tangan kanannya tetap menerima.
"Loh kok ketawa?" Danu sedikit tersinggung.
"Maaf Pak Danu, InsyaAllah ga usah dibawain Yasin. Jan pasti sudah hafal. Jangankan Surah Yasin, Al-Baqarah aja sudah hafal." (Menepuk punggung Januar).
"O-oh, silahkan lafalkan!"
Januar membacakan hafalan Surah Yasin dari ayat 1-83. Yasin yang diberikan Narda hanya didekapnya, tanpa membukanya. Suaranya sangat merdu sekali membuat Febri terenyuh dan langsung inssecure. Danu terkesiap. Dia terpesona dengan calon mantu yang langsung dianggap menantu saat itu juga.
***
Kepulangan pihak Jan diantarkan sampai parkiran oleh Keluarga Feb. Ketika itu, seluruh Keluarga Jan telah masuk ke dalam mobil bersiap keluar dari parkiran, hanya Jan yang sibuk mengambil sesuatu dari bagasinya. Sebuah totebage bertuliskan 'Cartier' diberikan Jan untuk Feb dengan gugup seraya berucap "Hadiah".
Feb menerima totebag tanpa menyentuh tangan Jan. Ia tersenyum tipis, sementara Jan telah berjalan cepat ke balik kemudi. Ia tersenyum tipis sekali begitu mulai menyetir keluar parkir. Seluruh Keluarga Jan yang hadir hari itu pulang dengan raut bahagia. Raut yang sama dimiliki Keluarga Feb.
***
Senja— oranye menghiasi langit begitu aesthetic di pandangan mata setiap insan. Begitu pula Feb yang kini memandangi dari balkon kamarnya. Dia duduk di kursi dengan totebag 'Cartier' di sampingnya. Dan teh hangat serta biskuit di meja kecil di depannya.
Tangan Feb bergerak mengambil isi dari totebag tersebut. Begitu terkejut ia melihat sebuah kalung yang begitu indah nan mahal. Dia juga mendapati sebuah surat dengan amplop berwarna biru dongker.
Dia buka surat itu, matanya langsung berkaca-kaca. Bibirnya terus mengucap syukur pada Tuhannya.
"Assalamu'alaikum Feb
Januari-Februari, layaknya dua bulan yang berdekatan dalam satu tahun. Kita pun akhirnya akan dipersatukan Tuhan dalam mahligai pernikahan.
Kau tahu hatiku untuk siapa? Ya, kau tau. Namun, Kaulah yang menerimaku. Jadi, jangan pernah tinggalkan aku setelah akad kita disaksikan oleh para malaikat. Jika kau sedih, katakanlah. Seperti Kamu yang selalu menjadi pendengar terbaik untukku. Aku pun ingin begitu.
Terimakasih. Aku sangat berterimakasih kau telah menerima lamaran pria asing sepertiku. Terimakasih kau telah terlahir di dunia. Terimakasih wahai Feb bidadari ku dari surga.
Satu-satunya bulan untukmu,
Januar Adam"***
.
.
.
.
.
.
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAN-FEB
Spiritual"Mungkin dia bukan jodohku. Yasudah Aku nekat saja menikahi orang lain." ~Januar Adam~ "Gak punya orang untuk dicintai ngenes banget yah! Mumpung ada yang ngajak nikah langsung kasih cincin. Kenapa harus ditolak?!" ~Febrianti~ *** Ditinggal nikah ol...