Semua orang pasti pernah membuat keputusan besar dalam hidupnya. Yang bagi orang lain hal sepele, tetapi baginya itu akan mengubah keseluruhan hidup yang dimiliki baik dalam hal rasa, karir, mimpi, keyakinan dsb.
Keputusan prihal rasa sudah berhari-hari mengusik seorang Febriyanti Putri yang baru selesai melangsungkan pernikahan sekitar seminggu lalu. Sejak suaminya menceritakan pertemuan dan janji dengan wanita yang merupakan cintanya sampai detik ini nama "Aqilla Syarifah" selalu muncul dalam topik obrolan.
Meski begitu, sikap Jan yang seolah memperlakukan Feb begitu spesial dan istimewa membuat perempuan itu kian luluh. Rasa itu sudah tak terbendung. Cinta!
Tafsir akal Feb merumuskan bahwa rasa itu adalah cinta. Keputusan dan kemantapan hati untuk mengakui bahwa dirinya telah jatuh sedalam-dalamnya pada cinta Januar Adam.
"Eh, Feb... Feb... (Menabok pundak)" Ucap Rene yang duduk berhadapan dengan Feb di kantin perusahaan.
"Hah? Apa?!" jawab Feb kelimpungan lantaran semenjak tadi pikirannya terus memikirkan soal rasa yang ia miliki untuk Jan.
"Kenapa sih?"
"Itu...gapapa" Jawab Feb cepat. Ia tidak ingin menceritakan pada Rene bahwa kemarin saat dirinya terbangun di tengah malam. Ia menatap kasur di sampingnya. Di sana tidak ada Jan. Rasa rindu dan sepi menyelinap. Sejak pagi, Jan pergi untuk urusan bisnis di luar kota. Ia merasa kecewa dan sedih karena tidak diajak. Ia pun sadar ia sudah mencintai Jan dan memiliki banyak harapan pada Jan, terkhusus harapan untuk bisa menua bersamanya.
"Bohong banget! Pasti kangen suami kan? Yang udah nikah mah beda ye?!"
"Em... Aku pengen bilang enggak, tapi... "
"Tapi apa? Kangen?"
"Aku sudah memutuskan buat jujur tentang perasaanku padanya, bahwa aku mencintainya. Jadi, aku ga mau jaim lagi, ga mau bohong ke diri sendiri tentang ini. Aku... Aku... Jujur aku kangen sama dia. Aku sayang dia. Aku cinta dia. Meski... (air mata menetes yang segera di lap oleh jemari kanan Feb)"
"Feb kenapa?" Rene berusaha menenangkan dengan menggenggam telapak kiri Feb di atas meja.
"Ah enggak, hehehe aku kangen aja"
"Iya deh iyaa..."
'Aku akan mencintaimu Jan, walau cintamu bukan untukku. Aku berani nekat mencintaimu, Aku berani hancur demi Kamu, Jan. Aku... Aku bangga mencintaimu.'~ batin Feb.
"Yuk balik kerja!" Ajak Feb penuh tekad.
"Udah selesai galaunya? Hehehe"
"Alhamdulillah aku titip dia sama Allah jadi lebih ringan galaunya"
"Alhamdulillah, yuk!"
***
Senja menyapa ibukota, sebuah pesan WhatsApp dari Jan sampai kepada Feb.
"Assalamu'alaikum Feb, maaf ya ga kasih kabar dari kemarin soalnya HP aku jatuh dan ini baru dapat HP baru, untung nomor dan memory card bisa diselamatkan. Ini aku lagi di bandara menuju Jakarta. Kemungkinan sampai jam 1 pagi."
Membaca pesan tersebut membuat Feb sangat bahagia. Alunan nada 'dubidu~bidu~rappa~' terus terngiang dibenaknya. Ia segera membereskan barang-barang di mejanya dan bersiap pulang. Kebetulan supir sudah menunggu di bassement office.
Jan sengaja memerintahkan agar Feb memiliki supir pribadi, terutama saat dirinya tidak ada. Karena dia merasa lebih tenang bila Feb diantar pulang-pergi ketimbang menaiki kendaraan umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAN-FEB
Spiritual"Mungkin dia bukan jodohku. Yasudah Aku nekat saja menikahi orang lain." ~Januar Adam~ "Gak punya orang untuk dicintai ngenes banget yah! Mumpung ada yang ngajak nikah langsung kasih cincin. Kenapa harus ditolak?!" ~Febrianti~ *** Ditinggal nikah ol...