JF 10 "Pagi Pertama"

21 6 0
                                    


Perasaan indah melayang. Yang tersisa hanyalah kesunyian. Kala Feb dan Jan berada dalam lift menuju lantai kamar yang telah disediakan. Tidak ada percakapan di antara keduanya. Sesekali Jan melirik Feb di sebelahnya, atau memandangi siluet Feb di pintu lift. Gadis itu menatap kosong lurus ke depan. Tanpa senyum.

"Ayo masuk Feb!" Ucap Jan di depan pintu kamar 1001. Sebuah kamar tipe president suite.

Kaki keduanya melangkah hingga ke ruang tidur. Kecanggungan melanda Jan, bukan Feb. Terombang-ambing di lautan lepas, di atas kapal mewah seperti van der wijck adalah perasaan Feb saat ini. Indah dan mewah begitulah gambaran pernikahannya dengan Jan, tetapi ia merasa tidak memiliki pijakan. Apalagi, rasa tidak percaya pada nahkoda di sampingnya makin menambah ambigu.

Takut apabila suatu saat nanti Januar Adam akan menceraikannya. Khawatir pernikahannya hanya akan membuat ia terombang-ambing dan berakhir menabrak karang. Padahal, Feb suka bumi. Ia suka pijakan yang kokoh. Ia tidak suka hal yang tidak jelas. Sayang, takdir membawa Feb pada pernikahan tanpa cinta suami. Walau itu keputusannya kini ia menyesal.

"Feb, itu... K-kamu mau mandi duluan?"

"Aku hapus riasan wajah dulu. Kamu saja yang mandi" Ucap Feb yang kini terduduk di depan meja rias. Tanpa menatap Jan.

Pria itu mengangguk paham dan melangkah mandi. Tentu sudah membawa pakaian ganti.

'Feb, jangan sedih. Ini pilihan kamu!' batin Feb menyemangati.

Terkesima akan kecantikan Feb dirasakan oleh Jan usai keluar kamar mandi. Rambut hitam legam, lurus dan panjang sepunggung ditampilkan di hadapannya. Perempuan itu masih sibuk dengan urusan di depan cermin.

Mendudukkan diri dipinggiran kasur yang penuh taburan kelopak bunga mawar. Kemudian berkata "Feb ayo cepat mandi! Setelahnya sholat Isya."

"E-eh?! Kamu sudah selesai?"

".... "

"Okeh"

Perempuan itu segera mengambil pakaian ganti dari koper lalu beranjak mandi. Handuk sudah disediakan pihak hotel di dalam kamar mandi. Termasuk perlengkapan mandi.

Untuk mengusir waktu, Jan menggelar sajadah dan memakai peci. Dilanjutkan membaca ayat cinta dari Tuhannya. Lima belas menit berlalu, Feb sudah berdiri di atas sajadah di belakang Januar. Lengkap dengan mukenah.

"Ehem!"

Januar lantas menengok ke belakang ternyata sudah ada Feb di sana. Keduanya pun melangsungkan sholat Isya dan sholat dua rakaat setelah menikah.

Setelah membaca doa dan saling bersalaman. Keduanya membereskan perlengkapan sholat masing-masing. Ketika itu, Feb sudah melepas seluruh mukena yang dipakainya. Ia berjalan mendekati kasur. Jan menatapnya dengan pandangan terpesona.

Perempuannya begitu rupawan. Memakai baju tidur berupa dress sampai lutut. Menampilkan warna kulitnya dan lekuk tubuh yang menggoda. Ia membuat Jan terlalu bersemangat.

Sayang, malam itu apa yang di harapkan Jan tidak terjadi. Gadisnya merebahkan diri di atas kasur, menutup rapat tubuhnya dengan selimut. Membaca doa tidur lalu mengusap tangan ke wajahnya. Dan terlelap. Januar hanya bisa menyaksikan hal itu dari samping kasur, bahkan ia belum sempat duduk setelah menaruh sajadah ke dalam koper.

"Heup..... Hah.... " Suara nafas Jan yang ia tarik dan hembuskan. Menenangkan diri.

Kemudian, Jan merebahkan diri di samping Feb. Menaikkan selimut hingga pinggang. Mengambil posisi menghadap Feb. Memandangi wajahnya. Tangannya memainkan rambut Feb yang menutupi sebagian wajah. Kemudian, menciumnya.

"Lain kali jangan tidur duluan, istriku!"

"Pasti melelahkan, selamat tidur dan mimpikan Aku ya!" Ucap Jan lagi sebelum ia kecup kening Feb.

***


Sepertiga malam selalu jadi waktu terbaik bermunajat pada Illahi yang sering ditinggalkan sebagian insan. Termasuk Feb yang baru bangun ketika adzan berkumandang. Jujur, ia merasa sangat lelah dengan acara kemarin.

Namun, kini ia ingat hal yang harus dilakukan pasutri. Walau belum ada cinta dari Jan untuknya. Ia tetap harus siap memenuhi kewajibannya sebagai istri, sisanya biar Jan yang menentukan akan menerima ataukah menolak.

Masih setengah sadar, Feb duduk di atas kasur, sedikit bersandar. Retina matanya mencari Jan di sekitar karena mendengar lantunan ayat suci Al-Quran.

Tatapannya melembut, senyum terkembang. Ia segera bangkit menuju kamar mandi untuk mandi dan berwudhu. Tidak lupa dengan baju ganti, hotpants hitam dan kaos putih. Suara pintu yang tertutup sedikit mengagetkan Jan. Ia menghentikan bacaan Qur'an.

Setelah melipat sajadah miliknya, Jan berjalan ke ruang tamu usai berkata "Feb, Aku tunggu di depan. Ayo sholat subuh di mushola!"

Pria tampan itu mendudukkan diri di atas sofa dengan nyaman sembari memainkan ponsel. Terdapat ratusan pesan notifikasi ucapan selamat dari semua teman yang tidak bisa datang. Di ponsel satunya yang berwarna putih notifikasi itu berasal dari kolega bisnis yang tidak bisa hadir.

"Ayo!" Ajak Feb yang sudah lengkap dengan mukena dan membawa sajadah.

Keduanya berjalan beriringan menuju mushola yang terletak di roftop. Kali ini, suasana tidak sunyi karena Jan membuka obrolan.

"Untuk breakfast, Kamu mau apa Feb?"

"Em, nasi goreng mungkin"

"Oke, nanti siang kita check out"

"Jadi cuma sehari ya?"

"Iya, kalo Kamu mau tambah hari gapapa. Nanti Aku bilang ke resepsionis hotelnya."

"Nah iya! Masa sebentar doang. Sampai besok dah!"

"Kamu kelihatan lebih ceria sekarang Feb. Aku suka!"

"H-hah?!"

"Kemarin Kamu pasti lelah ya?"

"Em"

Sampai pada saat keduanya harus berpisah. Feb menuju tempat akhwat dan Jan menuju tempat ikhwan. Kali ini, Jan juga menjadi Imam. Tidak ramai, hanya ada beberapa orang yang ikut berjamaah. Ada beberapa staff hotel dan pengunjung hotel.

***

Makanan dan minuman yang terhidang di meja telah habis oleh pasutri dalam ruangan mereka. Mereka memutuskan bergantian menyikat gigi. Kebiasaan baru bagi Feb, tapi sudah biasa dilakukan Jan.

"Aneh" gumam Feb di depan cermin usai berkumur.

Dia melangkah keluar setelah beres. Pakaian Feb sangat menggoda bagi Jan yang tidak bisa melepaskan pandangannya dari Feb sejak gadis itu melepas mukena nya.

"Jan, Kamu kenapa sih? Liatin Aku terus" Ucap Feb kini duduk di pinggir kasur di samping Jan.

Wajah putih Januar Adam langsung berubah merah layaknya tomat rebus.

"E-eh, i-itu..." Mendadak gagu.

"Ck, Kamu mau lakuin itu?"

".... "

"Jadi ga mau?" Tanya Feb hendak pergi.

Januar berhasil menahan Feb tetap duduk di sampingnya. Ia mengangguk singkat, kemudian melumat bibir Feb dengan penuh kelembutan. Terjadilah hal yang selama ini diimpikan Jan.

Pagi pertama yang indah. Beruntung, Jan sudah memperpanjang masa menginapnya sampai besok. Jadi ia tidak perlu memperdulikan waktu ketika bercumbu dengan istrinya.

***

JAN-FEBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang