JF 7 "Seperti Takdir"

27 7 1
                                    


Seluruh mobil telah berhasil parkir di Almair Hotel, membuat penghuninya segera keluar menuju Ballroom A dan Ballroom B sesuai jenis kelamin. Dimana Ballroom A khusus Akhwat dan Ballroom B khusus Ikhwan. Termasuk kedua orang tua mempelai.

BMW X5 yang dikendarai Jan menjadi mobil terakhir yang berhasil masuk Almair Hotel di antara sepuluh mobil yang dibawa Keluarga Adam. Tepat setelah mematikan mesin dan mencabut kunci, Jan langsung turun berusaha membukakan pintu mobil untuk Feb. Ingin menjadi pangeran untuk tuan putri.

Lagi, niatnya gagal. Karena begitu dia turun. Feb juga sudah turun. Kartini dan Narda pun demikian. Kartini mengajak Narda untuk segera ke dalam tempat resepsi. Keduanya berjalan cepat menyisakan Jan dan Feb yang berjalan cukup lambat.

Kesulitan dirasakan Feb ketika berjalan dengan heels cukup tinggi. Jan berjalan di samping sengaja memperlambat langkah agar bisa bersamanya.

Tiba waktu bagi keduanya hendak berpisah lantaran menuju pintu ballroom yang berbeda. Jan menggenggam lengan Feb, melangkah mendekatinya. Menatap intens manik hitam milik Feb. Memperhatikan lekat-lekat wajah Feb.

Tersipu, pipi Feb langsung bersemu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tersipu, pipi Feb langsung bersemu. Merah merona, gugup terasa. Tercekat, tak mampu berucap. Tiga puluh detik berlalu, Jan pun berkata :

"Kamu cantik, sejak pertama bertemu. Kalau lelah, katakanlah. Aku siap menjadi bahu tempatmu bersandar. Satu pintaku, bersamamu hingga akhir waktu. Tetaplah bersamaku bahkan saat di SurgaNya."

Senyum lebar mengembang di wajah Feb. Kelopak matanya pun melengkung. Seluruh wajahnya sudah merah bak tomat. Jan turut tersenyum manis sekali, telinga sampai leher sudah memerah lantaran malu dengan ucapannya sendiri. Ketulusan dari hati itu meluncur dengan mudah melalui bibir ranumnya.

Sekian detik kemudian, Feb mengangguk dan pamit berjalan cepat menuju Ballroom A dengan debaran yang tidak bisa disembunyikan. Mungkin, jantungnya sedang salto.

Januar Adam menatap kepergian wanitanya. Dengan senyum yang masih terkembang. Sampai Feb menghilang dari pandangannya, ia baru melangkah menuju Ballroom B.

***

Lelah. Meski begitu kedua mempelai harus tetap tersenyum menyapa tamu undangan yang hadir dengan ramah. Sesekali Feb duduk di kursi pengantin ketika dikiranya sudah tidak ada tamu. Namun, itu hanya tiga detik saja. Tamu terus berdatangan tanpa henti, ia merasa kakinya sedikit lecet.

"Ya Allah, bidadari ku cantik banget!" Seru Rene yang langsung berhambur memeluk Feb erat.

Rene datang dengan rekan kerja lainnya. Serta beberapa teman SMA mereka yang dahulu dekat dengannya dan Feb. Jujur, ia yang paling terkejut saat mendapatkan undangan dari Feb. Lebih terkejut lagi, pasangan Feb adalah atasan mereka.

*Flashback on*

Ketika istirahat makan siang di kantor, Feb mengeluarkan sebuah undangan dari dalam tas yang langsung diberikan ke Rene dengan wajah memerahnya.

"HAH?!" mulut Rene terbuka lebar menampakkan gigi gingsulnya usai membaca nama yang tertera di undangan.

"Ini serius Feb?! Kamu yang nikah?!" Tanya Rene tak percaya.

"Iya dong" Jawab Feb senyum sumringah.

"Kok ninggalin Aku sih sayang?"

"Apaan sih?!" Datar Feb malas menanggapi.

"Bentar, ini lakinya sapa? Ketemu dimana? Sejak kapan kok ga ada kabar?" Rene memulai sesi interogasi.

"Kamu nanya?"

"H-hah?"

"Kamu bertanya-tanya?"

"Feb, serius!"

"Hahahaha"

"Dih, malah ketawa"

"Iya maafin. Jadi, tiga bulan lalu Aku ga sengaja ketemu dia. Seperti takdir, dia melamar ku hari itu juga. Anehnya, Aku ga bisa nolak karena menurutku ini udah waktunya. Lalu, dia minta restu keluargaku hari itu. Dan dua hari kemudian dia sekeluarga datang melamar ke rumah. Kami ga pacaran, hanya saling mengenal dari mak comblang yakni Ibunya. Itupun, diperjalanan mempersiapkan pernikahan. Ada lagi yang mau ditanya?"

"E-eh, serius?! Ga ta'aruf dulu? Alhamdulillah, takdir kali ya. Bener Feb."

Febri tersenyum mendengar penuturan sahabatnya itu.

"Januar Adam? Dia siapa?"

"Aku baru tahu dari kamu waktu makan bakso kalau lelaki berjas merah adalah atasan kita. Ternyata Januar Adam adalah Jandro alias Januar Android."

"WHAT?!"

"HAHAHA"

Rene kebingungan sendiri makin buat Feb terbahak. 'Jujur, Aku juga baru tahu kalau dia atasan kita hari itu. Kalau tau dari lama. Aku ga mungkin marah-marah sama dia di pinggir jalan kan?!', batin Feb.

***

Keteteran kerjaan nih, jadi baru sempat update. Sorry ya readers, makasih udah mau nunggu dan setia membaca JAN-FEB, hehehe....


.
.
.
.


.
.
.
.

.
.
.
.

.
.
.

JAN-FEBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang