Hari kedua ujian praktek bertahan hidup. Tom bangun, hari sudah pagi. Dia tidur tidak beralaskan apa-apa. Hanya menjadikan rumput sebagai kasur, dan jaketnya sebagai bantal. Begitu juga dengan Rachel dan Nara di tenda sana.
Tom menyingkirkan daun pisang yang dijadikan pintu masuk tenda. Dia menatap sekitar, dan matanya tertuju pada gadis dengan rambut hitam ponytail style. Siapa lagi kalau bukan Rachel. Gadis itu sedang latihan di luar sendirian. Latihan telekinesis.
Telekinesis adalah sihir mengendalikan sesuatu dari jarak jauh. Contohnya saat kita ingin mengambil handphone diatas meja, namun kasur yang kita tiduri sangat nyaman. Nah, disitulah kita bisa menggunakan teknik telekinesis ini untuk mengambil handphone tanpa perlu turun dari kasur.
Teknik telekinesis adalah teknik bertarung utama yang dimiliki oleh Rachel. Sisanya dia lebih memilih adu fisik, serta teknik-teknik dasar yang diajarkan di akademi. Teknik telekinesis milik Rachel hanya bisa digunakan di darat atau udara saja. Tidak berlaku di air.
Tom memperhatikan dengan seksama latihan Rachel dari dalam tendanya. Rachel mengambil posisi, mengangkat sebuah batu ukuran besar, lantas dia mencampakkan batu itu dengan jarak yang cukup jauh.
Selanjutnya, gadis itu mengangkat dua batu ukuran sedang. Lalu dia lemparkan dua batu itu keatas. Rachel mendongak, menunggu batu-batu itu jatuh ke arahnya. Dan dug! dug! Rachel memukul dan menedang dua batu tersebut, sehingga terlempar ke arah yang berlawanan.
"Sedang latihan?" Ujar Tom yang masih duduk didalam tenda.
Rachel menoleh. "Oh, kau sudah bangun rupanya, Tom." Dia merapikan rambut nya, dan mengelus dahi yang berkeringat. "Sudah sejak tadi kau mengamati ku?"
Tom mengangkat bahu. "Baru sebentar. Nara masih belum bangun, ya?"
"Belum."
Saat itu juga, daun pisang penutup tenda Rachel dan Nara bergerak. Kepala Nara melongok dari balik daun pisang. Sambil menggosok matanya.
"Tiba-tiba saja dia langsung bangun saat dibicarakan." Rachel melangkah mendekati Nara. "Tidur nyenyak, Na?"
Nara keluar dari tenda, bangkit berdiri. Sambil menguap pelan. "Tidur diatas rumput tidak mungkin nyenyak, Ra!."
Tom juga bangkit berdiri. Dia meregangkan badan sedikit. "Stok buah-buahan kita masih cukup?"
"Lebih dari cukup untuk hari ini." Jawab Rachel.
Pemuda itu merapikan rambut. "Kalian bisa mandi duluan, aku akan berjalan-jalan sebentar di wilayah puncak Labon ini."
"Baik. Ayo Nara, kita mandi dulu." Rachel menarik tangan Nara.
Pemuda itu melangkah meninggalkan tenda. Berjalan memasuki pepohonan. Dia melirik jam di tangan kirinya. Jam 07.12. Tom mendongak menatap pepohonan disekitarnya. Ada banyak buah-buahan disini, namun yang paling mendominasi adalah apel.
Tanah di puncak Labon tidaklah datar. Sebagian besar tanahnya dipenuhi pegunungan. Hanya perkemahan Tom, Rachel, dan Nara saja yang bertanah datar. Itulah sebabnya, Tom sekarang sudah berjalan mendaki sebuah pegunungan. Tidak terlalu terjal, namun tidak juga terlalu datar. Disekitarnya masih berdiri pohon-pohon dengan gagah.
Tom terus berjalan mendaki pegunungan itu. Hingga tak lama kemudian, sampailah dia di puncaknya. Di bawah sana, ternyata juga ada permukiman penduduk. Pemuda itu menatap susunan rumah di bawahnya. Tom tidak tahu ternyata bagian lain dari puncak Labon dijadikan tempat tinggal.
Tom menghirup udara dari atas pegunungan. Dia mendongak, menatap langit, kemudian tatapannya semakin turun, dan kembali melihat permukiman penduduk.
Saat itu juga, pikiran yang tidak mengenakkan itu kembali muncul. Pikiran yang selalu membuatnya merasa bersalah. Pikiran yang membuatnya merindukan orang-orang yang telah hilang. Dia mengangkat tangan kirinya, menatap batu bewarna merah yang terpasang di cincinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hand and Wonders
FantasySeri pertama dari Hand And Wonders. Semuanya berawal dari pemilihan kelompok untuk melaksanakan ujian praktek bertahan hidup. Pak Palmo, selaku wali kelas di kelas 4 B, memilih Tom, Rachel, dan Nara untuk sekelompok. Awalnya mereka bertiga ingin pro...