Matahari pagi bersinar cerah esok harinya. Izato membuka kedai ramen tepat di jam sembilan pagi. Dia sedikit beres-beres, menyapu lantai ataupun mengelap meja yang dirasa kotor. Setelah itu, Izato membuat secangkir kopi untuk menemani sarapannya.
Setengah jam kemudian, dua remaja yang sebelumnya bekerja di kedai zichiko, datang menemui Izato untuk menerima pekerjaan baru mereka.
Izato sudah selesai sarapan beberapa menit sebelumnya. Sekarang dia sedang bersantai, duduk di salah satu kursi pelanggan.
"Ah, kalian datang juga." Izato berdiri.
"Jadi ini, ya, kedai ramen abang?" Kaizo memperhatikan seisi ruangan yang agak kecil itu.
"Ya, maaf jika seadanya. Aku kan juga baru pindah ke sini kemarin. Eh... Ngomong-ngomong, kalian adik kakak, ya?"
Sakana mengangguk. "Ya. Namaku Sakana, Bang. Dan ini Kaizo. Usiaku lebih muda satu tahun darinya."
"Kalau boleh tahu, kalian umur berapa?"
"Umurku dua puluh."
Izato mengangguk-angguk. Jika umur Sakana dua puluh, berarti umur abangnya dua puluh satu.
Sakana lalu sedikit membungkukkan badan. Itu adalah sebuah tradisi dalam masyarakat Louan bila ingin memberi hormat pada seseorang yang derajat atau usianya lebih tinggi. "Mohon bantuannya ya, Abang Izato."
"Oi, Sakana. Tidak usah terlalu dramatis begitu," ucap Kaizo.
"Biarin. Namanya juga menghormati yang lebih tua." Gadis itu kembali menegakkan punggungnya. "Kau tidak pernah belajar adat Louan, ya?"
Kaizo mendesah. "Sudah mulai bahas yang begituan." Dia kembali beralih menatap Izato. "Bang, bukannya ini rumah yang sudah lama tidak ditinggali? Pasti angker, kan? Abang tidak takut jika ada hantu?"
"Kau tampaknya penyuka film horor dengan alur yang klise ya, Kaizo?" Izato tertawa.
Sakana terkekeh sambil sedikit meledek saudaranya itu. "Tugas pertama kami apa, Bang?"
"Sepertinya kedai ramen Abang Izato kurang promosi," celetuk Kaizo. "Bagaimana kalau kita membuat poster pemasaran? Dan nanti poster itu kita pasang di setiap sisi di beberapa tebing?"
"Hei, idemu boleh juga, Kaizo!" Izato tersenyum. "Aku belum sempat memikirkan itu. Baiklah kalau begitu, mari kita buat bersama-sama poster untuk mempromosikan kedai ramen kita ini."
"Kedai ramen anda kali, Bang," ujar Sakana.
"Kalian berdua secara resmi sudah bekerja disini. Jadi anggap saja sepertiganya ku berikan pada kalian."
Mereka bertiga segera menyiapkan beberapa kertas dan diletakkan di atas meja pelanggan. Awalnya mereka ingin mendiskusikan terlebih dahulu akan seperti apa desain poster ini. Kaizo memberi saran dan menggambar kerangkanya. Sakana menggeleng, dia tidak terlalu suka dengan desain itu.
Kaizo mengambil kertas lain, menggambar desain berikutnya. Sakana menggeleng lagi. Baiklah, karena lelah meminta pendapat kepada saudarinya yang suka kontra terhadap pendapat darinya, akhirnya Kaizo mencoba memperlihatkan desain poster itu pada bosnya.
Izato memperhatikan sejenak kertas itu. Lantas dia pun menggeleng, sependapat dengan Sakana.
Kini giliran Sakana yang menggambar desain posternya. Dia mengangkat kertas itu, meminta pendapat Izato dan Kaizo.
"Desainnya terlalu imut, Sakana. Ini kedai ramen, bukan tempat penitipan kucing!" Kaizo mengejek sambil tertawa.
"Ih, justru karena imut bisa jadi daya tarik." Sakana tidak terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hand and Wonders
FantasySeri pertama dari Hand And Wonders. Semuanya berawal dari pemilihan kelompok untuk melaksanakan ujian praktek bertahan hidup. Pak Palmo, selaku wali kelas di kelas 4 B, memilih Tom, Rachel, dan Nara untuk sekelompok. Awalnya mereka bertiga ingin pro...