Izato memberikan uang setelah Zichiko-nya habis. Sekarang saatnya menuju tempat tinggal barunya. Tadinya, pemilik kedai Zichiko sempat memberitahu Izato soal rumah kosong yang sudah tidak ditinggali lagi selama beberapa tahun ini.
Dia sampai di tujuan. Terdapat rumah dua lantai dengan arsitektur khas Louan pada umumnya. Izato berjalan memutari rumah itu. Dia hendak memeriksa bagian luarnya. Apakah layak untuk ditinggali? Apakah ada yang perlu diperbaiki? Atau semuanya aman tanpa cacat sedikitpun.
Setelah memutari rumah itu untuk beberapa saat, Izato kembali berdiri di tempat tadi.
"Sepertinya aku hanya perlu mengganti beberapa dindingnya yang sudah berlubang dan retak-retak," gumamnya.
Izato lalu mendorong pintu depan, memasuki rumahnya. Dia bersin, banyak debu didalam sini. Izato memperhatikan seisi ruangan depan ini. Dia kemudian tersenyum. Sepertinya cukup luas untuk dijadikan kedai ramen pertamanya di Desa Yongso.
Dari jarak yang tidak terlalu jauh, terdapat tangga yang tampaknya menjadi jalur untuk menuju lantai dua.
"Kalau begitu, aku akan membuat dinding kayu untuk membatasi rumahku dengan kedai ramen yang langsung terhubung dengan rumah ini. Mungkin sekitar lima jengkal dari tangga disana."
Izato melangkah menuju lantai dua untuk meletakkan tasnya di dalam kamar. Setelah itu, dia segera mulai bekerja.
Izato mengambil sapu yang untungnya sudah langsung tersedia di dalam rumah, membersihkan segala debu dan kotoran lainnya di tiap sisi rumahnya.
Setelah semuanya tampak kinclong, dia lalu mengambil beberapa tumpukan kayu dari dalam kamarnya. Sepertinya pemilik rumah sebelumnya memang menyiapkan tumpukan kayu itu untuk pemilik selanjutnya. Tidak lupa Izato mengeluarkan beberapa peralatan tukang yang sempat ia beli sebelum perjalanan menuju Desa Yongso.
Izato segera mengganti dinding yang sudah rusak dengan dinding yang lebih bagus. Baik itu di lantai satu atau lantai dua. Dia juga membuat dua meja panjang, dan lima kursi untuk diletakkan di kedai ramen. Selanjutnya, Izato membuat pembatas antara kedai ramen dengan rumahnya. Lengkap dengan pintunya sekalian.
Izato juga membuat lemari yang akan digunakannya untuk menyimpan peralatan dan bahan-bahan masakan.
Selanjutnya, Izato memotong dinding depan rumahnya. Dia ingin menggantinya dengan pintu geser agar kedainya lebih terlihat saat dibuka.
Hari semakin sore. Dan pada akhirnya, semua pekerjaan Izato selesai. Dia juga telah membeli bahan-bahan dan peralatan memasak tambahan dari tebing lain. Interior di rumahnya pun sekarang bisa dibilang lengkap untuk orang yang tinggal sendiri.
Dia menggeser pintu depan yang bentuknya cukup panjang itu, sambil menepuk-nepuk spanduk buatan tangan yang digantung diatasnya. Saatnya mulai berdagang.
Disaat itu juga, tatapannya teralihkan pada seorang gadis cantik yang tengah membawa keranjang besar berisi apel di atas kepalanya. Gadis itu tersandung, yang membuat tubuhnya terjatuh hingga apel yang dibawanya pun berserakan.
Izato yang awalnya terpana langsung mengerjap dan segera bergerak membantu gadis itu.
"Kau tidak apa-apa, Xiela?" Tanya Izato sambil tersenyum. Dia memasukkan beberapa apel ke dalam keranjang besar.
Gadis itu mengangkat kepala. "Kenapa kau tahu namaku?"
Izato tersenyum lagi. "Teman dekat sendiri kok tidak tahu?"
Xiela mengangkat satu alis. Setelah beberapa detik, barulah ia ingat siapa pemuda dihadapannya ini. "Izato?" Dia berdiri. "Benar Izato?"
Izato mengangguk, memasukkan apel berikutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hand and Wonders
FantasíaSeri pertama dari Hand And Wonders. Semuanya berawal dari pemilihan kelompok untuk melaksanakan ujian praktek bertahan hidup. Pak Palmo, selaku wali kelas di kelas 4 B, memilih Tom, Rachel, dan Nara untuk sekelompok. Awalnya mereka bertiga ingin pro...