Izato kembali menyusuri perpustakaan ini. Dia memperhatikan tiap rak di sampingnya. Perpustakaan ini benar-benar besar dan dipenuhi oleh banyak sekali buku di tiap raknya. Wajar saja, namanya juga perpustakaan nasional.
Izato berhenti dan mengambil salah satu buku. Sejenak, dia membolak-balik tiap halamannya sambil sesekali membaca beberapa kalimat. Sebelum kemudian buku itu ia taruh kembali.
Begitu juga dengan buku-buku lainnya di rak ini. Tidak ada yang membuatnya tertarik. Yang dia lakukan hanyalah membaca sekilas dan langsung menutupnya.
"Tampaknya hampir semua buku di rak ini sudah ku baca," gumamnya. Izato lanjut berjalan menuju rak yang lain. Namun tiba-tiba, matanya teralihkan pada sebuah buku dengan judul "Kemana Perginya Kekuatan Mereka?" yang tertulis di punggung buku tersebut.
Karena penasaran, Izato mengambil buku itu. Dia memperhatikan sampul dan judul besarnya. Izato lalu membukanya dan mulai membolak-balik tiap halaman. Isi dari buku itu berupa penjelasan kekuatan besar yang jarang diketahui oleh warga Negara Louan. Lengkap dengan daftar marga yang dapat menggunakannya.
"Harimau Kuning Yin dan Yang? Apakah ini kekuatannya Pak Sukazao?" Izato membuka bab kesekian yang menarik perhatiannya. Dari beberapa paragraf yang ia baca, tampaknya kekuatan harimau kuning yang dimaksud dalam buku ini memang kekuatan gurunya.
Izato membalik beberapa halaman lagi, dia menemukan daftar marga disana. Izato membaca satu-persatu nama-nama marga yang dapat menggunakan kekuatan harimau kuning dari atas hingga bawah.
Dia sempat menemukan nama marga Sukazao. Berarti benar kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan ini.
"Rikudo...Akatmara...Hoota...Hishazi...Mina- Eh? Minamio. Marga ku?" Mata Izato melebar saat menemukan marganya sendiri dalam daftar itu. Padahal dia tidak pernah berpikir ataupun merasakan adanya kekuatan harimau kuning dalam dirinya.
"Ini serius? Aku bisa menggunakan kekuatan ini?" Dia kembali ke beberapa halaman awal. Di salah satu paragraf terdapat kalimat yang digaris bawahi yaitu "Makanlah di alam. Berkelanalah di alam. Bermainlah di alam. Dan menyatu lah dengan alam. Maka mereka akan siap menghadapi sang alam di Goa Ruiteko".
Izato mengangkat alis. Kalimat ini tampak agak rumit untuk dimengerti. Tapi setidaknya dia tahu dimana lokasi Goa Ruiteko itu.
Izato menutup buku yang dipegangnya. Dia pun kemudian berjalan menuju meja sirkulasi. Buku ini cukup menarik untuk dibaca. Di saat itu juga, dia melihat Hima dan anak-anak tadi yang beranjak berdiri sambil menyalami guru mereka itu.
"Kami pulang dulu, Bu," ucap salah satu anak.
Hima mengangguk, tersenyum. "Datang lagi besok, ya! Dan jangan lupa sambung pelajaran di rumah."
Tidak lama kemudian, perpustakaan itu kembali hening. Menyisakan Izato, Hima, dan beberapa pengunjung lain.
"Izato... Kau mau meminjam buku atau menjadi patung seperti itu?" Celetuk Hima yang pandangannya masih mengarah ke luar sana.
Izato mengerjap. "Maaf." Dia menggaruk kepalanya.
Hima terkekeh, berjalan menuju meja sirkulasi.
Izato kembali melangkah. "Mereka anak murid mu ya, Hima?"
"Ya. Aku sengaja mengangkat mereka sebagai murid karena mereka tidak bisa sekolah."
"Kenapa begitu?"
Mereka berdua tiba di meja sirkulasi. "Di Desa Yongso terdapat tiga sekolah dasar negeri. Satu sekolah hancur terkena longsor tujuh tahun yang lalu. Dan satunya lagi kebakaran hingga membuat sekolah itu hangus lima tahun yang lalu. Sehingga kini hanya tersisa satu sekolah di desa ini. Itupun sekolahnya sudah penuh karena minimnya kapasitas disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hand and Wonders
FantasySeri pertama dari Hand And Wonders. Semuanya berawal dari pemilihan kelompok untuk melaksanakan ujian praktek bertahan hidup. Pak Palmo, selaku wali kelas di kelas 4 B, memilih Tom, Rachel, dan Nara untuk sekelompok. Awalnya mereka bertiga ingin pro...